KELAS MENENGAH DAN SEMANGAT BERBAGI

oleh | Mei 22, 2012 | News

Akhir tahun 2010 lalu, berbagai media di tanah air memberitakan bahwa Indonesia kedatangan tujuh juta kelas menengah saban tahun. Headline news itu didasarkan pada hasil kajian Bank Dunia yang mengatakan, di antara 237 juta (hasil sensus 2010) penduduk Indonesia, sebesar 56,5 persen sudah tergolong kelas menengah. Dengan data tersebut, Buya Syafi’i Ma’arif (Republika, 10/1/2012) mengatakan, jika alur gelombang ini dipercaya, dalam 10 tahun akan datang (2020), mayoritas rakyat Indonesia akan terangkat status sosial dan ekonominya menjadi kelas menengah.

Tapi, Bank Dunia juga melansir berita yang cukup menarik tentang pola hidup kelas menengah pada tahun yang sama pula (2010). Untuk belanja pakaian dan alas kaki saja sudah mencapai Rp113,4 triliun, rumah tangga dan jasa Rp194,4 triliun, dan belanja luar negeri, terutama di Singapura Rp59 triliun. Pada 2012 ini perkiraan belanja itu akan semakin membengkak. Angka-angka belanja mereka itu memang luar biasa. Dengan kata lain, laporan Bank Dunia itu menegaskan, pola hidup konsumtif kelas menengah baru itu telah menyumbang sekira 70 persen pertumbuhan ekonomi nasional.
 
Media massa juga memberitakan suasana Bandara Soekarno-Hatta, semakin sesak oleh penumpang kelas menengah yang berkeliaran datang dan pergi saban hari. Kapasitas bandara Soekarno-Hatta yang hanya untuk 18 juta, sepanjang Januari-Oktober 2011 telah melonjak tajam menjadi 41 juta. Kunjungan warga Indonesia ke Singapura naik 32 persen dari 1,745 juta pada 2009 menjadi 2,305 juta pada 2010.

Siapa Kelas Menengah?

Siapakah yang disebut kelas menengah? Menurut studi Bank Dunia, kalangan ini terbagi empat kelas. Pertama, pendapatan USD2-USD4 atau Rp1-1,5juta per bulan (38,5 persen). Kedua, kelas pendapatan USD4-6 atau  Rp1,5 -2,6 juta perkapita perbulan (11,7 persen). Kelas berpendapatan USD6-USD10 atau Rp2,6-5,2 juta perbulan  (5 persen) serta golongan menengah berpendapatan USD10-USD20 atau Rp5,2-6 juta perbulan (1,3 persen).

Jumlah yang dirilis Bank Dunia itu melebihi data yang pernah disampaikan Bank Pembangunan Asia (ADB) beberapa waktu lalu. Dalam laporan yang berjudul “The Rise of Asia’s Middle Class 2010”, disebutkan jumlah kelas menengah di Indonesia tumbuh pesat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Pada 1999 kelompok kelas menengah baru 25 persen atau 45 juta jiwa, namun satu dekade kemudian melonjak jadi 42,7 persen atau 93 juta jiwa. Sedangkan jumlah kelompok miskin berkurang dari 171 juta jiwa menjadi 123 juta jiwa.

Terhadap kenaikan itu, pengamat Ekonomi Mohammad Ikhsan (Vivanews, 30/3/2011) mengungkap, walaupun terjadi di perkotaan dan pedesaan, golongan menengah merupakan fenomena yang dominan di perkotaan. Dua pertiga penduduk perkotaan adalah kalangan menengah, sementara di pedesaan kalangan menengah hampir separuh dari penduduk. Kelas menengah terdiri dari sebagian besar adalah profesional di sektor jasa dan industri. Kebanyakan mereka tidak ingin masuk dalam kepemilikan lahan serta entrepreneur di luar pertanian. Sebagian besar kalangan menengah di Indonesia adalah pengusaha di sektor informal dan jumlahnya kecil.

Dari sisi demografi, kalangan menengah cenderung memiliki ukuran keluarga relatif kecil. Mereka umumnya juga memiliki mobilitas tinggi dalam hal pekerjaan dan tempat tinggal. Kalangan menengah juga lebih cenderung menghabiskan dana untuk pendidikan dan layanan kesehatan yang berkualitas. Sedangkan kalangan ini memiliki dampak terhadap ekonomi, yaitu adanya lonjakan permintaan, dari permintaan bahan makanan menjadi barang tahan lama.
Di saat bersamaan, meluasnya kalangan menengah juga menimbulkan hal-hal negatif.  Krisis makanan akan muncul serupa yang terjadi di berbagai negara dengan pertumbuhan kalangan menengah.

Permintaan pangan dan energi akan meningkat. Dan tidak akan ada lagi masa harga pangan murah. Kalangan bawah akan sangat rentan terhadap kenaikan harga. Kalangan menengah Indonesia juga masih sangat bergantung pada subsidi dan baru sebagian kecil yang membayar pajak.

