SAAT HARUS MENJADI SAKSI PALSU DEMI KEBAIKAN

oleh | Mar 10, 2010 | Konsultasi Islami

Oleh Kardita Kintabuwana, Lc, MA

Dewan Syariah Rumah Zakat

Assalamu\’alaikum

Saya bekerja di sebuah lembaga yang identik dengan Islam. Namun menurut saya, masih ada celah yang tidak sesuai dengan Islam. Di lembaga tersebut, ada karyawan ikhwan dan akhwatnya yang bekerja dalam satu tim. Hingga suatu saat karena suatu hal hanya kami berdua. Saya ikhwan sudah menikah dan dia akhwat belum menikah. Ada regulasi/aturan dari lembaga, jika menghitung uang cash opname harus ada saksi seorang karyawan lain. Dan kebetulan yang ada adalah saya. Hingga akhirnya saya memutuskan menolak sebagai saksi, sebab jika saya sebagai saksi secara otomatis saya harus duduk berdekatan (yang memungkinkan untuk melihat perhitungan). Tapi dia mengatakan bahwa harus ada saksi karena merupakan regulasi dari atasan. Saya masih belum memberikan jawaban, hingga akhirnya dia berencana tetap menghitung sendiri, dan saya hanya tanda tangan saja. Bagaimana menyikapi hal ini? Saya terus terang cenderung tidak sebagai saksi, hanya tanda tangan saja. Tapi satu sisi keberadaan tanda tangan saya adalah dusta karena tidak bisa mewakili diri.

Abu,

Balikpapan

wa‘alaikumsalam wr. wb.

Sobat Abu yang budiman, adakalanya dalam kehidupan nyata ini kita dihadapkan dalam suatu situasi yang berlawanan dengan keyakinan diri kita, dan seringkali pula bertentangan dengan keyakinan keagamaan kita. Sering kita berharap bahwa sesuatu yang kita pilih sesuai dengan idealisme, namun kenyataannya sangat berbeda dari harapan. Contoh yang realistis adalah lingkungan dimana kita bekerja, bahkan perusahaan atau lembaga yang mengatasnamakan Islam sekalipun pada kenyataannya banyak yang belum menerapkan aturan-aturan Islam secara  utuh dan sempurna. Satu sisi mungkin kita melihat ini sebuah kekurangan yang perlu diperbaiki, namun di sisi lain  hal itu mungkin sebuah sarana bagi kita untuk bisa turut berkontribusi memperbaiki keadaan dan melakukan dakwah di lingkungan tersebut. Mencela kondisi yang ada itu bukan suatu sikap yang bijaksana.

Sobat Abu yang baik, memang hal tersebut merupakan sebuah dilemma. Namun, Islam memberikan berbagai solusi kemudahan bagi kita dalam menjalankan perintah dan syariat-Nya sebagaimana firman Allah SWT: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS. Al-Baqarah: 286), dan firman Allah SWT: “Allah menghendaki kemudahan bagimu  dan tidak menghendaki kesukaran bagimu” (QS. Al-Baqarah: 185), juga dalam ayat yang lain Allah SWT berfirman: “Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan” (QS. Al-Hajj: 78). Demikian pula Rasulullah SAW pernah bersabda: “Permudahlah dan jangan dipersukar” (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh karena itu, dalam hal tadi ada beberapa jalan keluar yang mungkin bisa diambil:

1.    Menyampaikan keberatan anda kepada pihak pimpinan dan managemen bahwa keberadaan anda sebagai saksi tidak sesuai dengan ajaran Islam yang dipahami (amr ma’ruf nahi munkar)  dengan cara yang baik, dan kalau hal itu belum mampu dilakukan maka:

a.   Yang paling ideal yaitu kalau dalam setiap penghitungan uang tersebut sebisa mungkin mencari kawan lain, pria maupun wanita sehingga tidak terjadi kondisi berduaan (khalwat) yang menyebabkan syetan memanfaatkan kesempatan tersebut sebagaimana sabda Rasul: “Apabila kalian berdua-duaan (lawan jenis) maka yang ketiga adalah syetan”
 

b.   Kalau hal tersebut tidak memungkinkan maka dalam kondisi sesekali (tidak terus menerus) diperbolehkan berduaan tapi dengan syarat: setiap orang menjaga diri dengan senantiasa beristighfar kepada Allah, tidak diperkenankan saling bersentuhan dan bertatapan wajah dan mata, juga menghindarkan pembicaraan yang tidak perlu atau mengarah kepada pembicaraan kotor/cabul.

c.   Menandatangani apa yang tidak saksikan walaupun berat dengan senantiasa beristighfar kepada Allah, hal ini merupakan Akhaffu al-dhararain (pilihan yang paling ringan mudharatnya) sebagaimana kaidah ushul fiqh. Namun, harus ada usaha dari anda untuk merubah kondisi tersebut dan tidak dibiarkan terjadi terus menerus.

2.    Apabila hal itu sulit dirubah dan terjadi terus menerus maka sesungguhnya karunia Allah itu luas, dan Allah akan setia menolong setiap hamba-Nya yang senantiasa istiqamah di jalan-Nya dan menegakkan ajaran-Nya.

Mudah-mudahan penjelasan ini bermanfaat dan sobat Abu senantiasa diberikan bimbingan dan kekuatan dari Allah SWT. Wallahu a’lam

 

Perasaan kamu tentang artikel ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0