Oleh : Juniarti
Ini adalah sebuah kisah yang benar-benar terjadi pada diri seorang perempuan Muslim yang saya kenal betul. Pada bulan Ramadhan 1417 H, perempuan ini menjalankan ibadah puasa seperti layaknya seorang Muslim taat, yang tidak dilakukannya hanya datang ke mesjid untuk shalat tarawih karena anak bungsunya masih menyusu.
Jika tarwih tidak sempat dilakukannya di rumah, dia selalu berusaha melakukan shalat ini tidak kesamapain juga, dia berdzikir.Dia hanya sedih jika sepertiga malam terakhir bulan Ramadhan terlewat hanya dalam lelap dan sahur pun harus cepat-cepat. Biarpun memang tidak ada dosa jika tidak sempat melaksanakan ibadah sunnah, dia sadar betul bahwa Ramadhan adalah bulan yang benar-benar istimewa dan hanya orang-orang bodohlah yang rela melewatkannya secara tidak istimewa.
Kesadaran akan keistimewaan bulan Ramadhan yang membutanya memiliki seuah harapan khusus setiap kali bulan suci ini datang, yang mencapai puncaknya pada Ramadhan 1417 H tersebut. Harapannya ialah, di akhir Ramadhan, dia ingin kedatangan tamu.
Betul. Hanya tamu. Tamu yang wajahnya bersinar putih bersih dan rupawan bukan buatan, tetapi selalu bertabir gelap malam. Tamu yang pakaiannya hitam-hitam seperti hendak menolak segala sesuatu. Kabarnya, tamu ini hanya mau datang kepada manusia-manusia yang telah menghitam hangus oleh pembakaran fitri pada bulan Ramadhan, yang telah menjubahi nafsunya dengan penolakan terhadap semua dorongan yang bukan Tuhan.
Perempuan pengidam tamu ini, seperti perempuan normal lainnya, tentu saja juga memperhatikan penampilan.Dia senang mengenakan warna pastel untuk menghadiri masjid, pengajian, seminar, atau sekadar ke pasar. Warna putih tidak ada di lemari pakaiannya karena warna itu amat ingin kedtangan tamu idamannya kali ini dengan berwarna putih.Jika meungkin, dengan satu stel pakaian Muslimah berwarna putih juga.
Memang, agak keterlaluan idam-idaman perempuan ini karena tamu itu bukan saudara atau sahabtnya. Tamu itu bukan saudara atau sahabatnya.Tamu itu hanya dapat ditemui sekali-dua, beberapa jenak, sebelas bulan sekali. Hanya saja, perkenalannya memang amat mengesankan,yakni ketika perempuan itu baru punya satu anak yang masih bayi dan tengah didera habis oleh kerewelan bayinya. Kala itu, ketika malam-malam paling suci sepuluh hari terakhir Ramadhan menarik orang-orang di sekitarnya untuk mendtaangi masjid setiap malam, dia bahkan harus terbirit-birit hanya sekadar untuk sholat isya. Sementara, di kampung halamannya orang bermanja-manja dengan makanan ibu, dia samapai lupa makan malam dengan selembar kain gendongan dan seberat delapan kilo merengek dan membuat nyeri pundaknya.
Tiba-tiba saja, tanah tempat duduknya bergetar. Hanya selama beberapa detik dan segera berhenti. Dilihatnya beberapa saudaranya kaget dan berseru cemas, ?Lini!?
Namun, perempuan itu malah berlari dan dengan sukacita berteriak kepada suaminya yang terheran-heran.
?Tamu itu telah datang!?
Dikutip dari Buku : ? Permata Rumah Kita ?
Sebuah kisah yang benar-benar terjadi pada sahabat si penulis.
Sahabat, kita pun merindukan ?Tamu akhir Ramadhan? itu datang kepada kita, walaupun kita merasa tidak layak, karena hanya Alloh dan kita sendiri saja yang tahu kualitas ibadah kita sejauh mana?
Namun kita jangan pernah melewatkan untuk senantiasa berdo?a di keseharian kita, ? Ya Alloh berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya?ban, dan sampaikanlah di Bulan Ramadhan .?
Dengan do?a ini, Semoga Kenikmatan beribadah menghiasi hari-hari Ramadhan kita. Karena aktifitas kita di Bulan Suci ini lebih banyak aktifitas-aktifitas nya dari pada bulan-bulan yang lain.
Dan Semoga Alloh karuniakan Kekuatan agar Istiqomah untuk senantiasa berdiri tegak dalam Ibadah di gelapnya malam, di khusyu? nya sujud-sujud panjang kita, di syahdunya tilawah-tilawah kita, dan di semangatnya shaum-shaum lapar kita.
Setiap Manusia sesungguhnya dapat menemukan bahwa di hadapan Yang Maha Mencipta, dirinya hanya sebongkah kelegaman, yang bukan apa-apa, yang pekat oleh kebodohan, kekhilafan, dan kelemahan?.?
7 Hari Jelang Ramadhan