Iktikaf berati berdiam diri di dalam masjid untuk beribadah
kepada Allah Swt. Ijma’ para ulama menyampaikan bahwa melakukan iktikaf itu
dianjurkan dan disyariatkan dalam agama Islam. Hal itu mengacu pada kebiasaan
Rasulullah Saw. yang beriktikaf selama Ramadhan selama sepuluh hari penuh,
sementara saat tahun wafatnya Sang Nabi Saw. beriktikaf hingga dua puluh hari. Kebiasaan
Rasulullah Saw. tersebut berdasar pada hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari,
Abu Dawud, dan Ibnu Majah.
Kebiasaan beriktikaf di masjid selama Ramadhan ternyata
tidak hanya dilakukan oleh Rasulullah Saw. saja, namun juga dikerjakan oleh
para sahabat, para istri Nabi Muhammad Saw. Mereka beriktikaf bersama
Rasulullah Saw. di dalam masjid dan tetap istikamah beriktikaf meskipun
Rasulullah Saw. sudah wafat. Dalam riwayat sahih dijelaskan bahwa para istri
Nabi Saw. melakukan iktikaf di Masjid Nabawi.
Iktikaf merupakan cara paling tepat untuk mendapatkan malam
qadar atau lailatul qadar. Karena seseorang yang beriktikaf di dalam masjid
akan memusatkan segala aktivitasnya untuk beribadah kepada Allah Swt. dan mencari
keridaan-Nya. Mereka yang beriktikaf di dalam masjid akan memperbanyak membaca
Al-Qur’an, berdoa, berzikir, dan salat qiyamul lail.
Lalu pertanyaan pun muncul. Masjid yang seperti apakah yang
bisa dijadikan tempat iktikaf? Apa ada ketentuannya?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, seperti yang dilansir
dalam kitab Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq, sebenarnya ada perbedaan pendapat
dari para fuqaha mengenai masjid yang sah dijadikan tempat iktikaf.
Menurut pendapat Abu Hanifah, Ahmad, Ishaq, dan Abu Tsaur,
iktikaf bisa dilakukan di masjid yang biasa dipergunakan untuk menggelar salat
berjamaah lima waktu. Hal tersebut berdasar pada hadits Nabi Saw. berikut ini,
“Setiap masjid yang
mempunyai muazin dan imam, bisa dijadikan tempat iktikaf.” (H.R. Daruquthni0. Namun,
hadits tersebut mursal dan dha’if sehingga tidak bisa dijadikan dalil.
Sementara menurut pendapat Imam Malik, Syafi’I, dan Daud
berpendapat bahwa iktikaf bisa dilakukan di setiap masjid. Hal itu karena tidak
adanya satu hadits sahih pun yang memberi penjelasan tentang persoalan ini.
Baca Juga: Adab Iktikaf
Namun, pendapat ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa iktikaf
memang lebih utama jika dilakukan di masjid jami’ sebab Rasulullah Saw. pun
melakukan iktikaf di masjid jami’. Selain itu karena jumlah jemaah masjid jami’
yang menunaikan salat lebih banyak dibanding masjid-masjid biasa.
Sementara itu, para jumhur ulama berpendapat, bahwa tidak
sah bagi seseorang (misalnya kaum wanita) yang beriktikaf di masjid rumah
sendiri. Karena masjid tersebut tidak bisa dikatakan sebagai masjid. Bahkan,
sewaktu-waktu masjid itu bisa saja dijual bersama dengan rumahnya. Wallohu’alam bishawab.