oleh: Danti Soegijardjo
Pernikahan merupakan momen terindah dan membahagiakan bagi insan berlainan jenis yang memiliki tujuan sama; membangun rumah tangga bahagia. Sudah seharusnya semua pihak mempersiapkan datangnya hari bahagia ini dengan sebaik-baiknya. Termasuk orang tua dari kedua belah pihak, berusaha melakukan hal terbaik untuk melepas buah hati mereka memasuki kehidupan yang lebih mandiri dengan pasangan pilihan mereka. Salah satu yang mereka pertimbangkan adalah waktu pernikahan dan bagaimana acara pernikahan itu akan digelar. Kapan anak-anak mereka dinilai siap untuk membangun rumah tangga dan kapan hari terbaik untuk melaksanakannya, sudah mereka pertimbangkan jauh-jauh hari. Tentunya dengan mempertimbangkan kepentingan berbagai pihak. Bagaimana prosesi pernikahan akan dilaksanakan dan bagaimana menjamu para tamu pun tidak luput dari perhatian mereka. Hal ini semata-mata ingin memberikan yang terbaik bagi putra-putri mereka.
Resepsi pernikahan atau walimatul ‘ursy sebagai ibadah mengikuti sunnah Rasulullah, pada dasarnya bertujuan untuk mengumumkan kepada khalayak bahwa telah terjadi pernikahan antara Si A dan Si B sehingga terhindar dari fitnah. Alangkah baiknya jika dalam pelaksanaannya pun sejalan dengan dengan nilai-nilai islam yang sudah dijalankan saat melaksanakan Akad Nikah, sebagai inti pokok acara pernikahan.
Pertentangan dalam hal ritual pernikahan lumrah terjadi di Indonesia yang mayoritas penduduknya masih berpegang teguh pada adat-istiadat dan keyakinan daerah atau suku masing-masing. Tidak jarang pula rencana pernikahan yang telah disusun sedemikian rupa harus terbentur oleh masalah adat istiadat seperti ini,dan menimbulkan perselisihan yang tidak mengenakkan menjelang hari bahagia itu. Bahkan dalam beberapa situasi, permasalahan ini pun terus berlanjut hingga hari pernikahan terlaksana, namun ternyata hal ini menjadi permasalahan yang tidak pernah selesai disepanjang usia pernikahan keduanya. Perselisihan paham itu pada akhirnya bisa mempengaruhi sikap orang tua /mertua terhadap anak dan menantunya, dan relasi yang terbina sepertinya tidak pernah menyenangkan. Ada saja yang kurang berkenan. Tentunya tidak ada satu pihak pun yang menginginkan ini terjadi. Oleh karenanya perselisihan yang sedang dihadapi perlu dihadapi dengan sikap dewasa, agar tidak ada yang harus disesali dikemudian hari.
Bagi keluarga yang masih memelihara dan menjalankan adat istiadat mereka dalam kesehariannya, pasti akan berusaha mempertahankan dan menampilkannya dalam acara-acara penting keluarga, seperti acara pernikahan ini salah satunya. Secara mendasar, unsur budaya yang melatarbelakangi suatu keluarga pada umumnya turut mendasari dan menjadi acuan dalam menentukan sikap dan perilaku serta tata laksana kegiatan sehari-hari. Upacara adat yang digelar dalam rangkaian acara pernikahan, pada dasarnya aktifitas yang dilakukan serta lagu-lagu yang dinyanyikan berisi simbol-simbol dan petuah/nasehat yang berisi pesan positif dan bekal yang bisa menjadi ‘bahan belajar’ bagi pasangan pengantin baru dalam mengarungi kehidupan rumah tangga mereka nanti. Oleh karena itu, perlu dipahami inti maknanya, dan bukan sekedar ritualnya. Bicarakan dan sampaikan dengan cara yang baik dan bijak pada kedua orang tua teh Ismi, untuk sama-sama memilah, bahwa sebaiknya menjalankan ritual adat yang benar-benar sejalan dan tidak menyimpang dari syariah Islam.
