Di dalam Islam, mengurus jenazah itu wajib hukumnya. Seorang muslim atau muslimah akan berdosa apabila menelantarkan jenazah saudara seimannya. Sehingga diwajibkan mengurus jenazah dengan cara memandikan, memberi kafan, menyalatkan, dan memakamkan.
Merujuk kitab Fiqih Sunah karya Sayyid Sabiq dalam bab Mengurus Jenazah, para jumhur ulama berpendapat bahwa memandikan jenazah itu hukumnya fardhu kifayah. Artinya,
jika sebagian orang telah melakukannya, maka yang lain sudah terwakili. Hal tersebut merujuk pada perintah Rasulullah Saw. dan selalu dilaksanakan oleh kaum muslimin.
Di dalam pembahasan kitab yang sama, apabila jenazahnya tidak utuh (terpotong), maka tetap harus dimandikan, dikafani, dan disalatkan, kecuali apabila mati syahid maka tidak perlu dimandikan. Terkait jenazah yang mati syahid akibat peperangan dengan kaum kafir, maka dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad berikut ini:
“Janganlah kalian memandikan mereka karena setiap luka atau tetes darah akan menjadi wewangian pada hari kiamat.” Kala itu Rasulullah Saw. menyuruh agar para syuhada yang
gugur dalam Perang Uhud dimakamkan dengan darah mereka tanpa dimandikan dan
disalatkan.”
Baca Juga: Inilah Ancaman Bagi Orang yang Meninggalkan Zakat, Duh Seram!
Alasan mengapa jenazah para syuhada tidak dimandikan dan disalatkan karena menurut Imam Syafi’I dalam Fiqih Sunah Sayyid Sabiq itu agar para syuhada bisa bertemu dengan Allah dengan luka-luka mereka. Sebab, seperti dalam hadits di atas, luka-luka para syuhada yang gugur dalam peperangan akan menjadi wewangian.
Selain itu, keistimewaan lainnya adalah untuk meringankan beban kaum muslimin yang masih hidup. Mengingat pejuang yang masih hidup pun kebanyakan mengalami luka-luka dan khawatir apabila memandikan, memberikan kafan, dan menyalatkan jenazah para syuhada, pasukan yang masih tersisa akan kembali diserang oleh musuh.
Kemudian, masih menurut Imam Syafi’I dalam kitab yang sama, jenazah para syuhada itu sejatinya masih hidup (di sisi Allah). Sementara menyalati jenazah itu hanya untuk orang yang sudah meninggal. Atau, bisa dikatakan pula bahwa salat itu merupakan syafaat, sedangkan para syuhada yang gugur dalam peperangan tidak membutuhkan syafaat tersebut. Bahkan, merekalah yang akan memberikan syafaat kepada orang lain.
Lantas, bagaimanakah cara memandikan jenazah?
Seperti yang dirangkum dari kitab Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq, berikut tata cara memandikan jenazah kaum muslimin:
1. Hal yang wajib dilakukan ketika memandikan jenazah adalah mengalirkan air ke seluruh tubuh jenazah sebanyak satu kali meskipun jenazah tersebut sedang junub atau haid.
2. Disunahkan untuk meletakkan jenazah di tempat yang agak tinggi.
3. Pakaian jenazah dilepas dan diganti dengan esuatu yang bisa menutupi auratnya (jika jenazahnya sudah berusia balig).
Baca Juga: Hak Orangtua Setelah Meninggal Dunia
4. Orang-orang yang memandikan jenazah hanya orang yang diperlukan saja. Dilarang prosesi memandikan jenazah ini ditonton oleh banyak orang seperti sebuah hiburan.
5. Hendaklah yang memandikan jenazah adalah orang yang jujur, saleh atau salehah, dapat dipercaya, agar bisa menutup aib/sisi buruk jenazah dan hanya menceritakan sisi baiknya saja. Hal tersebut berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah.
6. Yang memandikan jenazah wajib berniat karena ia yang terpanggil untuk memandikan jenazah.
7. Proses memandikan jenazah selanjutnya setelah mengalirkan air sebanyak satu kali ke seluruh tubuh adalah memijat bagian perut jenazah dengan perlahan. Hal ini dilakukan untuk mengeluarkan kotoran kalau ada, lalu membersihkan najis yang terdapat di tubuhya.
8. Ketika membersihkan bagian aurat, hendaklah yang memandikan jenazah itu menggunakan sarung tangan. Hal itu karena menyentuh aurat hukumnya adalah haram.
9. Lalu jenazah diwudukan seperti wudu hendak salat.
Baca Juga: Orang yang Meninggal Sebelum Sempat Mengqadha Puasanya
10. Setelah diwudukan, lalu jenazah pun dimandikan sebanyak tiga kali dengan air dan sabun atau bisa juga dengan air bidara dan dimulai dengan bagian tubuh yang bagian kanan. Apabila tiga kali guyuran tidak cukup karena belum bersih, maka bisa dilebihkan menjadi lima atau tujuh guyuran. Hal tersebut berdasarkan dalam hadits sahih yang menyatakan bahwa Nabi
Saw. menyuruh memandikan jenazah dalam jumlah yang ganjil.
11. Jika jenazahnya wanita disunahkan untuk mengurai rambutnya, lalu dicuci dan dikepang kembali tanpa diikat ujungnya. Rasulullah Saw. dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban mengatakan adanya perintah untuk mengepang rambut jenazah wanita menjadi tiga kepangan, yakni satu di ubun-ubun, dan dua di atas.
12. Jika jenazah sudah dimandikan, tubuhnya lalu dikeringkan dengan kain bersih agar kain kafannya tidak basah, dan diberi wewangian dengan jumlah yang ganjil seperti yang diperintahkan Rasulullah Saw.
13. Makruh memotong kuku, mencabut/mencukur kumis, bulu ketiak, atau bulu kemaluan jenazah. Namun, Ibnu Hazm membolehkannya.
14. Para ulama sepakat, apabila dalam perut jenazah keluar sesuatu setelah dimandikan sebelum dikafani, maka wajib dibersihakan terlebih dahulu dan tidak perlu dimandikan ulang. Namun, ada pula pendapat yang wajib diwudukan dan ada yang mengatakan wajib dimandikan ulang.
15. Selanjutnya mencampurkan air dengan kamper kepada jenazah agar aromanya harum. Selain itu, kamper pun berfungsi sebagai pengawet untuk jenazah dan mengusir binatang. Apabila tidak ada kamper, bisa menggunakan bahan serupa. Penggunaan kamper ini sebagaimana yang disabdakan Nabi dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jamaah.
16. Bisa men-tayamum-kan jenazah apabila sama sekali tidak ada air.
Itulah tata cara memandikan jenazah. Semoga bisa menambah ilmu dan wawasan.