Seperti yang dilansir dari laman Republika, marah merupakan
sebuah fitrah bagi manusia. Tapi, mengendalikan marah adalah sikap manusia
bijaksana. Seorang yang marah akan menutup ruang berpikir. Hatinya pun akan
tertutup dari kebenaran. Orang yang tengah marah tidak akan pernah tenang dan
akhirnya membuat keputusan yang gegabah. Akhirnya, marah hanya akan menyisakan
penyesalan.
Seorang yang marah juga akan mematikan sel-sel baik dalam
tubuhnya. Inilah yang menyebabkan marah menjadi sumber penyakit. Tak heran,
jika ada pemeo masyarakat yang mengatakan, “Orang pemarah akan cepat
tua.”
Sebagaimana diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., seorang
sahabat pernah meminta nasihat kepada Rasulullah Saw.,“Berilah saya nasihat wahai Rasulullah,” ujarnya. “La taghdab (jangan
engkau marah),” jawab Rasulullah singkat. Lelaki itu kembali mengulang
pertanyaannya, tapi jawaban Rasulullah tetap saja sama baginya. (H.R. Bukhari).
Baca Juga: Hukum Berhaji dengan Harta yang Haram
Seperti dikisahkan dari Syahid Muthahari dalam Bist Guftar,
laki-laki ini pun kembali ke kabilahnya. Secara kebetulan, baru saja ia sampai
di kabilahnya, ia dihadapkan pada sebuah situasi bahwa kabilahnya akan
menggelar peperangan dengan kabilah lain.
Awalnya, ia pun semapat tersulut emosi karena fanatik kepada
kabilahnya. Ia pun bertekad untuk ikut bertempur karena ingin membela sukunya.
Tatkala semua perlengkapan perang siap, ia kembali teringat
pesan Rasulullah Saw. Ia pun surut dari barisan perang tersebut dan meredam
kembali amarahnya.
Ketika ia sudah mulai stabil, pintu hatinya pun terbuka. Ia
bisa berpikir lebih jernih dan menilai permasalahan dengan baik. Akhirnya, ia
mencoba untuk mengklarifikasi masalah tersebut dari kedua kubu yang akan berperang
itu.
Akhirnya, solusi pun tercapai. Kedua kubu sepakat untuk
berdamai dan terelakkanlah peperangan yang akan merenggut ratusan nyawa itu.
Begitulah seorang yang bijaksana dapat memadamkan
kemarahannya dengan nurani dan akal sehat. Ibarat air yang sejuk memadamkan api
yang tengah berkobar.
Imam Nawawi mengatakan, makna dari La taghdab dalam hadis Rasulullah Saw. tersebut adalah jangan
sampai seseorang menumpahkan kemarahan, sehingga membutakan hatinya. Larangan
ini bukan tertuju kepada rasa marah itu sendiri. Jadi, ketika seorang ingin
marah, ketika itulah ia bisa menguasai dirinya. Sehingga, rasa marah tidak
memengaruhinya untuk bisa berpikir, berucap, dan mengambil keputusan dengan
baik dan hati yang jernih.
Cara Menghilangkan
Amarah
Seorang yang diselimuti rasa marah hendaklah menenangkan
dirinya terlebih dahulu sebelum bertindak atau berucap. Dalam hadits riwayat
Ahmad, Rasulullah Saw. bersabda, “Apabila
salah seorang dari kalian marah dalam keadaan berdiri maka hendaknya dia duduk.
Kalau marahnya belum juga hilang maka hendaknya dia berbaring.”
Baca Juga: Kenapa Harus Kurban ke Pelosok?
Dalam hadits lain juga dikatakan, dianjurkan bagi seorang
yang diliputi amarah untuk berwudhu. Alasannya, rasa marah itu datangnya dari
setan, sementara setan diciptakan dari api. Jadi, air yang bisa memadamkan api.
(Bersambung ke bagian
2)