Sinergitas Zakat dan Pajak

oleh | Mar 6, 2023 | Berita

 

Nur Efendi, Board of Trustee Rumah Zakat, Mahasiswa Magister Ekonomi Syariah UNISBA Bandung.

Setiap tahun pada bulan Maret ini, sebagian
besar masyarakat Indonesia mulai laporkan SPT tahunannya tentang pajak dan
harta kekayaan mereka. Lebih khusus tahun ini, isu tentang pajak menyeruak
menjadi perbincangan masyarakat setelah harta kekayaan salah satu pejabat
pengelola pajak di Kementerian Keuangan menjadi sorotan publik.

 

Akibat isu tersebut, sebagian pihak mulai
mempertanyakan urgensi pajak, sedangkan pada sisi lain, masyarakat pun
membandingkan pajak dengan instrument pemungutan dana publik lainnya seperti
zakat. Jika kita telisik lebih dalam, tujuan besar antara zakat dan pajak
sangatlah beririsan yaitu untuk berkontribusi menyelesaikan permasalahan
ekonomi dan pengentasan kemiskinan, walaupun beberapa persamaan dan perbedaan
antara zakat dan pajak dan juga irisan persamaannya.

Dalam
praktiknya, penyaluran dan pengumpulan zakat dapat diberikan langsung baik
kepada penerima manfaat (mustahik) dan juga kepada amil (pengelola) zakat
sesuai dengan ketentuan dalam Fatwa MUI No. 8 tahun 2011 dan Undang-undang
zakat no. 23 tahun 2011 (baca tulisan penulis pada Republika, ‘Mengapa
Zakat Melalui Lembaga’, 12/01/2023). Sedangkan dalam pajak, fungsi pemungutannya dilakukan
oleh negara melalui Dirjen Pajak.

Zakat merupakan kewajiban (rukun Islam) bagi
setiap muslim yang sudah menjadi wajib zakat (muzaki) dan secara khusus
diperuntukkan untuk 8 asnaf (golongan) seperti fakir, miskin, fisabilillah,
ibnu sabil, gharimin, riqab, mualaf, dan amil. Tujuan
zakat ini, dalam Alquran surat At Taubah 103 disebutkan untuk membersihkan
harta dan menyucikan jiwa. Dengan berzakat, bagi umat Islam diyakini akan
tumbuh keberkahan dalam kehidupannya.

 

Tak mengherankan jika potensi zakat di
Indonesia tercatat hingga Rp 327 triliun (Baznas, 2022) karena setiap umat
Islam tentunya berlomba-lomba ingin membersihkan harta dan jiwa mereka dengan
berzakat. Di Indonesia sendiri, pertumbungan zakat terus meningkat dengan
semakin bertambahnya pengumpulan zakat dan lembaga-lembaga zakat sebagai sarana
bagi masyarakat muslim untuk menunaikan kewajibannya.

 

Dalam penelitian yang dilakukan Puzkas Baznas
(2020), tercatat lebih dari 300 ribu mustahik yang berhasil terentaskan dari
garis kemiskinan dengan jumlah 44% mustahik fakir miskin tidak lagi berada di
dalam garis kemiskinan setelah Lembaga Amil Zakat (LAZ) dan BAZNAS
berkolaborasi menggunakan dana zakat untuk program pendayagunaan mustahik.
Riset ini menunjukkan bahwa zakat sangat berperan penting dalam kontribusi
pengentasan kemiskinan, dan ini tentu saja selaras dengan tujuan pajak itu
sendiri.

 

Dengan demikian, zakat tidak berada dalam
posisi berhadapan dengan pajak, melainkan salah satu instrumen pengumpulan dana
publik yang ditujukan untuk kemaslahatan bersama. Dengan konsep inilah, pemerintah
berusaha mensinergikan antara zakat dan pajak yang diatur dalam UU Zakat No. 23
Tahun 2011 dan UU No.36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam Pasal 22 UU Zakat,
disebutkan bahwa zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ
dikurangkan dari Penghasilan Kena Pajak.

