Sahabat, menginfakkan harta yang thayyib (baik)
dan penghasilan yang halal di jalan Allah termasuk ibadah yang paling agung.
Sebagaimana ibadah itu bisa dilakukan dengan anggota badan, maka ibadah juga
bisa dilakukan dengan harta. Oleh karenanya, Allah Subhanahu wa Ta’ala
menetapkan zakat sebagai salah satu rukun Islam.
Demikian pula Allah Subhanahu wa Ta’ala
mewajibkan sedekah dalam kafarat (denda atas pelanggaran larangan), seperti
kafarat sumpah, kafarat zhihar (ucapan suami yang menyamakan istrinya dengan
ibu kandung atau mahramnya), dan kafarat membunuh hewan buruan di tanah haram
atau bagi orang yang sedang ihram. Allah Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan
beberapa kafarat dengan tebusan harta. Adapun sedekah selain itu, maka hukumnya
sunnah, bahkan termasuk ibadah sunnah yang paling afdhal (utama).
Membelanjakan harta yang halal dalam rangka
taat kepada Allah juga termasuk bentuk jihad yang termasuk amalan yang paling
mulia. Bahkan, berdasarkan ayat Al-Qur’an, jihad di jalan Allah dengan harta
lebih didahulukan dibandingkan jihad dengan jiwa.
Hal ini karena jihad dengan harta dapat
memberikan manfaat yang lebih luas. Maka sepatutnya seorang muslim mengetahui
hal ini sehingga ia dapat menunaikan kewajiban yang Allah bebankan atasnya
berkenaan dengan sebagian hartanya yang merupakan jatah bagi orang miskin. Di
samping itu, seyogyanya ia menyedekahkan kelebihan hartanya dan tidak
menahannya.
Terlebih di bulan yang diberkahi dan musim
kebaikan ini. Hendaknya seseorang tidak meremehkan sedekah meskipun dengan
jumlah yang sedikit. Karena Allah Subhanahu wa Ta’ala kelak akan menyelamatkan
seseorang dari neraka dengan sebab sedekah separuh kurma.
Allah Jalla wa ‘Ala menerima sedekah dari
hamba-Nya yang beriman, lantas Dia mengembangkannya sebagaimana seseorang
menumbuhkembangkan anak kudanya hingga sedekah tersebut menjadi seperti gunung
yang besar. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barangsiapa yang bersedekah dengan sebutir
kurma hasil dari usahanya sendiri yang baik, sedangkan Allah tidak menerima
kecuali yang baik saja, maka sungguh Allah akan menerimanya dengan tangan
kanan-Nya lalu mengembangkannya untuk pemiliknya sebagaimana seseorang merawat
anak kudanya hingga ia menjadi seperti gunung yang besar.” (HR. Bukhari no.
1410 dan Muslim no. 1014)
Dengan demikian, hendaknya seseorang tidak
meremehkan sedekah meskipun sedikit. Lantas bagaimana lagi jika sedekahnya
banyak? Semisal sedekah untuk memakmurkan masjid dengan harta yang halal,
membangun sekolah, menyebarkan kebaikan, dan berjihad di jalan Allah. Ruang
sedekah dengan harta yang halal sangatlah luas. Dan yang paling baik adalah
banyak bersedekah kepada keluarga jika dalam hal ketaatan kepada Allah ‘Azza wa
Jalla.
Di antara bentuk infak di jalan Allah
adalah seseorang yang memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. Demikian pula seorang
suami yang menafkahi istrinya, anak-anaknya, dan keluarganya. Maka orang
tersebut mendapatkan pahala yang berlimpah. Jika seseorang berinfak dengan
penghasilan yang halal dan disertai dengan niat yang benar, maka ia memperoleh
ganjaran yang besar dan kebaikan yang banyak.
Seorang manusia hendaknya tidak dikuasai
oleh cinta harta, rakus, dan pelit. Lantas ia tahan harta tersebut untuk dirinya sendiri.
Padahal, pada hakikatnya harta adalah titipan. Allah memberikan kesempatan
baginya untuk bersedekah dan memenuhi kebutuhan pribadinya dengan harta
tersebut. Apabila ia enggan bersedekah dan hanya mengumpulkan dan menyimpan
hartanya, maka ketahuilah bahwa ia pasti akan mati dan meninggalkan semua
hartanya.
Izal, [07/03/2023 16:32]
Lantas harta tersebut akan dimanfaatkan
orang lain, padahal ia telah bersusah payah mengumpulkannya dan ia pun kelak
akan dimintai pertanggungjawabannya. Bagaimanakah seseorang menghalangi dirinya
untuk sedekah? Mengapa ia hanya semangat mengumpulkan harta? Padahal ia tahu
bahwa ia pasti akan pergi meninggalkan dunia. Ia pun juga sadar bahwa harta
tersebut tidaklah bermanfaat, kecuali sekedar apa yang ia manfaatkan untuk
dirinya sebelum ia mati. Demikian pula sedekah jariyah yang mengalir pahalanya
meskipun ia telah mati.
Seyogyanya, seseorang berinfak dengan
sesuatu yang berguna, terlebih jika jiwanya menyukainya. Ia menyedekahkannya
meskipun dirinya mencintainya. Ini adalah bukti keimanannya bahwa ia
mengedepankan ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana Allah Jalla wa ‘Ala
berfirman mengenai sahabat Anshar,
“Dan mereka mengutamakan sahabat Muhajirin
dibandingkan diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Barangsiapa
yang dijauhkan dari sifat kikir dirinya, mereka itulah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Al-Hasyr : 9)
Kami memohon kepada Allah agar Dia
memberikan taufik kepada kita semua untuk mengerjakan amal yang dicintai dan
diridhai oleh-Nya. Semoga shalawat dan salam tercurah kepada Nabi kita
Muhammad.
Sumber : muslimah.or.id