Oleh Wahyuni Juniarti Talib
Rumah Zakat-Regional Kasulpa
Senyum, sebuah aktivitas yang mudah namun tak mudah. Mudah karena sebenarnya setiap orang bisa saja melakukannya. Tinggal menggerakkan bibir sedikit, sudah tercipta sebuah senyuman. Namun tidak juga mudah, karena ternyata seringkali orang merasa sangat berat untuk sekedar tersenyum. Bahkan terkadang, muka yang masam, cemberut, dan sangar yang ditampilkan kepada saudara sesama muslim. Terlebih yang punya ‘ beda’ denganya entah beda status ekonomi, jabatan, popularitas, pekerjaan sampai beda tempat pengajian.
Kadang terjadi, sikap ramah dan murah senyum yang ditampilkan hanya berlaku ketika ada hubungan duniawi yang menurut bersikap ramah. Begitu urusan selesai, senyum pun hilang dan wajah kembali tegang. Di saat musibah, senyum juga menjadi sesuatu yang berat dilakukan. Derita, kepedihan dan kesakitan menjadikan senyum berharga mahal.
Jadi, sebuah senyuman kadang mudah namun terkadang sulit untuk dilakukan. Senyum sebenarnya bisa merupakan perbuatan mengundang pahala, sebagaimana sudah diketahui oleh banyak umat Islam. Namun di sinilah sisi yang sulit itu, karena bagaimana pun sebuah aktivitas yang berpahala selalu saja ada halanganya. Entah dari sisi keikhlasan, atau dari sisi mencontoh Nabi.
Sebagaimana tercantum dalam banyak hadits, Rasulullah adalah seorang pribadi yang murah senyum, namun sedikit tertawa. Nilai senyuman Nabi bisa menjadi penetapan hukum tersendiri, karena, karena senyum tersebut bisa bermakna persetujuan beliau terhadap aktivitas, atau ucapan yang dilakukan oleh sebagian sahabatnya. Disamping beliau sendiri tersenyum, beliau pun menganjurkannya. Bahkan hal tersebut bisa dinilai sebagai suatu sedekah. Akhirnya, biarlah senyuman tetap bersifat mudah sesuai sunnah agar benar-benar bermakna sedekah. Maka tersenyumlah…
Rasulullah SAW dalam suatu kesempatan pernah bersabda, “Tersenyum ketika bertemu dengan saudara kalian adalah ibadah,” riwayat At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Baihaqi.