 

Tata
cara pengurangan penghasilan kena pajak ini diatur dalam PP No. 18 tahun 2009,
Keputusan Dirjen Pajak No. 163 tahun 2003 dan regulasi lainnya agar memudahkan
muzaki dalam menunaikan zakat sekaligus mengurangi kewajiban atas pajak
penghasilan mereka. Secara mudah, muzaki dapat membayar zakat kepada LAZ / BAZ
yang memiliki legalitas dan tercatat resmi untuk mendapatkan Bukti Setoran Zakat (BSZ) yang
kemudian akan dilampirkan pada laporan SPT Tahunannya untuk kemudian pihak
pengelola pajak akan mengurangkannya. 

 

Profesionalitas
dan Kolaborasi

 

Baik zakat maupun pajak harus dikelola secara profesional
agar tujuan besar keduanya dapat tercapai. Dalam hal ini, pengawasan kedua
instrumen tersebut sudah diatur dalam Undang-undangnya masing-masing.
Kepercayaan publik untuk menyalurkan zakat dan pajaknya kepada pengelola zakat
dan pajak merupakan tantangan yang harus dibuktikan dengan asas kepatuhan dan
asas kepatutan. Artinya, setiap pengelola pajak maupun zakat harus patuh kepada
regulasi seperti memastikan dana dikelola secara profesional dan sesuai regulasi,
sekaligus peka terhadap norma sosial dan agama di masyarakat.

 

Untuk mewujudkan hal tersebut, ada beberapa hal yang perlu
dipersiapkan dan dikolaborasikan antara pengelolaan zakat dan paja. Pertama,
aturan zakat pengurang pajak tentu dapat meningkatkan penghimpunan zakat, dan
pada ujungnya akan berdampak langsung kepada pengentasan garis kemiskinan. Hal
ini sangat memungkinkan karena zakat dan pajak berjalan beriringan, tidak
saling tumpang tindih sehingga masyarakat merasa terbebani harus membayar dua
hal kewajibannya sekaligus. Bahkan bukan tidak mungkin, suatu saat zakat secara
langsung dapat mengurangi pajak, bukan hanya penghasilan kena pajak.

 

Kedua, diperlukan penguatan koordinasi antar stakeholder.
Lembaga Amil Zakat, Badan Amil Zakat, Kementerian Keuangan, Kementerian Agama,
dan lembaga-lembaga terkait perlu duduk bersama merancang bluperint
ekonomi Indonesia dan berbagi peran bersama agar kesejahteraan masyarakat dapat
terwujud. Koordinasi ini dapat dilakukan untuk menguatkan data, merumuskan
regulasi bersama, penguatan pengawasan dan pembinaan lembaga-lembaga zakat
hingga menjalankan program bersama untuk pengentasan kemiskinan.

 

Terakhir, yaitu penguatan kolaborasi. Saat ini, potensi
zakat yang begitu besar masih belum optimal. Dengan kolaborasi antara unsur
pengelola zakat dan pajak, percepatan program pengentasan kemiskinan pemerintah
dapat berjalan dengan baik.  Direktorat Jenderal Pajak sebagai
otoritas resmi tentunya memiliki informasi jumlah harta kekayaan setiap
individu ataupun perusahaan di Indonesia. Dengan terjalinnya kolaborasi,
Organisasi Pengelola Zakat dapat secara optimal mengumpulkan zakat dari para
muzaki sehingga target zakat nasional yagn dicanangkan pemerintah dapat
terpenuhi.

 

Kolaborasi
ini dirasa sangat penting karena zakat pada satu sisi, akan memperkuat ekonomi
nasional dan pada sisi lain, ghirah masyarakat untuk berzakat dan
membayar pajak sekaligus terus bertambah dengan terjalinnya sinergitas antara
pajak dan zakat. Hal ini akan meminimalisir tumpang tindih program pengentasan
kemiskinan, yang sama-sama dilakukan dari hasil penghimpunan zakat dan pajak.
Dan tentu yang kita harapkan adalah harta semakin berkah, dan negeri ini
menjadi negeri yang Baldatun Thoyyibatun wa Rabbun Ghafuur. Aamiin.

 

Perasaan kamu tentang artikel ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0