Liputan6.com, Semarang – Baris-baris Surat Al Kafirun masih sempat terdengar dari lisan Imam Ghozi Faisal Ma’syum. Siswa kelas 5 SD Juara Semarang itu seperti tak merasakan sengatan matahari. Dengan khusyuk ia menjadi imam salat dhuha di sekolahnya.
Sementara itu sekitar 120-an siswa lain, mulai kelas satu hingga kelas enam, seakan larut dalam bacaan salat sang Imam. Hebatnya, salat dhuha digelar di lapangan terbuka yang panas.
Sekolah Juara adalah sekolah gratis binaan RZ yang diperuntukkan bagi warga miskin di Semarang, Jawa Tengah. Biasanya mereka menggelar salat dhuha di mushala sebagai pembuka kegiatan belajar.
Namun mulai tahun ajaran 2016/2017 ini sekolah itu tak lagi memiliki mushala sehingga harus menggelar salat dhuha di lapangan. Gedung sekolah yang berada di Jalan Pucung, Kelurahan Plamongansari, Kecamatan Pedurungan ini masih berstatus kontrak.
Kepala Sekolah SD Juara Semarang, Zainal Abidin menjelaskan, bahwa sejak berada di tempat kontrak yang lama, para siswa memang sudah dibiasakan salat dhuha sebagai pembuka kegiatan. Sesudah salat dhuha dilanjutkan dengan setoran hafalan bacaan Al Quran.
“Sarapan fisik mungkin sudah disiapkan di rumah. Kami melengkapi dengan sarapan rohani,” kata Zainal Abidin kepada Liputan6.com, Senin (08/08).
Menurut Zainal, SD Juara merupakan sekolah inklusif gratis yang dikembangkan non-pemerintah. Di sekolah itu berbagai karakter siswa diakomodasi sesuai dengan kecerdasannya.
“Yang cerdas visual kita wadahi, cerdas musikal, cerdas akademis, cerdas natural dan lainnya, semua kita fasilitasi. Meski seadanya.” tutur Zainal.
Imam Ghozy yang kebetulan mendapat giliran sebagai imam salat dhuha menyebutkan, bahwa kegiatan shalat itu sekarang sudah berjalan otomatis. Tanpa perintah guru, para siswa berinisiatif menyiapkan tempat shalat. Terpal digelar, sajadah dihampar.
Sebagian siswa mendapat giliran piket selesai membersihkan halaman. Para siswa ini tak pernah kedengaran mengeluh panasnya terpaan matahari.
“Sudah biasa. Di rumah juga biasa sumuk (gerah),” ujar Imam Ghozy.
Ratusan Siswa SD Juara salat dhuha di lapangan setiap hari. Imam Ghozy kemudian membandingkan gedung barunya dengan gedung lamanya. Meski sama-sama berstatus kontrak, namun gedung lama memiliki mushala besar, mampu menampung 150-an jemaah anak-anak.
“Di sana kami nggak repot menggelar terpal dan sajadah. Kan ada musala,” tutur Imam Ghozy.
Meski sekolah ini gratis, siswanya selalu mendapat paket peralatan sekolah, seragam gratis, bahkan makan siang gratis. Namun secara prestasi akademis maupun lainnya cukup mumpuni. Puluhan tropi dipajang di lemari ruang guru dan kepala sekolah.
Meski demikian, Zainal Abidin dan guru-guru pengasuhnya tetap mengajarkan kerendahan hati. Dewi, Learning Support di SD Juara, menyebutkan, tujuan utama pendidikan bukan sekadar mengejar prestasi akademis. Namun membentuk akhlak dan karakter peserta didik.
“Anak-anak terbiasa dengan shalat dan ngaji. Semoga bisa terbawa sampai dewasa. Perubahan sosial bisa menjadi lebih baik ke depannya. Ini hanya bagian kecil saja dari belantara keanekaragaman metode pendidikan,” ujar Dewi.
Salah satu karakter yang ditanamkan adalah kemandirian. Mengingat para siswanya dari kaum miskin. Pembelajaran kemandirian itu dibuktikan dengan tak pernah mengedarkan proposal meminta sumbangan. Proposal dibuat jika ada donatur yang hendak memberi sumbangan dan meminta dibuatkan proposal.
Sumber: http://m.liputan6.com/regional/read/2571873/menggetarkan-ratusan-siswa-sd-salat-duha-setiap-hari-di-lapanganLiputan6.com, Semarang – Semarang – Surat Al Kafirun recited clearly from prayer imam Ghozi Faisal Ma’syum. The 5 th grade student of SD Juara Semarang do not feel sunburn. Fervently he became Duha prayer imam in school.
Meanwhile, about 120 other students, started from 1st grade to 6th grade, seemed’s to dissolve in Imam’s recitation. Remarkably, Duha held in the open field which is hot.
Sekolah Juara is a free school under RZ guidance earmarked for poor people in Semarang, Central Java. Usually they held Duha in mushala as an opening of learning activities.
However, in the beginning of 2016/2017 academic year, the school no longer has a prayer room so that they should hold Duha prayer in the field. The school building is located in Jalan Pucung, Plamongansari subdistrict, Pedurungan District is still renting.
The principal of SD Juara Semarang, Zainal Abidin explained that since in the previous place, the students are already accustomed to Duha prayer as the opening activity. After Duha prayer the activity then continue to Quran rote recitation.
“Physical breakfast may have been prepared at home. We equips with spiritual breakfast, “said Zainal Abidin told Liputan6.com, Monday (08/08).
According to Zainal, SD Juara is a free inclusive school that developed by non-government organizations. At the school, various characters of student are accommodated in accordance with their intelligence.
“We accommodate all multiple intelligences. Although in a modest way” said Zainal.
Ghozy who incidentally had a turn as Duha prayer imam said that the activities of the prayer that now runs automatically. Without command of teachers, the students took the initiative to set up a place of prayer. Tarpaulins rolled out, as well as sajadah.
Most students have a turn picket to clean up the yard. These students never complain due to sunburn.
“We use to it. It is hot too at home”said Ghozy.
Hundreds of SD Juara Semarang’s students perform Duha prayer in the field every day. Imam Ghozy then compares the new building with the old building. Although both the status is renting, but the old building has a large prayer room, able to accommodate 150 students to pray.
“There we did not bother to roll out Tarpaulins and sajadah. There is a mosque “said Imam Ghozy.
Although the school is free, students always receive packets of school supplies, uniforms for free, even free lunches. Academic achievement and others achievement is good, Dozens of trophies on display in the hall closet of teachers and principals.
However, Zainal Abidin and teachers teach humility. Dewi, Learning Support in SD Juara Semarang, said, the main purpose of education is not just the pursuit of academic excellence but also shaping the character of the students.
“Children are familiar with the prayer and Quran. Hopefully they can carry it over into adulthood. Social change can be better in the future. This is only a small part of the wilderness of the diversity of educational methods, “said Dewi.
One of the characters is embedded is independence. Given the students from the poor so Learning self-reliance was evidenced by never circulate the proposal to ask for donations. Proposals made if there are donators who want to contribute and request made proposals.
Sumber: http://m.liputan6.com/regional/read/2571873/menggetarkan-ratusan-siswa-sd-salat-duha-setiap-hari-di-lapangan