Sejak 7 Oktober 2023, perang kembali berkecamuk antara
Palestina dengan Israel. Akibat bom yang merusak rumah warga, kamp pengungsian,
hingga fasilitas kesehatan di Palestina, ribuan korban jiwa pun berjatuhan.
Para korban itu didominasi oleh anak-anak dan kaum wanita.
Kesedihan menyelimuti tanah Palestina. Banyak anak-anak yang
kehilangan orangtuanya. Banyak pula orangtua yang kehilangan anak-anaknya.
Rumah sakit sangat sibuk dengan korban yang datang dengan jumlah yang banyak.
Tak hanya itu, akses bantuan menuju Palestina pun dibatasi dan dipersulit oleh
pihak Israel, sehingga membuat kondisi warga sipil di Palestina sangat kritis.
Sahabat, perang yang terjadi di tanah Palestina memang sudah
terjadi berpuluh-puluh tahun lamanya. Israel selalu ingin mengambil alih tanah
Palestina sebagai bagian miliknya. Dan tentunya warga Palestina memiliki hak
atas tanah airnya.
Baca Juga: Mengapa Palestina Diberkahi Allah?
Padahal, tahukah Sahabat, sebelum Israel tiba di tanah
Palestina, negeri Palestina sudah ada. Bahkan, dulu sebelum pendudukan Israel
di bumi Palestina, di peta Atlas yang tertera adalah nama Palestina, bukan Israel.
Sejak tahun 1948 hingga kini Israel terus menjajah bumi Palestina yang
diberkahi. Serangan demi serangan pun diluncurkan Israel untuk mempersempit
ruang hidup masyarakat Palestina.
Kekejaman Israel yang membombardir warga sipil Palestina
menimbulkan kecaman secara internasional. Banyak yang menganggap Israel telah
melanggar hukum perang berdasarkan International Humanitarian Law. Lalu,
sebenarnya seperti apakah International Humanitarian Law itu?
Mengenal
International Humanitarian Law
Sahabat, International Humanitarian Law atau Hukum Humaniter
Internasional (HHI) merupakan hukum yang ditetapkan dalam Konvensi Jenewa (Geneva
Convention) pada tahun 1949 setelah Perang Dunia Kedua. HHI mengatur perang dan
mengatur perlindungan terhadap korban perang. HHI juga dikenal sebagai hukum
kemanusiaan dalam konflik bersenjata.
Tujuan dibuatnya HHI adalah membatasi dampak dari konflik
bersenjata akibat perang. HHI melindungi mereka yang tidak terlibat dalam
perang seperti warga sipil, tentara yang tidak mampu lagi berperang, tenaga
medis, jurnalis, dan lain sebagainya. Tak hanya itu, HHI juga mengatur
pembatasan alat perang dan metode dalam berperang.
Baca Juga: Apa yang Bisa Kita Lakukan untuk Palestina?
Meksi HHI ini dibuat tahun 1949, akan tetapi hukumnya masih
berlaku hingga kini. Bahkan, aturan-aturan selanjutnya ditambahkan di
tahun-tahun berikutnya.
Berikut sekilas penjelasan seputar HHI:
1. Memberikan perlindungan bagi warga sipil dan
juga militer serta petugas kemanusiaan di tengah perang.
2. Membahas perlindungan bagi korban yang terjebak
di tengah perang, misal perang saudara. Aturan ini tidak berlaku untuk
kerusuhan dalam demonstrasi atau tindak kekerasan yang terpisah.
3. Protokol Ketiga pada Desember 2005 mengadopsi
aturan tentang perlindungan terhadap lembaga palang merah atau bulan sabit.
4. Melindungi tentara yang terluka dan memastikan
perlakuan manusiawi tanpa diskriminasi ras, warna kulit, jenis kelamin,
keyakinan atau agama, kekayaan, dan lain-lain.
5. Melarang penyiksaan, pelecehan martabat
individu, dan eksekusi tanpa pengadilan. Konvensi ini juga memberikan hak
perawatan dan perlindungan bagi mereka yang terluka.
6. Memberi perlindungan bagi rumah sakit kapal.
7. Tawanan Perang yang harus diperlakukan secara
manusiawi. Secara spesifik, tawanan perang hanya diperbolehkan memberikan nama,
jabatan, dan nomor identitas mereka kepada para penangkapnya. Pihak mana pun
tidak boleh memakai metode penyiksaan untuk menggali informasi dari tawanan
perang.
8. Warga sipil berhak mendapat perlindungan dan
perlakuan manusiawi yang sama seperti tentara yang sakit atau terluka.