Ustadz, Apakah hukum qurban itu sunnah? Lalu adakah kondisi yang bisa menjadikannya wajib, seperti nadzar misalnya? Ela, Papua Jawaban: Sobat Ela yang dirahmati Allah SWT, para ulama berselisih pendapat tentang hukum qurban. Mereka terbagi menjadi dua kelompok: Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa qurban hukumnya wajib bagi orang yang berkelapangan. Ulama yang berpendapat demikian adalah Rabiāah (guru Imam Malik), Al-Auzaāi, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Saāad serta sebagian ulama pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Diantara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: āBarangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.ā (HR. Ibnu Majah dan Hakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani). Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan: āPendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampuā¦ā (lihat Syarhul Mumtiā, III/408) Kedua, kelompok yang menyatakan bahwa qurban hukumnya Sunnah Muāakkadah (ditekankan). Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Imam Malik, Imam Syafiāi, Imam Ahmad, Abu Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lain-lain. Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan: ā¢ Sabda Nabi SAW: āAku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah.ā(HR. Tirmidzi) ā¢ Hadits Nabi SAW: āTelah diwajibkan atasku (Nabi SAW) qurban dan ia tidak wajib atas kalian.ā (HR. Daruquthni) ā¢ Riwayat dari Abu Masāud Al-Anshari ra. Beliau mengatakan, āSesungguhnya aku sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.ā (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih). ā¢ Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, āAku melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berqurban.ā (HR. Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih). Ibnu Hazm berkata, āTidak ada riwayat sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.ā (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/367-368, Taudhihul Ahkaam, IV/454) Kelompok ini menyanggah hujah yang dikemukakan oleh kelompok pertama yang berdalil dengan hadits Nabi āfa laa yaqrabanna musholaanaaā (janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak layaknya seseorang -yang tak berqurban padahal mampuā untuk mendekati tempat sholat Idul Adha. Namun ini bukan celaan yang sangat (dzamm syaniiā) seperti halnya predikat fahisyah (keji), atau min āamalisy syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau miitatan jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat Idul Adha tidaklah berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram. (lihat āAtha` ibn Khalil, Taysirul Wushul Ilal Ushul, hal. 24) Namun, kedua kelompok bersepakat bahwa hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW: āBarangsiapa yang bernadzar untuk ketaatan kepada Allah, maka hendaklah ia melaksanakannya. Barangsiapa yang bernadzar untuk kemaksiatan kepada Allah, maka janganlah ia melaksanakannya.ā (HR. Bukhari, Abu Dawud, dan Tirmidzi). Demikian pula, qurban juga hukumnya menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya) berkata,āIni milik Allah,ā atau āIni binatang qurban.ā (lihat Fiqih Sunnah, III/190). Sobat Ela yang berbahagia, semoga penjelasan singkat di atas berguna dan bermanfaat. Wallahu aālam bishawwab.
Udhiyah/Qurbani is a religious practice that we perform on Eid Al-Adha and the following two days. It is an essential religious rite in memory of the sacrifice performed by Prophet Abraham. It involves the slaughtering of an animal (a sheep, a goat, or a cow) and offering it as a sacrifice during the tenth or the two days that follow of Dhul-Hijjah. Our beloved prophet Muhammed (Peace and blessings of Allah be upon him) was asked “What is Qurbani?”, He answered: “It is the sunnah of your father Ibrahim (AS), for every hair of the Qurban you will receive a reward from Allah and for every hair in the wool you will receive a reward”. (Ibn Maja and Tirmidhi). Ruling The general concensus of the Muslim scholars is that the sacrifice is an important sunnah, and a worship called for in the Law of Allaah. However, they differ as to whether it is nafl (voluntary) or waajib (mandatory) for those who can afford it. Some scholars have explained the different ahaadeeth on the subject by stating that the sacrifice is obligatory on those who can afford it and not obligatory on those who cannot. Abu Hurayrah reported that the Messenger, sallallaahu `alayhi wa sallam, said: “He who has the capacity, and does not sacrifice, may not approach our musallaa (place of prayer – on the Eid).” [Ibn Maajah, Ahmad and others, authenticated by Al-Albaanee in Saheeh Sunan Ibn Maajah, #2533] Regarding this hadeeth, Imaam ash-Shaukaanee said: “Prohibiting the one who could afford to sacrifice, but did not do so, from approaching the musallaa indicates that he must have left off a waajib, as it becomes useless to offer the salaah without this waajib .” [Nayl ul-Awtaar] Who is obligated to perform Qurban ritual? Every Muslim who is of sound mind, who has reached the age of puberty, resident and possesses wealth that is in excess of oneās basic needs is obligated to perform Qurban ritual. A person who possesses 80.18 gram gold or its equivalent money or possessions after deduction of his/her needs and debt is regarded as wealthy and therefore should sacrifice an animal as an expression of blessings Allah bestowed upon him/her and expression of sacrifice for the sake of Allah. Every adult Muslim, male or female, who owns 612.36 grams of silver or its equivalent in money, personal ornaments, stock-in-trade or any other form of wealth which is in excess of one’s basic personal needs, is under an obligation to offer the ritual slaughter (Udhiya).
