KENDARI – Kamis, (12/10) Rumah Zakat melakukan tanam
pohon mangrove sebanyak 1.000 batang yang dibagi ke dalam dua lokasi penanaman
yaitu, di pesisir Kelurahan Bungkutoko, kecamatan Nambo, Kota Kendari dan di
Desa Tapulaga kabupaten Konawe.
Kegiatan ini merupakan rangkaian dari bulan Peringatan
Risiko Bencana yang tahun ini Kendari menjadi tuan rumah perhelatan akbar
tentang kebencanaan. Kendari sendiri memiliki potensi bermacam bencana seperti
banjir, longsor, bahkan Tsunami.
Selain itu banyak daerah pesisir yang mengalami abrasi,
sehingga penanaman mangrove ini bertujuan untuk mengurangi abrasi tersebut
sekaligus menjadi bentuk mitigasi bencana di kawasan pesisir.
Dalam kegiatan tanam mangrove, Rumah Zakat juga bersinergi
dengan berbagai stakeholder yang ada, antara lain: akademisi dari perguruan
tinggi Universitas Haluoleo, pemerintah daerah, masyarakat sekitar pesisir,
dunia usaha bahkan media pun turut andil. Lebih kurang 100 orang turut andil
dalam kegiatan tanam pohon.
Ini menjadi sebuah gerakan bersama untuk meningkatkan
kesadaran masyarakat bahwa dalam penanggulangan bencana tidak bisa dilakukan
oleh satu pihak saja, perlu ada kolaborasi dari seluruh pihak yang ada. Bencana
tidak bisa dihindari, namun dengan edukasi kebencanaan diharapkan risiko yang timbul
dapat diperkecil.
Sehari sebelumnya, Rabu (11/10) Nurmansyah selaku Disaster
Risk Reduction Manager Rumah Zakat juga sebagai pembicara dalam Seminar
Nasional Rumah Ibadah Tangguh Bencana yang diselenggarakan di Universitas
Muhammadiyah Kendari. Tema ini diambil karena adanya beberapa faktor, yaitu
pertama data yang diambil dari DIBI (Data dan Informasi Bencana Indonesia) pada
periode 10 tahun terakhir yang menunjukkan kejadian bencana terjadi sebanyak
lebih dari 25.000 kali.
Rumah Ibadah menjadi salah satu infrastruktur yang
terdampak, jika kita ambil contoh kejadian gempa di Cianjur, Jawa Barat
terdapat 157 Rumah ibadah yang rusak dengan kategori berat hingga ringan.
Kedua, jika terjadi bencana Rumah ibadah menjadi salah satu tujuan masyarakat
untuk berlindung bahkan dijadikan tempat pengungsian sementara. Ketiga, Rumah
ibadah memiliki potensi untuk sosialisasi kebencanaan yang dilakukan oleh para
tokoh agama yang ada melalui kegiatan keagamaan.
Seminar Nasional ini telah melahirkan buku yang berjudul
Rumah Ibadah Tangguh Bencana yang membahas tentang enam agama yang resmi diakui
di Indonesia, yaitu Islam, Kristen Protestan, Kristen Katolik, Hindu, Buddha,
dan Konghucu. Ini menunjukkan bahwa kepedulian tokoh agama juga diperlukan
dalam mitigasi bencana, karena sejatinya tiap – tiap agama meyakini bahwa ada
dalil yang mendasar dalam kitab suci masing-masing tentang kebencanaan itu
sendiri. Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Ibu
Dra. Prasinta Dewi M. A. P menyampaikan dalam sambutannya bahwa dalam
penanggulangan bencana kita harus meningkatkan kapasitas seluruh stakeholder
yang berdampak sebagai bentuk investasi pembangunan. Ada tujuh ketangguhan
salah satunya ketangguhan Rumah Ibadah, tidak hanya bangunan namun juga sumber daya
manusia yang ditunjang oleh sarana dan prasarana lainnya seperti adanya
pelatihan, peralatan kebencanaan dsb. Sehingga ketangguhan masyarakat Indonesia
terhadap bencana secara keseluruhan meningkat.
Newsroom
Amri Rusdiana