oleh Dewi Fitri Suryaningsih
Baarokallohulaka wabaroka alaika wajamaa bainakumaa fiikhoir, semoga Allah memberi berkah kepadamu baik dalam kondisi senang dan susah dan mengumpulkan kalian berdua di dalam kebaikan. Seringnya kita mendengar seseorang mendoakan agar kita selalu dalam keberkahan Allah.
Apa berkah itu? Berkah artinya tetapnya sesuatu dalam kebaikan dan tetapnya kebaikan dalam setiap sesuatu. Kapankah ada keberkahan itu dalam pernikahan itu? Untuk sebagian orang menikah adalah sesuatu yang memusingkan, repot dan membelenggu sehingga selalu menundanya. Mereka yang menolak ini biasanya miskin informasi mengenai keberkahan menikah. Materi selalu jadi prioritas menikah, kesiapan mental adalah poin berikutnya.
Di Indonesia orang-orang menunda menikah kadang didasarkan pada hal tabu yang lahir dari kebudayaan yang tidak islami. Rasulullah Saw bersabda, dari Anas, bahwa ada sebagian shahabat yang berkata, “aku tidak akan kawin”. Sebagian lagi berkata, “aku akan shalat terus-menerus dan tidak akan tidur”. Sebagian lagi berkata, “aku akan berpuasa terus-menerus”. Kemudian hal ini sampai kepada Nabi Saw. Rosulullah Saw. bersabda, “Bagaimanakah keadaan kaum itu, mereka mengatakan demikian dan demikian? Padahal aku berpuasa dan berbuka, shalat dan tidur, dan akupun mengawini wanita. Maka barangsiapa yang tidak menyukai sunnahku, bukanlah dari golonganku,” (HR. Ahmad, Bukhari dan Muslim). Dari Qatadah dari Hasan dari Samurah, bahwa sesungguhnya Rosulullah Saw melarang membujang, dan Qatadah membaca ayat, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka isteri-isteri dan keturunan” (Ar-Ra’d: 38) [HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah].
Menikah menyempurnakan setengah agama. Rasulullah Saw bersabda, “Apabila seorang hamba telah menikah, berarti dia telah menyempurnakan separuh agamanya. Hendaklah dia bertaqwa kepada Allah pada separo sisanya,” (HR.Baihaqi). Ini bukan berarti dengan menikah lantas ibadah kita sempurna. Bisa jadi tafsir yang salah akan melahirkan kekerasan dalam rumah tangga. Pertegas kata-kata ‘memelihara yang separuh lagi’. Ini berarti setelah menikah pelihara ibadah kita kepada Allah lebih dari saat kita masih lajang. Sebagian menyimpulkan bahwa ketekunan dan kesungguhan dalam beragama akan teruji ketika dia berumah tangga, jika makin menguat maka menuju sempurnalah ibadah yang dia lakukan. Setiap kebaikan dalam rumah tangga adalah ibadah.
Betapa agungnya Allah, Ia mengerti betapa lembaga rumah tangga itu penting bagi kelangsungan umat dalam ketakwaan, setiap kebaikan dalam rumah tangga dihitung ibadah. Padahal terkadang ibadah yang terselip dalam rumah tangga bentuknya justru kenikmatan bagi suami istri. Maksudnya bukan selalu harus menderita dan mendera-dera agar turun rahmat Allah. Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik diantara mereka akhlaqnya, dan orang yang paling baik diantara kamu sekalian adalah orang yang paling baik terhadap istrinya” (HR. Tirmidzi juz 2, hal. 315).
Dari Abu Hurairah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Satu dinar kamu infaqkan fii sabiilillah, satu dinar kamu pergunakan untuk memerdekakan budak, satu dinar kamu sedeqahkan kepada orang miskin, dan satu dinar yang kamu belanjakan untuk keluargamu, maka yang paling besar pahalanya ialah yang kamu belanjakan untuk keluargamu” (HR. Muslim juz 2, hal. 692). Nikah Menambah Rejeki Ini bukan sekadar rejeki istri ditambah dengan rejeki suami disatukan, seperti perhitungan 1+1=2. Rejeki berlipat di sini memang sudah dijanjikan Allah dan tak ada yang meleset dari janji-Nya. Sebagai perbandingan, tanyalah kaum ibu tentang pengeluaran mereka. Biasanya sang ibu selalu tersadar bahwa rejeki mereka setiap hari melebihi angka yang diberikan sang suami. Padahal mereka tidak pernah membayangkan asal pendapatannya. Inilah yang Allah janjikan ‘rejeki dari arah yang tidak disangka-sangka’. “Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki maupun hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya (yughnikumullah min fadhlihi). Dan Allah maha luas (pemberian-Nya) lagi maha mengetahui,” (Q.S An-Nuur: 32).
Pernikahan menyempurnakan cinta bila ada pasangan yang memilih proses ‘pacaran’ sebelum nikah dengan alasan menjajaki dan memupuk rasa cinta. Percayalah itu perbuatan percuma dan lebih dekat pada zina dan kemungkaran. Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata,”seorang laki-laki datang kepada Nabi saw. lalu berkata, ‘Kami mempunyai seorang anak perempuan yatim. Dia telah dipinang oleh (dua orang lelaki) yang seorang miskin dan yang lainnya kaya. Akan tetapi, dia senang kepada yang miskin, sedangkan kami senang kepada yang kaya.’ Nabi SAW bersabda, ‘Tidak pernah diketahui dua orang yang bercinta setulus cinta dalam pernikahan'” (HR Ibnu Majah, Hakim, dan Baihaqi). Orang-orang yang berdoa, “Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami, dan keturunan kami sebagai penyenang hati kami, dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS. Al-Furqaan : 74).