Dalam mempelajari ilmu agama, ada kiat-kiat yang perlu kita
amalkan. Agar ilmu yang kita dapatkan mendapatkan keberkahan dan diridai oleh
Allah Swt. Seperti yang telah dijelaskan di tulisan pertama, ada tiga kiat
penting dalam belajar agama.
Di tulisan sebelumnya sudah dibahas berkenaan ikhlas kepada
Allah Swt. Di bagian kedua ini akan
dibahas sisanya. Baca tulisan pertama bisa klik di sini. Berikut penjelasan
bagian 2 seperti yang dilansir dari laman muslim.or.id:
2. Menuntut ilmu
dengan perlahan dan bertahap
Imam Ibnu Syihab Az Zuhri, seorang ulama kibar tabi’in,
berkata kepada muridnya yaitu Yunus bin Yazid,
“Wahai Yunus janganlah
engkau sombong di hadapan ilmu. Karena ilmu itu bagaikan lembah-lembah. Jika
engkau berusaha melaluinya sekaligus, engkau akan terhenti sebelum mencapainya.
Namun laluilah ia berhari-hari. Janganlah mengambil ilmu dengan sekaligus,
karena barangsiapa yang mengambil ilmu dengan sekaligus, maka akan hilang
darinya sekaligus. Namun ambilah sedikit-demi-sedikit, bersamaan dengan
hari-hari dan malam-malammu.” (Jami Bayanil Ilmi wa Fadhilih, 1/104, dinukil
dari Ath-Thariq ila Nubughil Ilmi, 18-19).
Baca Juga: Adab Murid Terhadap Gurunya
Dan sikap demikian disebut juga taraffuq bil ilmi, bersikap lembut dan perlahan dalam menuntut
ilmu.Di antara bentuk sikap yang tidak taraffuq
bil ilmi misalnya seseorang pemula dalam menuntu ilmu, ketika ia ingin
belajar ilmu tafsir ia lalu membuka Tafsir Ath-Thabari.
Kitab Tafsir Ath-Thabari adalah kitab tafsir yang besar yang
di dalamnya memuat hampir semua nukilan tafsir. Hasilnya, ketika orang ini
ditanya mengenai tafsir sebuah ayat, tidak ada yang terlintas dalam benaknya
melainkan hanya sedikit saja. Ia tidak bisa menjelaskan dan mendudukkan tafsirnya
dengan benar dan tepat.
Di antara bentuk sikap yang tidak taraffuq bil ilmi juga seorang pemula dalam ilmu fiqih langsung
belajar kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah, atau Al-Majmu karya An-Nawawi. Atau
seorang pemula dalam ilmu hadits, langsung belajar kitab Nailul Authar karya
Asy-Syaukani atau kitab Fathul Baari karya Ibnu Hajar Al-Asqalani.
Syaikh Shalih Alu Asy-Syaikh menjelaskan, “Kitab-kitab besar seperti ini yang bisa
memahami pembahasan di dalamnya adalah para ulama. Adapun penuntut ilmu pemula,
hendaknya tidak membacanya dari awal hingga akhir. Karena tidak diragukan lagi
bahwa dalam memahami kitab-kitab ini perlu penelaahan yang perlu merujuk pada
kitab-kitab yang besar lainnya, maka hendaknya penuntut ilmu pemula tidak
melakukan qira’ah sardan (sekedar membaca dengan cepat dari awal hingga akhir).
Demikian juga penuntut ilmu pemula jangan menyibukkan diri dengan tafshilaat
(rincian masalah secara mendalam). Karena jika ia sibuk dengan tafshilaat, ia
akan melupakannya dan tidak membuahkan ilmu. Karena ia belum memiliki dasarnya”
(Ath-Thariq ila Nubughil Ilmi, 20-21).
