“Aku adalah istrimu yang terbesar haknya atasmu, aku utusan yang terbaik di antara mereka, dan aku pula kerabat paling dekat di antara mereka. Allah menikahkanku denganmu, dan Jibril yang membawa printah itu. Aku adalah anak bibimu. Engkau tidak memiliki hubungankerabat dengan mereka seperti halnya denganku.
Zainab adalah perempuan cantik yang dibesarkan dari keluarga terhormat suku Quraisy. Anak bibi Rasulullah dan termasuk perempuan yang pertama-pertama masuk Islam. Sehingga pernikahannya dengan Rasulullah adalah atas perintah Allah untuk mematahkan tradisi jahiliyah, yaitu menikah dengan kerabat sendiri.
Akan tetapi jauh sebelum terjadi pernikahan anatara Zainab dan Rasulullah, Zainab telah lebih dahulu dinikahkan dengan Zaid bin Haritsah, budak yang telah diangkat anak oleh Rasulullah SAW, bahkan mendapat nasab dari beliau. Ketika Rasulullah SAW melamar Zainab untuk Zaid, sebenarnya Zainab beserta keluarganya menolak.
Rasulullah bersabda kepada Zainab, “Aku rela Zaid menjadi suamimu.”
Zainab berkata, “Wahai Rasulullah, tapi aku tidak berkenan jika dia menjadi suamiku, aku adalah wanita terpandang pada kaumku dan putri pamanmu, maka aku tidak mau melaksanakannya.
Maka turunlah firman Allah: “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. al-Ahzab: 36).
Akhirnya Zainab menerima pinangan Zaid karena ketaatan-Nya pada Allah dan Rasul-Nya. Meski kemudian banyak sekali ketidakcocokan yang mewarnai rumah tangga mereka. Sehingga Zaid pun sempat mendatangi Rasulullah untuk mengadukan masalahnya dan memohon ijin untuk menceraikan Zainab. Namun beliau bersabda:
“Pertahankanlah istrimu dan bertakwalah kepada Allah.”
Sebenarnya beliau tahu bahwa perceraian itu pasti terjadi, dan kelak Allah kelak akan memerintahkan kepada beliau untuk menikahi Zainab untuk merombak kebiasaan jahiliyah yang mengharamkan menikahi istri Zaid sebagaimana anak angkat. Hanya saja Rasulullah masih merahasiakannya, karena beliau khawatir, terlebih-lebih orang-orang musyrik akan berkata bahwa Muhammad menikahi bekas istri anaknya. Maka Allah ‘Azza wa Jalla menurunkan ayat-Nya:
“Dan (ingatlah) ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: “Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah.” sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih kamu takuti. Maka tatkala Zaid yang telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk mengawini (istri-istri anak-anak angkat itu) apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi. ” (QS. al-Ahzab: 37).
Menjadi Ummahatul Mukminin
Allah telah menurunkan perintah agar Zaid menceraikan Zainab dan kemudian menikahkan Zainab dengan Rasulullah SAW. Rasulullah sendiri yang mengutus seseorang untuk mengabarkan perihal perintah Allah tersebut. Tentu saja Zainab sangat gembira mendengarnya, pesta pernikah pun digelar dengan dihadiri penduduk Madinah. Begitulah, Allah SWT menikahkan Zainab dengan Nabi-Nya melalui ayat-Nya, tanpa wali, dan tanpa saksi. Sehingga ini menjadi kebanggaan Zainab di hadapan Ummahatul Mukminin yang lain. Dia berkata, “Kalian dinikahkan oleh keluarga kalian, akan tetapi aku dinikahkan oleh Allah dari atas Arsy-Nya.
Zainab menjadi satu-satunya istri Rasul yang berasal dari kerabat dekatnya sendiri. Sehingga Rasulullah tidak perlu meminta ijin jika ingin memasuki rumahnya, sedangkan kepada istri-istri lainnya beliau selalu meminta izin. Tak ayal, hal tersebut membuat kecemburuan di antara istri Rasulullah.
Zainab juga adalah perempuan baik nan mulia. dia bekerja dengan kedua tangannya, menyamak kulit dan kemudian hasilnya ia sedekahkan di jalan Allah dengan dibagi-bagikan kepada orang miskin. Bahkan Aisyah bersaksi setelah meninggalnya Zainab,
“Telah pergi wanita yang mulia dan rajin beribadah, menyantuni para yatim dan para janda.”
Kemudian beliau berkata lagi: “Rasulullah SAW pernah bersabda kepada para istrinya, ‘Orang yang paling cepat menyusulku di antara kalian adalah yang paling panjang tangannya..’
Maka apabila kami berkumpul, sepeninggal beliau kami mengukur tangan kami di dinding, untuk mengetahui siapakah yang paling panjang tangannya di antara kami. Hal itu kami lakukan terus hingga wafatnya Zainab binti Jahsy, kami tidak mendapatkan yang paling panjang tangannya di antara kami. Maka ketika itu barulah kami mengetahui bahwa yang dimaksud dengan panjang tangan adalah banyak sedekah. Adapun Zainab bekerja dengan tangannya menyamak kulit kemudian dia sedekahkan di jalan Allah .
Ya, Zainab binti Jahzy adalah istri Rasulullah yang pertama kali wafat menyusul beliau pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab. Dalam sebuah riwayat, Zainab berkata menjelang ajalnya;
“Aku telah menyiapkan kain kafanku, tapi Umar akan mengirimkan kain kafan untukku, maka bersedekahlah dengan salah satunya. Jika kalian dapat bersedekah dengan semua hak-hakku, kerjakanlah dari siis yang lain.”