[:ID]Kualitas pribadi seseorang ditentukan oleh kualitas hatinya. Imam Al-Ghazali mengibaratkan hati bagaikan raja yang ditaati atau penguasa yang diikuti. Sedangkan seluruh anggota tubuh yang lain adalah para bawahan dan prajurit yang harus tunduk dan patuh atas segala perintahnya.
Apabila sang raja atau penguasa baik, maka akan baik pula semua pengikutnya. Demikian pula sebaliknya, apabila sang raja lalim, maka rakyatnya pun akan punya perilaku yang tidak jauh berbeda. Pernyataan Al-Ghazali tersebut terinspirasi oleh hadis Nabi SAW, ”Sesungguhnya di dalam jasad terdapat segumpal daging yang apabila baik, maka baiklah seluruh jasad itu. Dan apabila rusak, maka rusaklah seluruh jasad itu. Ketahuilah, ia adalah hati.”
Oleh karena besarnya pengaruh hati pada kualitas seluruh jasad, berkali-kali Allah mengingatkan kepada manusia bahwa Dia mengawasi apa yang tersimpan di dalam hati. Mari kita simak peringatan Allah di bawah ini, ”Dan Allah mengetahui apa yang (tersimpan) dalam hatimu.” (QS al-Ahzab [33] : 51). ”Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala isi hati.” (QS Al-Anfal [8] : 43).
Peringatan Allah dan Rasul-Nya tersebut jelas sekali menegaskan bahwa hati merupakan bagian tubuh terpenting untuk senantiasa dikontrol dan dibenahi. Karena, menurut Al-Ghazali, hati menjadi ajang pertempuran antara dua kekuatan, baik dan buruk, yang bersumber dari akal dan hawa nafsu.
Kedudukannya laksana penguasa yang menerima dan memfilter bisikan dari berbagai pihak, seperti para menteri, para penasihat presiden, dan lain sebagainya. Bisikan-bisikan itu datang siling berganti. Tergantung kebijakan sang penguasa, apakah ia berpihak kepada pembisik yang baik atau yang buruk.
Untuk melihat lebih jauh keberhasilan hati dalam pertempuran tersebut, Allah SWT memberikan ilustrasi yang sangat menarik, ”Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.” (QS Al-A’raf [7] : 58).
Hati yang baik digambarkan oleh ayat tersebut seperti tanah atau negeri yang subur. Di dalamnya tumbuh tanaman dan buah-buahan yang segar dan bermanfaat bagi penduduknya. Sedangkan hati yang buruk ibarat tanah tandus dan negeri yang tidak sejahtera.
Pengibaratan tersebut patut kita renungkan lebih dalam. Sudahkah hati kita memberikan kebaikan bagi diri sendiri dan orang lain? Dalam konteks yang lebih luas, sudahkah hati pemimpin kita melahirkan kebijakan yang memakmurkan rakyatnya? Pertanyaan pertama hanya bisa dijawab oleh masing-masing orang. Sedangkan yang kedua sudah jelas di depan mata.
sumber: republika.co.id[:en]
A person’s quality is determined by the quality of his heart. Imam Al-Ghazali compares the heart like an obeyed king or a followed ruler. While all the other members of the body are subordinates and warriors who must submit to and obey all his commands.
If the king or ruler is good, then all his followers will be good too. Vice versa, if the king is wrong, then his people will have a behavior that is not much different. Al-Ghazali’s statement was inspired by the hadith of the Prophet (PBUH), ” Indeed in the body, there is a lump of meat which, if good, then the whole body is good. And if it is damaged, then the whole body is damaged. Know, he is the heart.”
Because of the great influence of the heart on the quality of the whole body, Allah repeatedly reminded people that He is watching over what is stored in the heart. Let us consider the warning below: “And Allah knows what is (stored) in your heart.” (Surat al-Ahzab [33]: 51). “Truly Allah is All-Knowing of all the contents of the heart.” (Surat al-Anfal [8]: 43).
The warnings of Allah and His Messenger clearly confirm that the heart is the most important body part to always be controlled and corrected. Because, according to Al-Ghazali, the heart becomes a battleground between two forces, good and bad, it is the source of reason and lust.
Its position is like a ruler who receives and filters whispers from various parties, such as ministers, advisers to the president, and so forth. The whispers came alternately. Depending on the policy of the ruler, whether he sided with the prompter of good or bad.
To see further the success of the heart in the battle, Allah SWT provides a very interesting illustration, ”And with good soil, plants thrive with the permission of Allah; and infertile soil, the plants only grow miserable. Thus We repeat the signs of greatness (We) for those who are grateful. ” (QS Al-A’raf [7]: 58).
A good heart is described by the verse like a fertile land or country. Inside it grows plants and fruits that are fresh and beneficial for its inhabitants. Whereas a bad heart is like a barren land and a land that is not prosperous.
We should consider this appreciation more deeply. Has our heart given kindness to ourselves and others? In a broader context, has the heart of our leader produced policies that prosper the people? The first question can only be answered by each person. While the second is already clearly in sight.
Source: republika.co.id[:]