Demikian pula terkait dengan penetapan hari baik, Islam sendiri memandang bahwa semua hari adalah hari yang baik, dan semua bulan penanggalan adalah ciptaan Allah SWT. Oleh karenanya seorang muslim tidak boleh berprasangka buruk terhadap setiap waktu. Nabi Muhammad sendiri meminta pada umatnya untuk tidak mengutuk atau mencela waktu, karena sama artinya dengan mengutuk atau mencela dan berprasangka buruk pada Allah SWT. Pada zaman Jahiliyyah, masyarakat Arab memercayai bahwa menikah pada bulan Syawal atau Muharram akan mendatangkan malapetaka. Namun, Rasulullah SAW membantah kepercayaan tersebut dengan menikahi Aisyah RA pada bulan Syawal (saat ini banyak diikuti oleh umatnya). Beliau juga menikahkan Fatimah putrinya pada bulan Muharram. Sebagian ulama menganjurkan agar akad nikah dilakukan pada hari Jumat, karena dianggap sebagai hari yang paling mulia (sayyidul ayyam), tetapi bukan berarti pernikahan yang tidak dilakukan pada hari Jumat kurang baik.
Terkadang persepsi tentang ‘hari baik’ yang dipikirkan oleh orang tua tidak sederhana pengertian kita. Mereka memikirkan bahwa hari yang dikatakan baik karena mempertimbangkan beberapa hal, baik yang sifatnya teknis maupun non teknis. Seperti kesempatan hari libur yang memungkinkan semua pihak bisa hadir dalam acara pernikahan, bahkan untuk calon pengantin yang memang bekerja, kesempatan untuk mengambil cutipun termasuk hal yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan hari pernikahan, pemilihan tempat resepsi (jika menggunakan gedung), tidak jarang hari pelaksanaan resepsi berubah karena gedung/ tempat yang kita inginkan untuk melangsungkan acara resepsi banyak dipesan orang, dan jika harus dipindahkan (mencari lokasi lain), akan membawa konsekuensi pada biaya yang harus dikeluarkan. Iklim dan cuaca juga biasanya dijadikan pertimbangkan. Sebagian besar orang mencoba menghindari saat musim hujan untuk menggelar acara pernikahan karena pertimbangan teknis. Ini sebagai gambaran saja, ternyata tidak semua pertimbangan itu didasari ‘keyakinan’ atau kepercayaan tertentu saja yang tidak beralasan.
Bagaimana pun hari pernikahan ini bukan saja monopoli kebahagiaan mempelai berdua, tetapi merupakan kebahagiaan seluruh keluarga dan kerabat. Restu dan doa merekalah yang diharapkan akan menjadi pembuka jalan dan pengantar berkahnya suatu pernikahan. Oleh karenanya, upayakan dalam persiapan acara ini semuanya berjalan baik, jangan sampai ada ganjalan yang berakibat pada berkurangnya restu dan ridho orang tua. Bicarakan segala sesuatunya dengan kepala dingin dan bermusyawarah, sehingga tercapai keputusan yang terbaik bagi semua pihak. Karena bagaimana pun, pernikahan itu sebenarnya penggabungan dari dua keluarga besar yang juga beragam latar belakangnya. Jangan lupa sampaikan rasa terima kasih anda berdua terutama pada kedua orang tua kedua belah pihak atas perhatian dan segala upaya yang sudah dipersiapkan untuk kalian. Hargai apa yang sudah mereka upayakan dan curahkan. Ridha orang tua adalah hal yang utama, karena hal itu adalah cerminan ridho Allah SWT yang insyaallah membawa berkah dalam pernikahan kalian. Jangan lupa, dalam menyusun rencana pernikahan ini, ‘libatkan’ Allah didalamnya. Calon pengantin sebaiknya melakukan sholat istikharah, InsyaAllah, Allah akan menunjukkan jalan yang terbaik. Wassalam