Ustadz, Apakah hukum qurban itu sunnah? Lalu adakah kondisi yang bisa menjadikannya wajib, seperti nadzar misalnya? Ela, Papua Jawaban: Sobat Ela yang dirahmati Allah SWT, para ulama berselisih pendapat tentang hukum qurban. Mereka terbagi menjadi dua kelompok: Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa qurban hukumnya wajib bagi orang yang berkelapangan. Ulama yang berpendapat demikian adalah Rabiāah (guru Imam Malik), Al-Auzaāi, Imam Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu pendapatnya, Laits bin Saāad serta sebagian ulama pengikut Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Diantara dalilnya adalah hadits Abu Hurairah yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: āBarangsiapa yang berkelapangan (harta) namun tidak mau berqurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.ā (HR. Ibnu Majah dan Hakim dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani). Syaikh Ibnu Utsaimin mengatakan: āPendapat yang menyatakan wajib itu tampak lebih kuat dari pada pendapat yang menyatakan tidak wajib. Akan tetapi hal itu hanya diwajibkan bagi yang mampuā¦ā (lihat Syarhul Mumtiā, III/408) Kedua, kelompok yang menyatakan bahwa qurban hukumnya Sunnah Muāakkadah (ditekankan). Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama yaitu Imam Malik, Imam Syafiāi, Imam Ahmad, Abu Yusuf, Ishak bin Rahawaih, Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm dan lain-lain. Ulama yang mengambil pendapat ini berdalil dengan: ā¢ Sabda Nabi SAW: āAku diperintahkan (diwajibkan) untuk menyembelih qurban, sedang qurban itu bagi kamu adalah sunnah.ā(HR. Tirmidzi) ā¢ Hadits Nabi SAW: āTelah diwajibkan atasku (Nabi SAW) qurban dan ia tidak wajib atas kalian.ā (HR. Daruquthni) ā¢ Riwayat dari Abu Masāud Al-Anshari ra. Beliau mengatakan, āSesungguhnya aku sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.ā (HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad shahih). ā¢ Demikian pula dikatakan oleh Abu Sarihah, āAku melihat Abu Bakar dan Umar sementara mereka berdua tidak berqurban.ā (HR. Abdur Razzaaq dan Baihaqi, sanadnya shahih). Ibnu Hazm berkata, āTidak ada riwayat sahih dari seorang sahabatpun yang menyatakan bahwa qurban itu wajib.ā (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/367-368, Taudhihul Ahkaam, IV/454) Kelompok ini menyanggah hujah yang dikemukakan oleh kelompok pertama yang berdalil dengan hadits Nabi āfa laa yaqrabanna musholaanaaā (janganlah sekali-kali ia menghampiri tempat shalat kami) adalah suatu celaan (dzamm), yaitu tidak layaknya seseorang -yang tak berqurban padahal mampuā untuk mendekati tempat sholat Idul Adha. Namun ini bukan celaan yang sangat (dzamm syaniiā) seperti halnya predikat fahisyah (keji), atau min āamalisy syaithan (termasuk perbuatan syetan), atau miitatan jaahiliyatan (mati jahiliyah) dan sebagainya. Lagi pula meninggalkan sholat Idul Adha tidaklah berdosa, sebab hukumnya sunnah, tidak wajib. Maka, celaan tersebut mengandung hukum makruh, bukan haram. (lihat āAtha` ibn Khalil, Taysirul Wushul Ilal Ushul, hal. 24) Namun, kedua kelompok bersepakat bahwa hukum qurban dapat menjadi wajib, jika menjadi nadzar seseorang, sebab memenuhi nadzar adalah wajib sesuai hadits Nabi SAW: āBarangsiapa yang bernadzar untuk ketaatan kepada Allah, maka hendaklah ia melaksanakannya. Barangsiapa yang bernadzar untuk kemaksiatan kepada Allah, maka janganlah ia melaksanakannya.ā (HR. Bukhari, Abu Dawud, dan Tirmidzi). Demikian pula, qurban juga hukumnya menjadi wajib, jika seseorang (ketika membeli kambing, misalnya) berkata,āIni milik Allah,ā atau āIni binatang qurban.ā (lihat Fiqih Sunnah, III/190). Sobat Ela yang berbahagia, semoga penjelasan singkat di atas berguna dan bermanfaat. Wallahu aālam bishawwab.