Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tanggal 17
Agustus 1945 sebagai respon terhadap kondisi yang ada saat itu. Salah satu
pencetus proklamasi adalah berakhirnya Perang Dunia II dan melemahnya kekuasaan
kolonial Belanda akibat penjajahannya oleh Jepang. Proklamasi ini merupakan
hasil dari perjuangan panjang dan usaha berbagai tokoh dan kelompok dalam meraih
kemerdekaan dari penjajahan.
Sebenarnya, alasan tanggal 17 Agustus sebagai hari
kemerdekaan didasari oleh banyak hal. Namun begitu, ada beberapa peristiwa yang
mendorong dilakukannya proklamasi kemerdekaan.
Peristiwa proklamasi diawali dengan insiden jatuhnya bom
atom di Kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945. Kemudian, disusul dengan jatuhnya
bom atom kedua di Kota Nagasaki pada 9 Agustus 1945.
Baca Juga: Yuk Ketahui Kontribusi Rakyat Palestina dalam Mendukung Indonesia Merdeka
Peristiwa ini direspon para pemuda yang kemudian menculik
Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok. Para pemuda memaksa Soekarno
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia saat itu juga.
Namun, Soekarno menolak. Bukan tanpa alasan apabila Bung
Karno (sapaan Soekarno) ada peran para ulama yang membuat Soekarno menahan
diri dari memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Meski ulama selalu dakwah tentang Islam, namun jiwa-jiwa
kebangsaannya sebagai warga negara Indonesia tak pernah padam. Dalam masa
perjuangan kemerdekaan Indonesia, itulah Habib Ali Kwitang yang punya andil
yang cukup penting.
sebelum proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Soekarno
meminta pendapat kepada Habib Ali Kwitang terkait waktu pelaksanaannya.
Habib Ali menentukan tanggal 17 Agustus 1945 M yang tepat
pada 9 Ramadan 1364 H sebagai hari untuk membacakan naskah proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia.
Baca Juga: Cinta Tanah Air dalam Pandangan Islam
Dalam sumber lain disebutkan jika Soekarno juga meminta
pendapat kepada pendiri Nahdlatul Ulama (NU) Hadratus Syekh K.H. Hasyim Asy’ari
terkait tanggal proklamasi kemerdekaan. K.H. Hasyim Asy’ari melakukan musyawarah
dengan para ulama lainnya.
Hasil musyawarahnya, K.H. Hasyim Asy’ari menyarankan agar
proklamasi kemerdekaan dilakukan pada hari Jumat di bulan Ramadan. Jumat adalah
sayyidul ayyam (penghulunya hari) dan Ramadan adalah sayyidus syuhrur
(penghulunya bulan).
Pendapat-pendapat ulama itu didengarkan oleh Soekarno. Maka,
demikianlah akhirnya pada tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No.
56 Jakarta, Soekarno membacakan teks proklamasi kemerdekaan atas nama Indonesia.