KURBAN UNTUK DIRI SENDIRI ATAU ORANGTUA DULU YA?

oleh | Jun 23, 2023 | Inspirasi

Menyembelih hewan kurban saat Idul Adha hukumnya sunah muakkad
yang artinya ada penekanan tersendiri untuk dikerjakan, khususnya bagi yang
mampu secara harta atau mampu untuk menabung hewan kurban. Ibadah kurban ini
adalah ibadah yang dicintai oleh Rasulullah Saw saat Idul Adha. Jika ada yang
mampu namun tidak menunaikan ibadah kurban, maka ada ancaman dari Allah Swt.

“Barang siapa yang
mempunyai kemampuan tetapi ia tidak berkurban, maka janganlah ia mendekati
(menghampiri) tempat salat kami.” (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah).

Kadang kala, ada muslim yang dilanda kebingungan terkait
kurban ini. Ia bingung apakah berkurban untuk dirinya terlebih dahulu atau
kurban untuk kedua orangtuanya? Apalagi jika orangtuanya sudah wafat. Lantas,
manakah yang harus didulukan untuk berkurban?

Baca Juga: Bolehkah Kurban dengan Cara Berutag?

Perlu kita ketahui, berbuat baik untuk kedua orangtua itu pahalanya
besar karena salah satu sikap berbakti seorang anak kepada orangtuanya. Berkurban
untuk orangtua pun diperbolehkan. Karena Rasulullah Saw. pun berkurban untuk
dirinya sendiri, keluarganya, dan orang-orang yang tidak bisa berkurban dari umatnya.

“Rasulullah Saw. berkurban
dengan dua domba gemuk yang bertanduk, salah satunya untuk diri beliau dan
keluarganya dan yang lain untuk orang-orang yang tidak berqurban dari umatnya.”
(H.R. Ibnu Majah)

Dari hadits di atas dapat diketahui bahwa berkurban atas
nama orang lain (misalnya untuk orangtua) sebenarnya diperbolehkan. Asalkan memang
ada izin dari yang bersangkutan (misalnya orangtua). Namun, soal kurban bagi
orangtua yang sudah wafat rupanya ada beberapa pendapat.

Menurut Imam Syafi’i, kurban bagi orangtua yang sudah wafat
itu tidak sah kecuali ada wasiat dari orangtua sebelum meninggal. Namun,
menurut pandangan tiga imam mazhab lainnya (Hanafi, Maliki, dan Hambali)
diperbolehkan dan tetap sah meskipun misalnya orangtua sebelum wafat tidak
mewasiatkan.

Lalu, manakah yang
harus didulukan? Berkurban untuk diri sendiri dulu atau orangtua?

Sebelumnya kita harus mengetahui bahwa hukum mendahulukan
dalam Ibadah itu berbeda-beda sesuai dengan status ibadah yang didahulukan
serta dampak yang ditimbulkannya.  Syekh
Jalaluddin as-Suyuthi memberikan penjelasan:

“Mendahulukan orang
lain (dalam hal ibadah), ketika akan menyebabkan meninggalkan kewajiban maka
hukumnya haram. Seperti permasalahan memberikan air, memberi penutup aurat,
mempersilakan tempat untuk salat berjemaah pada orang lain yang mana tempat
tersebut tidak dapat dibuat salat lebih dari satu orang dan giliran salat untuk
orang yang akhir hanya bisa setelah habisnya waktu, dan kasus-kasus lain yang
serupa. Jika mendahulukan orang lain akan menyebabkan meninggalkan kesunahan
atau melakukan perkara makruh, maka hukumnya adalah makruh, atau akan
menyebabkan melakukan perbuatan khilaf al-aula berupa perbuatan yang tidak ada
larangan secara khusus, maka hukumnya adalah khilaf al-aula. Dengan kesimpulan
demikian, telah hilanglah perbedaan pendapat (diantara ulama)” (Syekh
Jalaluddin as-Suyuthi, al-Asybah wa an-Nadza’ir, hal. 117).

Baca Juga: Bolehkah Berkurban Meski Belum Aqiqah?

Dari penjelasan Syekh Jalaluddin as-Syuthi di atas dapat
kita ketahui bahwa ibadah kurban itu hukumnya adalah sunah muakkad. Jika misalnya
ia mampu melaksanakannya hanya untuk satu orang namun meninggalkannya demi
berkurban atas nama orangtua (ayah atau ibunya), maka kurbannya menjadi makruh.

Sehingga memang etika dalam berkurban itu mendahulukan dulu
untuk diri sendiri. Apabila misalnya ada uang lebih untuk membeli tambahan
hewan kurban, maka diperbolehkan berkurban untuk orangtua. Wallohu’alam bishawab.

Perasaan kamu tentang artikel ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0