MAAF, NAMA ANDA TIDAK DITEMUKANMAAF, NAMA ANDA TIDAK DITEMUKANMAAF, NAMA ANDA TIDAK DITEMUKAN

oleh | Mar 4, 2015 | Dari Kita

Search - Magnifying Glass on WordsOleh : Endy Kurniawan

Tanpa disadari, eksistensi kita sedang bertarung di tengah berjubelnya informasi. Lalu lalang dalam satu wadah bernama browser di smartphone, juga Safari atau Chrome di desktop dan laptop. Juga di berbagai aplikasi media sosial. Merek produk, atau brand sebuah jasa, atau nama manusia susul menyusul berebut perhatian pengguna internet. Dalam algoritma yang tak mudah kita paham, terjadilah adu kekuatan.

Lalu indikator keberhasilan pertarungan di #dumay (dunia maya) ditentukan hal-hal yang belum pernah kita temukan di jaman sebelumnya : Google rank, tampilan di front page, juga Klout score dan relevant keywords. Ketika nama kita diketik di mesin pencari, dan ternyata nama Anda tidak ditemukan, #disitukadangsayamerasasedih. Demikian juga nama produk yang Anda jual, diketik, muncul not found di layar monitor, duh #sakitnyatuhdisini (nunjuk dompet).

Memang ini dunia yang makin datar dan sempit. Semua dalam satu kolam, saling mengintip, tak lagi ada privacy. Ketika akan deal kontrak atau rekrutmen pegawai, partner akan memasukkan nama Anda di Google untuk sekedar cari tahu reputasi dan kiprah Anda, siapa teman Anda dan timeline akan bercerita jujur apa yang Anda lakukan tiap satu jam. Apa lagi yang bisa ditutupi?

Meski flat world yang makin digital ini menuntut Anda eksis dan narsis di #dumay – dan jika kaitannya adalah menguatkan reputasi dan brand produk, organisasi ataupun personal perlu strategi tersendiri, tapi yang tak kalah penting adalah eksistensi kita secara nyata. Yakni peran terhadap keluarga, lingkungan, benefit untuk komunitas dan fungsi pembinaan yang kita lakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Bahkan, karena saat ini telah terjadi ‘peleburan’ antara offline dan online activities, tanpa berusaha secara sengaja menguatkan posisi kita di internet, netizen akan meramaikan dan menceritakan nama Anda di #dumay setiap kali Anda memberi arti dan menebar makna bagi sesama. Itulah cara internet mengapreasiasi kita.

Endy Kuniawan/www.endykurniawan.com
Oleh : Endy Kurniawan
Tanpa disadari, eksistensi kita sedang bertarung di tengah berjubelnya informasi. Lalu lalang dalam satu wadah bernama browser di smartphone, juga Safari atau Chrome di desktop dan laptop. Juga di berbagai aplikasi media sosial. Merek produk, atau brand sebuah jasa, atau nama manusia susul menyusul berebut perhatian pengguna internet. Dalam algoritma yang tak mudah kita paham, terjadilah adu kekuatan.

Lalu indikator keberhasilan pertarungan di #dumay (dunia maya) ditentukan hal-hal yang belum pernah kita temukan di jaman sebelumnya : Google rank, tampilan di front page, juga Klout score dan relevant keywords. Ketika nama kita diketik di mesin pencari, dan ternyata nama Anda tidak ditemukan, #disitukadangsayamerasasedih. Demikian juga nama produk yang Anda jual, diketik, muncul not found di layar monitor, duh #sakitnyatuhdisini (nunjuk dompet).

Memang ini dunia yang makin datar dan sempit. Semua dalam satu kolam, saling mengintip, tak lagi ada privacy. Ketika akan deal kontrak atau rekrutmen pegawai, partner akan memasukkan nama Anda di Google untuk sekedar cari tahu reputasi dan kiprah Anda, siapa teman Anda dan timeline akan bercerita jujur apa yang Anda lakukan tiap satu jam. Apa lagi yang bisa ditutupi?

Meski flat world yang makin digital ini menuntut Anda eksis dan narsis di #dumay – dan jika kaitannya adalah menguatkan reputasi dan brand produk, organisasi ataupun personal perlu strategi tersendiri, tapi yang tak kalah penting adalah eksistensi kita secara nyata. Yakni peran terhadap keluarga, lingkungan, benefit untuk komunitas dan fungsi pembinaan yang kita lakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Bahkan, karena saat ini telah terjadi ‘peleburan’ antara offline dan online activities, tanpa berusaha secara sengaja menguatkan posisi kita di internet, netizen akan meramaikan dan menceritakan nama Anda di #dumay setiap kali Anda memberi arti dan menebar makna bagi sesama. Itulah cara internet mengapreasiasi kita.

Endy Kuniawan/www.endykurniawan.com
Oleh : Endy Kurniawan
Tanpa disadari, eksistensi kita sedang bertarung di tengah berjubelnya informasi. Lalu lalang dalam satu wadah bernama browser di smartphone, juga Safari atau Chrome di desktop dan laptop. Juga di berbagai aplikasi media sosial. Merek produk, atau brand sebuah jasa, atau nama manusia susul menyusul berebut perhatian pengguna internet. Dalam algoritma yang tak mudah kita paham, terjadilah adu kekuatan.

Lalu indikator keberhasilan pertarungan di #dumay (dunia maya) ditentukan hal-hal yang belum pernah kita temukan di jaman sebelumnya : Google rank, tampilan di front page, juga Klout score dan relevant keywords. Ketika nama kita diketik di mesin pencari, dan ternyata nama Anda tidak ditemukan, #disitukadangsayamerasasedih. Demikian juga nama produk yang Anda jual, diketik, muncul not found di layar monitor, duh #sakitnyatuhdisini (nunjuk dompet).

Memang ini dunia yang makin datar dan sempit. Semua dalam satu kolam, saling mengintip, tak lagi ada privacy. Ketika akan deal kontrak atau rekrutmen pegawai, partner akan memasukkan nama Anda di Google untuk sekedar cari tahu reputasi dan kiprah Anda, siapa teman Anda dan timeline akan bercerita jujur apa yang Anda lakukan tiap satu jam. Apa lagi yang bisa ditutupi?

Meski flat world yang makin digital ini menuntut Anda eksis dan narsis di #dumay – dan jika kaitannya adalah menguatkan reputasi dan brand produk, organisasi ataupun personal perlu strategi tersendiri, tapi yang tak kalah penting adalah eksistensi kita secara nyata. Yakni peran terhadap keluarga, lingkungan, benefit untuk komunitas dan fungsi pembinaan yang kita lakukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Bahkan, karena saat ini telah terjadi ‘peleburan’ antara offline dan online activities, tanpa berusaha secara sengaja menguatkan posisi kita di internet, netizen akan meramaikan dan menceritakan nama Anda di #dumay setiap kali Anda memberi arti dan menebar makna bagi sesama. Itulah cara internet mengapreasiasi kita.

Sumber: endykurniawan.com