Kemewahan, kehormatan dan keistimewaan manusia di muka bumi, berakhir di kegelapan liang lahat. Meski sudah berupaya menunda dan berlari darinya, kematian sudah menanti manusia di penghujung usia, sebagaimana Al-Quran:
“Katakanlah, sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (QS Al-Jumu’ah: 8).
Sejarah menguburkan jenazah terjadi dimasa Nabi Adam AS, ketika kedua putera beliau Qabil dan Habil berkelahi hingga Habil terbunuh. Menguburkan jenazah pertama kali dilakukan oleh Qabil ketika ia hendak menyembunyikan jenazah Habil. Kala itu ia kebingungan hendak diapakan korbannya. Melihat gagak yang menguburkan temannya, Qabil pun menirunya untuk menguburkan saudaranya.
Makam atau kubur berarti menyembunyikan atau memendang sesuatu di dalam tanah. Menguburkan di dalam tanah bagi ummat Islam memiliki tiga makna:
1. Makna Awal atau Kelahiran
Makna awal atau kelahiran, dimana penciptaan manusia dimulai dengan ditiupkannya ruh ke dalam saripati tanah, sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Al Mu’minun. “Dan Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah“ (QS Al Mukminun:12)
2. Makna Kembali
Pada makna ini manusia dikembalikan kepada asalnya berupa tanah ketika meninggal dunia kemudian dikuburkan jasadnya.
3. Makna Kebangkitan
Makna kebangkitan, yakni pada yaumil akhir dimana manusia yang telah berbentuk tanah, akan dikeluarkan dari tanah untuk kemudian dibangkitkan kembali.
“Dari bumi (tanah) Itulah Kami menjadikan kamu dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu dan daripadanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain” (At Thaha: 55)
Manusia diciptakan sebagai mahluk lemah, sebagaimana Al-Quran: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah” (QS An Nisa: 28).
Oleh karenanya, sudah menjadi kodratnya, manusia membutuhkan bantuan manusia lain. Dikuburkan atau dimakamkan merupakan hak manusia setelah menjadi jenazah, untuk itu sebagai Ummat, kaum muslimin terkena kewajiban fardhu kifayah untuk mengurus jenazah, mulai dari pemulasaran (memandikan, mengkafani dan menshalatkan) hingga menguburkan jenazah dengan baik dan hormat.
Sumber: republika.co.id
Death does not mean total destruction. Rather, death means the dislocation of the connection of the soul from the body, in which the soul will exit from the world and enter in the Aakhirat. Hazrat Bilal bin Masood and Umar bin Abdul Aziz Radiallaho Anho said, “O People! You are not created for being destroyed”. You will travel from one home to another home. For a believer, death is a gift. Rasulullah Sallallahu Alayhi Wassallam has said, “The gift for a believer is death”. Due to the hardship which the believer goes through in this world, death becomes easy for him and all of his anxieties disappear. Therefore, it is described as a gift in the Hadith.
Hazrat Mahmood bin Labeed says that the Prophet Sallallahu Alayhi Wassallam said, “Mankind likes two things very much. One of these things is life, though death is much better for him, and the second is wealthiness though poverty makes accounting easy. Hazrat ibn Umar Radiallaho Anho says, “This world is paradise for the non-believers (they are engaged in their worldly desires and aspirations). This world is a jail or prison for the faithfuls (momins). They are bound by the laws of Shariat in every matter. Therefore, when the soul of a mumin leaves his body (at the time of death), it is as if a captive has been freed from the cell. He cleans himself by turning in the dust.
Nowadays, we tend to forget death and occupy our minds in the world. This shouldn’t be the route for a Muslim. Ulamah have said, “Allah Almighty will grant three graceful things to the one who remembers his death more: (1) Wisdom of repenting soon (2) Peace of Mind – satisfaction of heart (3) Peace in worship.
To the Person who is not mindful of his death, there will be for him three calamities: (1) He will have no wisdom of repenting for his sins (2) He will not be satisfied by little provisions (3) He will delay his prayers and worship (ibaadat).
Ulamah have also said that there are four reasons for a bad death: (1) Showing laziness in prayers (namaz) (2) Not obeying orders of parents (3) Drinking wine (4) To harm a Muslim.
We should therefore remember death more and avoid forgetting death.
Source: http://www.inter-islam.org/Actions/forgettingdeath.htm