Quran Turun Pada Lailatul Qudr
Aisyah RA meriwayatkan kisah wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah SAW. Sebelumnya Rasulullah SAW mendapatkan mimpi yang benar seterang cahaya pagi, kemudian ia senang berkhalwat (menyepi). Ia berkhalwat di Gua Hira untuk beribadah selama beberapa malam sebelum kembali kepada keluarganya. Setiap malam Rasulullah SAW membawa perbekalan makanan untuk berkhalwat, lalu pulang menemui Khadijah untuk mengambil perbekalan lagi. Suatu malam, Rasulullah SAW tiba-tiba mendapat wahyu.
Jibril berkata, “Bacalah!” Rasulullah SAW menjawab, “Aku tidak bisa membaca.” Rasulullah SAW bertutur, “Lalu malaikat itu memelukku keras-keras sehingga nafasku terasa sesak, setelah itu dia melepaskanku dan berkata lagi, “Bacalah!” Aku menjawab “Aku tidak bisa membaca”. Dia memelukku lagi dengan keras sehingga nafasku terasa sesak, melepaskanku lagi, kemudian dia membacakan, “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Tuhanmulah yang maha pemurah”, (QS.Al-laq: 1-3).
Setelah peristiwa itu Rasulullah SAW pulang membawa wahyu dengan hati yang penuh ketakutan. Ia menemui Khadijah RA dan berkata, “Selimutilah aku! Selimutilah aku!” Maka Khadijah RA menyelimutinya sehingga rasa takutnya hilang. Ia menceritakan kepada Khadijah RA peristiwa yang telah dialami. Rosulullah SAW berkata, “Aku takut akan terjadi sesuatu pada diriku”. Khadijah menjawab, “Demi Allah, tidak akan terjadi apa-apa. Allah tidak akan membuatmu hina, karena engkau selalu menyambung silaturahim, menolong fakir miskin, menghormati tamu dan membantu orang-orang yang tertimpa musibah”.
Khadijah mengajak Rosulullah SAW pergi untuk menemui Waraqah bin Naufal bin Asad bin Abdul ‘Uzza, sepupu Khadijah RA. Waraqah adalah Nasrani pada masa Jahiliyah dan pernah menulis kitab Injil dalam bahasa Ibrani sebanyak yang dikehendaki oleh Allah. Ketika itu Waraqah sudah tua dan buta. Kata Khadijah, “Hai sepupuku! dengarlah kata sepupumu ini (Muhammad) ini!” Waraqah bertanya kepada Nabi SAW “Hai sepupuku! Apa yang kau alamai, Rasulullah menuturkan kepada Waraqah apa yang telah beliau alamai, lalu Waraqah mengatakan kepada beliau, “Dia itu An-Namus (Jibril) yang juga telah diutus oleh Allah kepada Nabi Musa. Betapa seandainya aku masih muda dan masih hidup ketika nanti kaummu mengusirmu!” Rasulullah saw, bertanya, “Apakah mereka akan mengusirku?” Waraqah menjawab, “Ya. Tidak ada laki-laki yang menyampaikan wahyu seperti yang kau bawa ini melainkan akan dimusuhi. Seandainya aku masih hidup ketika nanti kau diusir niscaya aku akan membelamu dengan segenap kemampuanku”. Tidak lama kemudian Waraqah wafat dan wahyu pun tidak turun dalam beberapa waktu, (HR. Bukhari).
Hadits shahih Bukhari yang diriwayatkan langsung oleh Aisyah RA tersebut merupakan kronologis turunnya Quran pertama kalinya. Selanjutnya Al-quran diturunkan secara berangsur-angsur. Peristiwa ini diabadikan oleh Allah SWT dalam QS Al-qodr 1-5.
“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya Quran pada malam kemuliaan. Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar” (QS. Al Qadar: 3-5).
Lebih Utama Dari 1000 Bulan
Sejak awal turunnya wahyu pertama, Rosulullah SAW sudah memberikan contoh untuk memperbanyak ibadah atau khalwat dalam lailatul qodr. Saat itu Rasulullah SAW sedang memperbanyak ibadah di gua Hira. Nilai keutamaan beribadah dalam malam ini setara dengan beribadah selama 1000 bulan. Selain dalam Al-quran, Rasulullah SAW menjelaskan keutamaan lailatul qodr dalam beberapa haditsnya.
Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi SAW, “Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan” (HR. Bukhari).
Dalam hadits lain disebutkan,
Rasulullah SAW, “Di bulan Ramadhan ini terdapat lailatul qadar yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa diharamkan dari memperoleh kebaikan di dalamnya, maka dia akan luput dari seluruh kebaikan.” (HR. Ahmad).