Ibadah haji adalah salah satu rukun Islam yang diwajibkan
bagi setiap muslim yang mampu. Menjalankan haji dengan penuh keikhlasan
seharusnya membawa perubahan signifikan dalam kehidupan seorang muslim.
Namun, ada fenomena yang mengkhawatirkan dimana sebagian jemaah
haji masih terjerumus dalam perbuatan maksiat setelah kembali dari tanah suci.
Bagaimana pandangan para ulama mengenai hal ini?
Dalam tulisan ini, redaksi akan mengutip pandangan Buya
Yahya, Ustaz Abdul Somad, dan Gus Baha untuk memberikan pemahaman yang lebih
mendalam yang kami himpun dari berbagai sumber. Berikut penjelasannya!
Pandangan Buya Yahya
Buya Yahya menekankan bahwa haji adalah proses penyucian
diri yang seharusnya membawa perubahan positif dalam perilaku seorang muslim.
Menurut beliau, jika seseorang masih melakukan maksiat setelah pulang haji, itu
menunjukkan bahwa proses taubatnya belum sempurna.
Buya Yahya menyarankan agar orang tersebut kembali
memperkuat keimanannya dengan memperbanyak ibadah dan memperdalam ilmu agama.
“Orang yang telah menjalankan haji seharusnya menjadi
lebih dekat kepada Allah. Jika masih terjerumus dalam maksiat, maka introspeksi
diri dan memperbaiki kualitas ibadah adalah langkah yang harus diambil,”
ujar Buya Yahya dalam salah satu ceramahnya.
Baca Juga: 4 Keutamaan Menunaikan Ibadah Haji
Pandangan Ustaz Abdul
Somad
Sementara Ustaz Abdul Somad menekankan pentingnya niat yang
tulus dan tekad yang kuat dalam menjalankan ibadah haji. Menurutnya, haji bukan
sekadar ritual fisik semata, tetapi juga perjalanan spiritual yang harus
meresap ke dalam hati setiap muslim yang menjalankannya. Beliau menjelaskan
bahwa jika seseorang masih berbuat maksiat setelah haji, itu bisa jadi karena
niat hajinya tidak benar-benar tulus atau tidak memahami esensi dari ibadah
tersebut.
“Allah tidak melihat rupa dan fisik kita, tetapi Allah
melihat hati dan niat kita. Kalau setelah haji masih berbuat maksiat, periksa
lagi niatnya. Apakah kita berhaji karena Allah atau hanya karena ingin disebut
sudah berhaji?” jelas Ustaz Abdul Somad dalam sebuah tausiyah.
Pandangan Gus Baha
Gus Baha memberikan perspektif yang menekankan pentingnya
pembinaan diri yang kontinu. Beliau menjelaskan bahwa haji adalah bagian dari
proses panjang dalam membangun karakter muslim yang taat. Menurut Gus Baha,
terjerumusnya seseorang ke dalam maksiat setelah haji menunjukkan bahwa masih
ada kelemahan dalam pemahaman dan praktik agama yang perlu terus diperbaiki.
“Haji adalah momen puncak, tetapi bukan akhir dari
perjalanan spiritual kita. Jika masih ada maksiat, itu berarti kita harus terus
belajar dan memperbaiki diri. Pembinaan akhlak harus terus-menerus
dilakukan,” ujar Gus Baha dalam salah satu pengajiannya.
Kesimpulan
Pandangan para ulama menunjukkan bahwa maksiat setelah haji
merupakan tanda bahwa proses penyucian diri belum sempurna. Buya Yahya
menekankan pentingnya memperkuat keimanan dan memperdalam ilmu agama, Ustaz
Abdul Somad mengingatkan pentingnya niat yang tulus dan pemahaman esensi
ibadah, sementara Gus Baha menekankan perlunya pembinaan diri yang kontinu.
Ketiga pandangan ini mengarahkan kita untuk tidak berhenti
pada ritual semata, tetapi terus berusaha meningkatkan kualitas ibadah dan
akhlak dalam kehidupan sehari-hari.
Baca Juga: Bolehkah Berhaji Berulang Kali?
Dengan demikian, setelah menjalankan haji, penting bagi
setiap muslim untuk tetap menjaga keimanan dan menjauhi maksiat melalui
pembinaan diri yang terus-menerus, memperdalam ilmu agama, dan menjalankan
ibadah dengan ikhlas.
Sahabat, selain menjalankan ibadah haji, bulan Zulhijah pun
identik pula dengan ibadah qurban. Selain mengelola zakat, infak, sedekah, dan dana
kemanusiaan, Rumah Zakat pun mengelola dan mendistribusikan daging qurban ke daerah-daerah
di Indonesia dan luar negeri. Sahabat bisa ikut terlibat dalam program qurban
Rumah Zakat dengan mengikuti tautan berikut ini.