Oleh Muhammad Haden Aulia Husein
Rumah Zakat-Bandung
Seorang ulama zuhud bersyair :
“Telah terdahulu kepastian dari Allah, istirahatkan hatimu dari kata kalau dan kata seandainya,” Minhajul ‘Abidin: Imam Al Ghozali.
Tidak mungkin ada yang menimpa kita melainkan atas kehendak Allah, karena Dia-lah yang menjadikan segala sesuatunya berjalan dengan keteraturan. Memenuhi stabilitas yang diperlukan manusia untuk hidup tentram di dalam dunia-Nya. Hanya terkadang, manusia hanya sibuk akan keluhan dan berjuta komplain dan pertanyaan ketidakpuasan untuk menerima sesuatu keputusan-Nya yang terbaik. Nikmatnya ribuan pertemuan terbutakan sudah dengan satu keluhan akan perpisahan. Menempatkan pribadi beriman goyah ke dalam guncangan fitnah. Menghambat seorang hamba yang sholeh menjadi tholeh, hamba penuh cinta berubah benci yang membuncah, bahkan mempertanyakan eksistensi Allah sebagai Robb penguasa alam semesta. Itulah sekedar gambaran insan yang hanya menjadi budak nafsu dan kufur nikmat menyikapi sesuatu yang berlaku.
Nabi Muhammad SAW memberikan gambaran yang jelas bagaimana beratnya cobaan kehidupan ini, yang terkadang mampu menguras air mata. Cobaan yang mampu dihadapi nabi selaku manusia biasa dikarenakan kesadaran bahwa Allah hadir di tiap keputusan hidup serta kasih sayang-Nya untuk hamba-Nya yang terpilih. Bagaimana Beliau bersedih akan Kematian orang-orang yang terkasihi, baik Abu Tholib pamannya dan Khodijah istrinya yang tercinta. Sehingga beliau berkata “Aku tidak pernah menerima gangguan yang paling kubenci setelah Quraisy, hingga Abu Tholib Meninggal dunia.” Bahkan beliau SAW mengatakan penderitaan akan banyaknya perpisahan dengan orang-orang yang dicintainya di tahun tersebut sebagai Amul Huzni (tahun duka cita).
Lantas, apakah Rasul SAW yang mulia berpatah hati dan enggan menyuarakan kebanaran Islam lagi? Sungguh tidak, beliau semakin produktif dan menyebarkan kabar Islam dengan lebih gencar. Ini dikarenakan beberapa hal yang bisa kita teladani:
Pertama, meyakini cobaan maupun ujian ini sebagai sarana pembuktian iman seorang hamba kepada Allah. Mengimaninya bukan sekedar bersandar dari keyakinan hati dan berikrar dengan lisan dikala senang tetapi juga disaat duka menyapa. Rosulullah menyakini Allah sebaik-baik perencana untuk hamba-Nya melalui aplikasi amal-amal yang bermanfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat-Nya disaat duka itu terasa. Keyakinan bahwa Allah takkan meninggalkan hambaNya yang di kasihi “Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Allah bersama kita,” H.R Bukhori, Muslim dan Ahmad.
Kedua, meyakini dan memahami serta berusaha mencari kabar gembira dengan berikhtiar dengan kegiatan yang lebih produktif atau mengalihkan kesedihan kita untuk sesuatu yang bermanfaat selepas kesusahan karena “Tidaklah seorang mukmin tertimpa suatu kesusahan, kepayahan, kelelahan, dan rasa sakit hingga tertusuk duri sekalipun, melainkan Allah akan menghapus darinya sebagian dari dosa-dosanya,” H.R Bukhori, Muslim, Ahmad dan lain-lainnya.
Perpisahan maupun cobaan dalam kehidupan ini merupakan suatu ungkapan, bagaimana begitu perhatian-Nya Allah kepada kita hamba-Nya yang terkadang sering kali kita keluhkan dengan kalimat makian bahkan cercaan. Semoga kita bukan termasuk orang-orang yang demikian. “Berlindunglah kepada-Nya bila kamu tertimpa kesusahan dan hadapkanlah dirimu kepada Yang Maha Esa lagi Maha Mengalahkan. Ketahuilah, bahwa Allah SWT adalah yang menentukan rezeki dan takdir, ” DR. Aidh bin Abdulloh Al Qorni.