![](https://i0.wp.com/www.rumahzakat.org/wp-content/uploads/2020/08/kisah-inspiratif-mbah-kamsih-dari-belajar-ngaji-hingga-berangkat-haji-2020-08-27_02-06-41_080704-300x225.jpeg?resize=300%2C225&ssl=1)
Mbak Kamsih sedang mengikuti kegiatan mengaji Qur’an di TPQ Dewasa yang diadakan oleh relawan Rumah Zakat.
KAB. KUDUS, RUMAH ZAKAT – Tampak sore itu di Musholla Nurul Falah Desa Jepang, Ibu-ibu sedang menunggu giliran untuk mengaji Qur’an di TPQ Dewasa yang diadakan oleh relawan Rumah Zakat Desa Berdaya Jepang, Kecamatan Mejobo, Selasa (25/08).
Salah satu peserta yang menarik perhatian adalah Mbah Kamsih, anggota paling tua yang masih setia menunggu giliran bacanya. Mbah Kamsih adalah sosok kelahiran tahun 1943, yang berarti lebih tua beberapa tahun dari tahun kemerdekaan negeri ini.
Kamsih putus dari Sekolah Rakyat (SR) sejak kelas 1, hal itu dikarenakan sang ayah meninggal sehingga tidak ada yang membiayai Marsih. Sejak itulah, beliau ikut kerja serabutan dari buruh rokok hingga berjualan makanan demi untuk membiayai hidup keluarganya.
“Alhamdulillah putrane tigo mpun mentas sedanten. Mpun gadah griyo piyambak-piyambak. (Alhamdulillah anak saya tiga-tiganya sudah pada berkeluarga dan kerja semua dan sudah punya rumah sendiri-sendiri,” Kenangnya kepada reawan.
Saat ini beliau hanya tinggal sendiri karena sang suami sudah lebih dulu meninggalkannya sejak sepuluh tahun silam.
Dalam hal mengaji, Kamsih mengakui jika dia sudah belajar sejak lama. Semasa kecil dulu, Ia sering belajar kepada sang guru. Karena hal itulah, Kamsih sangat senang ketika Rumah Zakat membuka kelas TPQ untuk lansia sepertinya.
Kini, keseharian Kamsih dihabiskan dengan berjualan keliling menggunakan sepeda ontel andalannya. Dengan sepeda itu, Ia terus berjuang dengan gigih untuk berjualan setiap hari. Bukan tanpa sebab, wanita kini sudah tidak lagi muda ini ternyata akan berangkat ke tanah suci dalam 2 tahun ke depan.
“Saya ini tua, tinggal seorang diri, tapi saya memang berniat untuk terus berjualan dan juga belajar mengaji di Rumah Zakat ini. Alhamdulillah mas dari hasil nabung sendiri saya kalo masih diberikan umur panjang bisa berangkat haji. Dua tahun lagi saya bisa berangkat haji kata petugasnya,” kata beliau sambil memegang buku qiroati dan menghitung-hitung jari.
Mengaji sudah menjadi kebiasaan rutin bagi Kamsih. Ia mengatakan semangatnya mengaji adalah sebagai bekal untuk menghadap ke Rumah Allah yakni Baitulllah. Ia pun memiliki cita-cita mulia, tidak sekedar mengunjungi rumah sang pencipta namun Kamsih berkeinginan untuk membaca Qur’an dengan lancar di Tanah Suci Mekkah nanti.
Begitulah kisah dari seorang Mbak Kamsih, seorang wanita yang tidak lagi muda. Dengan sisa semangat dan kegigihannya, semoga Mbak Kamsih bisa mewujudkan keinginannya yang mulia yaitu berkunjung ke Baitullah.
Newsroom
Bagus Pandu/Amri Rusdiana