3. Hendaknya
terus-menerus dalam menuntut ilmu dan menyediakan waktu khusus untuk menuntut
ilmu
Syaikh Shalih Alu Asy Syaikh menjelaskan, “Hendaknya seorang penuntut ilmu menyediakan
waktu khusus untuk menuntut ilmu dengan waktu-waktu yang paling berharga yang
ia miliki dan bukan waktu-waktu sisa yang ketika itu pikirannya sudah lelah dan
pemahamannya sudah lemah. Maka, berikanlah waktu terbaik untuk menuntut ilmu,
yang ketika itu pikiran masih cemerlang. Dan hendaknya seorang penuntut ilmu
itu senantiasa terngiang perkara ilmu dalam pikirannya, baik siang maupun
malam. Pikirannya disibukkan dengan ilmu, ambisinya pun terhadap ilmu. Jika ia
ingin tidur ia berbaring dan di sampingnya ada kitab yang sedang ia ingin
pelajari pembahasannya. Oleh karena itu sebagian ulama mengatakan, ‘Jika engkau
melihat seorang penuntut ilmu selalu bersama dengan kitab-kitabnya, ketahuilah
ia adalah orang yang sedang berhijrah menuju ilmu.’” (Ath-Thariq ila
Nubughil Ilmi, 22).
Baca Juga: Keutamaan Membaca Al-Qur’an
Dalam hal ini Syaikh Shalih membagi waktu menjadi tiga macam,
yaitu:
Awqat jalilah
(waktu yang paling cemerlang), yang ketika itu pikiran seseorang berada dalam
kondisi paling prima. Maka di waktu ini seorang penuntut ilmu hendaknya memilih
untuk belajar pelajaran yang butuh pemikiran yang pelik, seperti ilmu akidah,
ilmu fiqih, ilmu ushul fiqih, ilmu nahwu.
Awqat mutawashithah
(waktu yang pertengahan), yang ketika itu pikiran seseorang tidak paling
cemerlang, namun juga tidak lemah dan lelah. Maka di waktu ini seorang penuntut
ilmu hendaknya memilih untuk belajar pelajaran yang tidak membutuhkan pemikiran
yang pelik seperti ilmu tafsir, ilmu hadits, dan ilmu musthalah hadits.
Awqat dha’ifah
(waktu lemah), yang ketika itu pikiran seseorang dalam kondisi lemah dan lelah.
Maka di waktu ini hendaknya ia belajar kitab-kitab adab (akhlak), tarajim
(biografi), tarikh (sejarah), sirah Nabawiyah, dan wawasan umum.
Dengan demikian seluruh waktu akan penuh dengan ilmu.
Beliau menjelaskan, “Dengan
demikian, ciri sifat penuntut ilmu adalah ia senantiasa memikirkan ilmu. Ia
tidak memberikan sebagian waktunya saja untuk ilmu, namun ia memberikan seluruh
waktunya atau mayoritas waktunya untuk ilmu, di masa mudanya. Yang masa muda
ini adalah masa-masa dihasilkannya banyak ilmu. Oleh karena itu para ulama
mengatakan, ‘Berikanlah lelahmu pada ilmu, maka ilmu akan memberikan
sebagian dari dirinya.’ Karena ilmu itu
luas, pembahasan dalam ilmu syar’i itu banyak. Sampai-sampai sebagian ahli
hadits masih menyampaikan hadits ketika ia sudah terbaring sakaratul maut.”
(Ath-Thariq ila Nubughil Ilmi, 24).
Baca Juga: Cara Menyembelih Hewan Kurban dengan Benar
Imam Ahmad ketika beliau sakit di masa-masa menjelang
wafatnya, beliau terkadang merasakan rasa sakit yang hebat sehingga beliau
terkadang mengaduh-aduh. Lalu ketika datang sebagian muridnya mereka
meriwayatkan hadits dengan sanadnya dari Muhammad bin Sirin dari Anas bin Malik
radhiallahu’anhu, “Bahwasanya beliau (Anas bin Malik) tidak menyukai al-aniin
(mengaduh-aduh ketika sakit).”
Imam Ahmad belum pernah mendengar hadits itu sebelumnya,
kecuali ketika beliau hendak wafat. (Lihat Shifatus Shafwah, 2/357, dan
Al-Minhaj Al-Ahmad, 1/95, dinukil dari Ath-Thariq ila Nubughil Ilmi, 25).
Itulah tiga kiat penting yang hendaknya diperhatikan oleh
para penuntut ilmu agar ia sukses dalam meraih ilmu syar’i. Semoga bermanfaat, wa billahi at taufiq was sadaad.
Sumber: muslim.or.id