MENGAMBIL HIKMAH QURBAN DARI INDIA

oleh | Dec 12, 2006 | Inspirasi

Oleh : Alamsyah Nurzaman

Bila mau belajar tentang sejarah Islam lebih lengkap, tengoklah negeri India. Buku-buku sejarah yang kita baca selama ini menunjuk bahwa Islam yang datang ke Indonesia dibawa oleh para pedagang dan saudagar dari Gujarat. India, merupakan sebuah negara dengan nuansa pluralisme yang kental, di mana Muslim, Budha, Hindu, dan Sikh, hidup berdampingan. Lebih lagi, pengaruh sebagai negeri bekas jajahan Inggris, juga telah memperkenalkan kehadiran agama Kristen dan peradaban Barat yang menyemarakkan nuansa perbedaan di negeri ini. Selain itu, bukankah India merupakan sebuah potret realitas di mana ketidakadilan gender maupun bias kelas dengan kasat mata dapat ditemukan?

Munculnya konflik bernuansa agama maupun berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan di pelbagai komunitas keagamaan, telah memberi pelajaran penting tentang perlunya kesadaran untuk memaknai pluralisme dan relasi yang adil antara lelaki-perempuan.

Di negeri ini, Idul Adha juga merupakan perayaan besar agama Islam seperti di negeri-negeri muslim lainnya. Pada Hari Idul Adha kaum muslimin yang terdiri dari lelaki, perempuan dan anak-anak akan berbondong-bondong menuju berbagai masjid atau lapangan terbuka. Mereka akan merayakannya dengan melaksanakan Shalat Ied (Namaz) berjama?ah sambil terus-menerus menyerukan takbir memuji kebesaran nama Allah. Allahu akbar-Allahu akbar, Allahu akbar, wa lillaahi l-hamd.

Usai shalat Ied mereka akan menyembelih binatang sebagai bentuk Kurban, sebuah ritual yang diajarkan sejak Nabi Ibrahim as. Kambing, domba, dan biri-biri merupakan binatang yang biasanya dipilih untuk dijadikan kurban di negeri tersebut. Dalam Bahasa Urdu, kambing, domba dan biri-biri seringkali disebut dengan Bakhr, sehingga Idul Adha pun sering disebut dengan Bakri Id atau Festival Bakri. Tidak beda di Indonesia, Idul Adha di India juga seringkali dimaknai sebagai Hari Raya Kurban (Festival of Sacrifice).

Hampir sama dengan suasana di Indonesia pada saat Idul Fitri (Lebaran), semarak hari raya di India akan lebih terasa di Hari Raya Bakri dibanding dengan Hari Raya Idul Fitri. Kemeriahan suasana Hari Raya Bakri ini ditandai dengan melaksanakan Shalat Ied berjamaah di masjid-masjid atau lapangan terbuka, saling memaafkan, dan saling mengunjungi untuk bersilaturahmi.

Kaum perempuan sangat bergembira ria di hari ini karena mendapatkan kesempatan untuk saling bertandang mengunjungi para tetangga dan handai tolan serta menikmati kemeriahan pesta dengan berbagai nyanyian dan tarian.

Mengapa kambing, domba, dan biri-biri yang dipilih untuk disembelih di Hari Raya Bakri? Di India, unta merupakan binatang yang jumlahnya tidak sebanyak di negeri-negeri Arab. Sementara sapi merupakan binatang yang cukup disegani dan dihormati oleh masyarakat Hindu karena dianggap jelmaan dari Lembu Andini, kendaraan kesayangan Batara Guru. Penghormatan akan pemaknaan yang berbeda dari setiap simbol kepercayaan dan keyakinan, sebenarnya akan mengajarkan kearifan untuk hidup di tengah nuansa perbedaan dan pluralisme agama.

Namun, ada beberapa catatan kritis yang senantiasa harus diperhatikan dalam memahami agama. Tak jarang kita masih menemukan berbagai pandangan yang diskriminatif dan cenderung merendahkan sesama manusia, yang muncul dari berbagai ajaran keagamaan yang selama ini diterima. Bukankah diskriminasi dan marjinalisasi berdasarkan jenis kelamin dan kelas (kasta) merupakan hal kritis yang patut dipertanyakan di dalam semua agama? Sebagai contoh, tradisi Sati (bakar diri hidup-hidup) yang dilakukan oleh perempuan di India sebagai ekspresi kesetiaan dan perkabungan dari kematian suami, perlu segera diakhiri. Hal ini karena fenomena ini merupakan pandangan salah kaprah akan makna kesetiaan yang harus mengorbankan nasib dan kehidupan perempuan yang berstatus sebagai seorang isteri.

Selain itu, munculnya setiap konflik sosial di masyarakat termasuk konflik sosial bernuansa agama biasanya akan menjadikan perempuan dan anak-anak sebagai korban terbesarnya. Perkosaan, pembunuhan, penelantaran terhadap perempuan hamil, para janda, dan orang tua tunggal yang memiliki beban berat untuk menghidupi dan mengasuh anak-anak mereka merupakan potret nyata bahwa korban hampir selalu berwajah perempuan. Fenomena tradisi dan kebiasaan seperti di atas telah menuntut perempuan untuk selalu melakukan kurban, berkorban,atau bahkan seringkali menempatkan dirinya sebagai korban. Padahal substansi agama adalah hadir untuk kemaslahatan umat dan Islam memberikan ruang yang cukup luas untuk melakukan ijtihad kemanusiaan.***

Perasaan kamu tentang artikel ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0