[:ID]“Makanya, segeralah bertaubat!”
Kalimat di atas barangkali terlalu sinetronik, akrab di telinga kita. Tapi memang “taubat” sudah menjadi bahasa keseharian dalam kita. Taubat selalu diidentikkan dengan para pendosa. Taubat kerap disanadkan kepada mereka yang bergelimang dalam dunia ‘gelap’. Demikianlah sehingga para pelaku dosa itu harus kembali hidup di jalan yang lurus dengan menghindarkan diri dari kesesatan. Benarkah demikian?
Makna taubat memang secara bahasa yaitu kembali. Artinya, kembali meinggalkan perkara yang penuh cela dalam pandangan Islam.
Perkara tercela sangat variarupa dan tingkatannya. Bagi mereka yang berkecimpung dalam kehidupan yang sarat akan kemaksiatan maka taubat itu harus dilakukan untuk menghindarkan diri dari kemaksiatan tersebut.
Bagi mereka yang keseharainnya selalu mengerjakan dosa-dosa kecil, maka taubatnya adalah menghindar dari dosa-dosa kecil tersebut. Karena jika ditumpuk, maka yang kecil akan menjadi besar juga. Sedikit demi sedikit lama-lama jadi gunung.
Demikian juga bagi mereka yang hiruk-pikuknya dalam kubangan kemakruhan maka pertaubatannya dengan menghindar dari kemakruhan. Setiap diri kudu selalu bertaubat menurut kapasitas masing-masing.
Abdul Wahhab As-Sya’roni menyebutkan berbagai level taubat. Yang paling dasar adalah taubat yang harus dilakukan untuk kembali dari dosa-dosa besar, dosa-dosa kecil, kemakruhan dan dari perkara yang tak diutamakan.
Level kedua adalah taubat dari ‘rumongso’ alias merasa diri sebagai orang baik, merasa dirinya telah dikasihi Allah dan taubat dari merasa dirinya telah mampu bertaubat kepada Allah swt. Sesungguhnya berbagai macam perasaan ini aalah sebuah kesalahan yang lahir dari penyakit hati manusia yang sangat halus.
Puncak taubat itu kembali mengingat Allah swt dari kelalaian mengingatnya walaupun sekejap saja. Karena melupakan-Nya sama dengan sebuah dosa.
Itulah tiga level taubat yang dijabarkan oleh As-Sya’roni. Selanjutnya tinggal kita meraba diri masing-masing; di mana posisi kita berada dalam tiga level taubat tersebut.
Andaikata kita masih berada dalam ‘lantai’ dasar, hendaklah pertahankan taubat kita sambil berusaha belajar menginjak taubat tingkat kedua.
Apabila kita telah berada di ‘lantai’ kedua, maka berhati-hatilah sesungguhnya setan selalu mengintai kelengahan agar kita kembali terjerembab dalam kubangan dosa.
Oleh karena itu, Allah swt berfirman dalam surat Hud ayat 112
Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.
Bertaubat tidaklah harus menunggu perbuatan dosa terlebih dahulu, namun setiap dosa harus segera ditaubati. Mengapa? karena pada dasarnya manusia yang hidup di dunia ini berada dalam kubangan kesalahan. Baik kesalahan yang kasat mata maupun kesalahan batin yang dilakukan hati. Wallahua’lam.
Sumber: Bersamadakwah.net[:]