REWARD DAN PUNISHMENT PADA ANAK

oleh | Mar 11, 2016 | Inspirasi

hadiah-dan-hukuman-untuk-anakOleh: Vindhy Fitrianti.

Assalamu’alaikum. Teh Vindhy anak saya umurnya 3 tahun. Bagaimana menanamkan sifat baik pada dirinya dengan pemberian reward and punishment.

Sariasih, Semarang

Wa’alaikumussalam Wr. Wb.

Ibu Sariasih yang dirahmati Allah, bahagianya ketika semua orangtua di negeri ini memiliki komitmen yang sama untuk menanamkan sifat baik pada anak-anaknya seperti Ibu. Dan yang terpenting adalah, para orang tua tidak berhenti hanya sebatas harapan dan keinginan namun mewujudkannya dalam barisan ikhtiar dengan menggali metode-metode yang ada. Semoga ikhtiar ibu diridhai Allah dan Dia menjadikan anak Ibu sebagai investasi akhirat orang tuanya.

Kabar baik untuk Ibu Sariasih, anak-anak usia dini adalah manusia yang paling siap diarahkan atau mulai dibentuk karakternya. Hadits Rasulullah saw pun menegaskan demikian, yang intinya mengatakan bahwa “Setiap anak lahir dengan fitrah, bergantung orangtuanya bagaimana dia dibentuk”. Dan di usia 3 tahun ini, anak berada pada periode perkembangan “Pra-Sekolah” (2 – 5/6 thn) yang pada masa ini anak sudah dapat dan perlu menguasai kelima hal berikut :

  1. Belajar konsep sosial benar-salah
  2. Belajar mengembangkan hati nurani (kasih sayang)
  3. Mempelajari perbedaan jenis kelamin
  4. Belajar menjalin hubungan emosional yang lebih matang dengan lingkungan sosial (rasa marah, kecewa, senang, sedih, dll)
  5. Mempersiapkan diri untuk membaca. (Mempersiapkan tidak sama dengan “bisa/ mahir membaca”)

Dan untuk menanamkan sifat baik pada anak, terdapat banyak metode. Yang perlu diingat, hal pertama yang kita perlu lakukan adalah bersandar pada Allah. Artinya meminta pada-Nya untuk menjadikan keturunan kita termasuk dalam golongan orang-orang yang shaleh. Setelah itu, kita berkaca pada Rasulullah saw. Salah satu faktor penting dari pendidikan Rasulullah saw adalah karena beliau menjadikan dirinya model dan teladan bagi umatnya (the living Qur’an). Selanjutnya, setelah senantiasa menjadi teladan dari sifat baik tersebut, barulah kita menggali ragam metode lainnya.

Metode reward and punishmet pada intinya adalah untuk memperkuat perilaku baik dan menjadikannya menetap, serta untuk melemahkan perilaku buruk dan menjadikannya hilang pada diri seseorang. Metode ini sangat bergantung pada reinforcement dankekonsistenan lingkungan menerapkan metode ini.

Reinforcement adalah sesuatu yang bila diberikan setelah tingkah laku dilakukan, akan meningkatkan frekuensi timbulnya tingkahlaku tersebut. Sebaliknya, bila reinforcement tidak diberikan lagi, maka tingkah laku tersebut akan makin jarang dilakukan atau tidak akan muncul lagi. Reinforcement sering disebut “penguat tingkah laku”. Jadi yang perlu dicari dan diobservasi adalah reinforcement apakah yang bermakna bagi anak.

Pada awal pelaksanaan metode ini, efektivitasnya akan sangat bergantung pada kekuatan reinforcement yang tersedia bagi anak. Dengan berjalannya waktu, anak tidak lagi teralu bergantung pada pemberian reinforcement untuk mau melakukan tugas-tugasnya. Lalu apa hubungannya reward, punishment, dengan reinforcement? Reward dan punishment adalah nama lain dari pemberian reinforcement. Ketika anak diberi reinforcement, hal ini dapat menjadi reward bagi anak. Dan ketika reinforcement tidak diberikan/ ditahan, hal ini dapat menjadi punishment untuk anak.

Metode ini menjadi tidak efektif jika reinforcement disamakan dengan sogokan dan diberikan tidak tepat waktunya. Misalnya bila kita melihat anak bertingkahlaku tidak baik, kita membujuknya dengan mengatakan bahwa bila ia mau diam maka ia akan memperoleh hadiah (reward). Situasi lain yang dapat menimbulkan kesan menyogok adalah bila kita menjanjikan hadiah pada saat kita meminta anak melakukan sesuatu.

Cara ini dapat mengakibatkan anak tidak mau melakukan permintaan kita bila ia tidak dijanjikan akan diberikan sesuatu. Kesemuanya ini berbeda dengan penggunaan reinforcement positif yang terencana. Selain itu kekhawatiran yag paling banyak ditemukan terhadap metode ini adalah anak menjadi tergantung pada hadiah. Hal ini hanya akan terjadi jika hadiah tidak secara bertahap dikurangi dan kita tidak mempersiapkan motivator yang natural.

Kadang orang tua bingung untuk menggunakan reinforcement karena tidak mengetahui apa yang dapat menjadi motivator bagi anaknya. Biasanya kondisi ini terjadi karena anak telah memperoleh banyak reinforcement dalam kehidupannya sehari-hari sehingga ia tidak perlu melakukan apapun untuk memperolehnya. Makanan kecil, menonton TV, bepergian, dsb sudah menjadi kegiatan rutin. Dalam keadaan ini kita harus menetapkan reinforcement bagi anak.

Kita dapat menetapkan reinforcement dengan cara mengobservasi anak. Reinforcement tidak harus mewah dan rumit, tetapi dapat berupa hal-hal kecil yang “dikemas” menarik atau yang “dijual” secara antusias. Setiap benda dan kegiatan yang dipilih anak pada waktu luangnya dapat dijadikan reinforcement, termasuk pula bermain dengan orang tua, jalan-jalan, atau dibelai.

Yang pertaman harus dilakukan untuk mengembangkan reinforcement adalah dengan memperkenalkan anak pada hal-hal yang potensial menjadi reinforcement. Misalnya saja, kita mengajarkan anak menjalankan mainan supaya ia tahu betapa menariknya mainan tersebut. Kita dapat juga memperkenalkan makanan baru yang mulanya tidak pernah dicoba oleh anak. Cara lain adalah dengan memberikan kesempatan “cuma-cuma” untuk merasakan reinforcement baru. Ketika anak tampak menyukainya, barulah kita gunakan benda/aktivitas tersebut sebagai hadiah bila ia melaksanakan tugasnya dengan baik. Demikian Ibu Sariasih, semoga sedikit penjelasan dari saya bisa membantu.

 

Perasaan kamu tentang artikel ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0