Karakter Kelas Menengah

Berdasarkan hasil riset Center for Middle Class Consumer yang dipublikasi di majalah SWA edisi 08/XXVIII/12-25 April 2012, ada 8 wajah karakter segmen kelas menengah Indonesia.  Pertama, The Aspirator. Wajah kelas menengah ini mewakili karakter idealis, memiliki tujuan, serta menjadi influencer terhadap komunitasnya. Kalangan ini umumnya hadir dari kalangan profesional mapan yang sangat melek terhadap informasi, serta peduli terhadap kondisi sosial, budaya, ekonomi dan politik.

Kedua, The Perfomer. Kalangan ini diwakili kalangan profesional serta entrepreneur yang terus berusaha mengekar karier (self-achievement). Relatif tidak mudah puas, bermotivasi tinggi dan cenderung risk-taker. Seringkali melihat peluang sebagai tantangan yang harus dilakoni. Ketiga, The Expert. Tipe ini diwakili orang yang selalu berupaya menjadi ahli di bidangnya. Memiliki sifat kekeluargaan yang tinggi. Serta menjunjung tinggi norma-norma sosial dan kekeluargaan (traditional values).  Keempat, The Climber. Karakter tipe ini sangat economic-oriented. Risk taker dalam karier, serta menilai penghargaan dalam karier itu merupakan hal penting. Umumnya segmen ini terdiri dari karyawan level menengah/supervisor.

Kelima, Trend Setter. Konsumen menengah ini berkarakter sedikit jarang bersosialisasi, jarang meng-up-date informasi, tetapi kemampuan finansialnya lumayan tinggi. Keinginan untuk dikagumi teman sebaya (peers) cukup tinggi. Tipe kalangan ini banyak dihuni tipe pekerja yang baru pertama kali “merasakan” bekerja (first Jobber) atau mahasiswa/pelajar yang berasal dari golongan menengah ke atas. Keenam, The Follower. Tipe ini perilakunya sangat digerakkan oleh kondisi lingkungan sekitarnya. Ekspresi diri diejawantahkan dalam barang-barang bersifat life-style. Kalangan ini banyak diwakili mahasiswa dan anak-anak SMA.

Ketujuh, The Settler. Kelompok ini mapan secara ekonomi dan finansial, karena umumnya kelompok ini berasal dari kelompok pedangang yang sukses. Tetapi dalam pengelolaannya cenderung bersikap konservatif. Kedelapan, The Flower. Tipe ini bisa dikenali dengan kurangnya mengikuti perkembangan teknologi. Menjalani kehidupan mengalir seperti apa adanya. Menjunjung tinggi nilai-nilai spiritual serta menjadikan keluarga menjadi dunianya. Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Ibu Rumah Tangga mendominasi kelompok menengah tipe ini.

Semangat Berbagi

Pertumbuhan kelas menengah yang sangat pesat tersebut di atas, sesungguhnya menumbuhkan asa dan harapan bagi masyarakat ekonomi kelas bawah.  Asa bahwa kelas menengah itu mau dan mampu berbagi, sekecil apapun “bagian” itu, bagi mereka yang kurang mampu. Itulah yang saya tangkap dari acara peluncuran komunitas BIG Smile Indonesia oleh Rumah Zakat di Banda Aceh Sabtu (12/5/2012) lalu.

BIG SMILE Indonesia adalah Sebuah gerakan pengibaran semangat optimisme bangsa melalui rangkaian  gempita aksi senyum pemberdayaan untuk Indonesia yang lebih membahagiakan. BIG merupakan akronim dari berbagi itu gaya. Rumah Zakat berupaya menjembatani setiap sinergi dilakukan secara menyenangkan sehingga menjadi bagian gaya hidup baru yang lebih bermakna.

BIG Smile Indonesia berupaya untuk berkontribusi terhadap tujuan pembangunan global (MDGs) di Indonesia. Sehingga semakin banyak senyum yang tercipta di seluruh Negeri. Rumah Zakat berupaya berkontribusi melalui empat bidang program: Senyum Juara (pendidikan), Senyum Sehat (kesehatan), Senyum Mandiri (ekonomi), dan Senyum Lestari (lingkungan).

BIG SMILE Indonesia merupakan gerakan yang memiliki cita-cita menghadirkan senyuman yang lebih lebar dari masyarakat Indonesia terutama bagi mereka yang berasal dari golongan kurang mampu. Di tahun 2012 ini, melalui program-program yang ada di dal
am gerakan BIG SMILE Indonesia, Rumah Zakat memiliki target untuk membahagiakan 1,3 juta penerima manfaat di Indonesia. Semoga senyum-senyum anak negeri bisa dirangkai selebar mungkin dengan mengejawantahkan semboyan BIG smile; berbagi itu gampang dan berbagi itu gue banget.

Ahmad Arif
Penulis adalah pemilik RUMAN (Rumoh Baca Aneuk Nanggroe), muzakki Rumah Zakat Aceh

Sumber berita http://www.sindonews.com/read/2012/05/18/58/631253/kelas-menengah-dan-semangat-berbagi