Oleh: Dwi Churnia Ramadhani
Aisyah bercerita bahwa orang-orang Quraisy diributkan oleh perkara seorang wanita dari Bani Makzum yang mencuri. Wanita ini berasal dari kalangan bangsawan sehingga mereka ragu untuk melaporkan kepada Rasulullah.
Setelah berdebat, akhirnya disetujui agar Usamah bin Tsabit yang menyampaikan kepada rasul. Alasannya, Usamah sangat dekat dan merupakan kesayangan Rasulullah. Usamah kemudian menyampaikan kasus pencurian itu dan sekaligus meminta keringanan hukuman untuk wanita tersebut. Setelah Usamah usai menyampaikan, Rasululah bertanya, “Apakah kau hendak bersyafaat atas hukum-hukum Allah, wahai Usamah?”
Rasulullah tidak menyetujui usulan Usamah untuk memberikan keringanan hukuman hanya karena wanita itu berasal dari kalangan bangsawan.
Rasulullah kemudian berdiri dan menyampaikan pidato di hadapan orang banyak: “Sesungguhnya rusaknya kaum sebelum kalian itu disebabkan apabila salah seorang yang terhormat di antara mereka mencuri, mereka biarkan. Namun, kalau orang lemah yang mencuri, mereka menghukumnya. Demi Allah, seandainya Fathimah binti Muhammad mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” (HR Bukhari).
Dari pidato Rasulullah tersebut, kita bisa mengambil beberapa hikmah tentang keadilan. Pertama, keadilan adalah milik semua orang tanpa pandang bulu. Masyarakat biasa, bangsawan, miskin ataupun kaya, haruslah mendapatkan perlakuan yang sama di hadapan hukum.
Untuk menunjukkan kesamaan di hadapan hukum, Rasulullah sampai mengandaikan Fathimah, putri yang sangat dicintainya, pun akan diberi hukuman yang sama dengan yang lain ketika dia melakukan kesalahan.
Kedua, Rasulullah mengingatkan bahwa ketidakadilan hukuman bisa menjadi penyebab utama kerusakan sebuah masyarakat. Ketika hukum hanya memihak kepada segolongan kecil kelompok elite dan menindas kelompok masyarakat bawah, misalnya, suatu masyarakat sebenarnya telah berada di pintu kehancuran atau bahkan sudah mengalami kehancuran.
Keadilan adalah salah satu pilar utama dari bangunan masyarakat. Ketika keadilan mulai hilang, masyarakat pun akan hancur. Kini, kita menyaksikan kebenaran pidato Rasulullah dalam masyarakat kita. Fenomena bahwa hukum bisa ”dibeli” atau diatur, hanya berpihak pada segolongan masyarakat tertentu serta ketidakpedulian terhadap masyarakat kecil, menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap hukum hampir tidak ada.
Apatisme terhadap hukum telah meluas, bahkan untuk sekadar melaporkan kehilangan atau ketidakadilan yang mereka alami pada penegak hukum pun, masyarakat menjadi segan karena tidak yakin akan ditanggapi dan ditangani dengan baik.
Di sisi lain, masyarakat juga melihat betapa pengadilan telah menjadi panggung sandiwara besar yang tiap hari menyuguhkan tontonan. Maka, tampaknya tak ada jalan lain bagi kita untuk menghindari kehancuran yang lebih parah selain dengan kembali menegakkan keadilan untuk semuanya. Wallahua’lam.
Sumber: republika.co.id