Suatu ketika, Aisyah RA pernah bertanya kepada Nabi SAW, ”Katakan padaku wahai Rasulullah, apa pendapatmu, jika aku mengetahui suatu malam adalah lailatul qadar. Apa yang aku katakan di dalamnya?” Beliau menjawab, “Katakanlah (pintalah): Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’ ”Ya Allah sesungguhnya Engkau Maha Pemaaf yang menyukai permintaan maaf, maafkanlah aku.” (HR Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Menarik redaksi pada doa di malam lailatul qadar tersebut. Dalam doa itu, Allah disapa dengan ‘Afuwun. Bukan Ghafur. Imam al-Ghazali, seperti dikutip M Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah, membedakan keduanya. Al-’Afuw mengandung makna menghapus, mencabut akar sesuatu, membinasakan, dan sebagainya.
Sedangkan al-Ghafur berarti menutup, sesuatu yang menutup pada hakikatnya tetap wujud, hanya tidak terlihat, sedangkan yang dihapus, hilang, kalaupun tersisa, paling bekasnya saja. Orang yang mendapatkan maafnya Allah akan terhapus dosa-dosanya. Adakah kebahagiaan yang lebih tinggi dalam hidup ini selain memperoleh ampunan dan maaf Allah SWT?
Dalam kitab Bustanul Khatib diceritakan, sufi kenamaan, al-Hasan Al-Bashri (wafat 110 H) didatangi seseorang yang mengeluhkan paceklik dan kekeringan, maka beliau menasihati, “Beristighfarlah.” Lalu, datang lagi orang lain mengadukan kemiskinannya, beliau menasehati, “Beristighfarlah.” Kemudian datang lagi orang mengadukan masalah sedikitnya anak, sang sufi berpesan, “Beristighfarlah.”
Salah satu muridnya bertanya, “Mengapa istighfar menjadi solusi?” Hasan al-Bashri menjawab, “Tidakkah kamu membaca firman Allah SWT dalam surah Nuh ayat 10-12: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai’.”
Orang yang mendapat ampunan dan maafnya Allah SWT juga akan terhindar dari siksa api neraka sehingga ia masuk dalam surga. (QS Ali Imran [3]: 133). Bahkan Allah SWT mengurungkan azabnya tatkala di suatu negeri masih terdapat orang yang beristighfar (QS al-Anfal [8]: 33).
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, umat Islam mesti memperbanyak istighfar agar Allah SWT tak menurunkan azab yang sifatnya menyeluruh akibat kezaliman yang dilakukan segelintir orang (QS al-Anfal [8]: 25).
Maka jadikanlah Ramadhan ini sebagai bulan muhasabah, mengingat kembali banyaknya dosa yang telah kita lakukan, sehingga mendorong kita untuk memohon ampunan Allah SWT.
Yahya bin Muadz berkata, “Siapa saja beristighfar dengan lisan, tetapi hatinya masih terikat dengan maksiat, masih berniat untuk kembali, serta mengulang dosa setelah bulan Ramadhan maka puasanya ditolak. Dan pintu diterimanya amal menjadi tertutup di hadapan wajahnya.”
Hal ini juga pernah diungkapkan Ibn ‘Athaillah al-Sarkandi dalamBuhtaj al-Nufus, “Orang bermunajat mohon ampun kepada Allah tetapi masih tenggelam dalam maksiat laksana seseorang yang sakit lalu meminta obat ke dokter dan meminumnya, tetapi ia membiarkan ular menggigit tubuhnya.”
Selagi masih di sepuluh terakhir Ramadhan, mari kita tingkatkan kualitas ibadah kita dengan puasa, shalat malam, tadabbur Alquran, sedekah, iktikaf, dan tentu perbanyak istighfar, dengan harapan kita bertemu dengan malam lailatur qadar.
Jika saja kita gagal meraih ampunan Allah, Rasullullah bersabda, “Sungguh sangat terhina dan rendah seseorang yang datang kepadanya Ramadhan kemudian bulan tersebut berlalu sebelum diampuni untuknya (dosa-dosanya).” (HR Tirmidzi).
Maka senantiasalah mengajukan satu permintaan di setiap malam Ramadhan, “Allahumma innaka ‘afuwwun karim tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’.” Amin.By: Muhammad Kosim
Once upon a time, Aisha RA once asked the Prophet, “Tell me, O Messenger of Allah, what do you think, if I know one night is Lailatul Qadr. What do I say in it? “He replied,” Say (Ask for): Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’”O Allah actually Thou merciful who loves the apology, forgive me.” (Tirmidhi and Ibn Majah).
Exploring the wording on lailatul Qadr night prayer, In that prayer, God called the ‘Afuwun. Not Ghafur. Imam al-Ghazali, as M Quraish Shihab was quoted as saying in Tafsir al-Mishbah, distinguish both word. Al-‘Afuw implies remove, uproot something, destroy, and so forth.
While al-Ghafur means closed, something which closed essentially fixed form but invisible, while if it deleted it will gone or at least it will only leaving a mark. People who receive Allah’s apology his sins will be erased. Is there a higher happiness in life than obtaining forgiveness of Allah?
In the book of Bustanul Khatib told, the famous sufi, al-Hasan Al-Bashri (died 110 H) visited someone who complained of famine and drought, so he counseled, “Do istigfar” Then, come again another person complaining of poverty, he advised, ” Do istigfar” Then comes the more people complain about his child problem, the sufi said,” Do istigfar ”
One of his students asked, “Why istighfar is the solution?” Hasan al-Basri said, “Do not you read the word of Allah in Surah Nuh verse 10-12:” And I have said: Seek pardon of your Lord. Lo! He was ever Forgiving, He will let loose the sky for you in plenteous rain, And will help you with wealth and sons, and will assign unto you Gardens and will assign unto you rivers”
People who receive forgiveness and apologies Allah also will be spared from the torment of hell fire so that he entered into heaven. (Surah Ali Imran [3]: 133). Even Allah undoes the punishment in a world when there are still people who do Istigfar (Surat al-Anfal [8]: 33).
In the life of the nation, Muslims must often do Istigfar so that Allah do not bestow total punishment due to its doom injustice committed by handful of people (Surat al-Anfal [8]: 25).
So make this Ramadan as a month of muhasabah, recalling the many sins we have done, so it encourages us to ask for forgiveness of Allah.
Yahya bin Muadh said, “Anyone who do Istigfar orally, but his heart is still bound by immorality, still intends to go back and repeat the sin after Ramadan the fast is rejected. And the receipt doors of good deeds will be closed in front of his face. ”
It has also been disclosed Ibn ‘Ata Allah al-Sarkandi in Buhtaj al-Nufus, “People beg Allah’s forgiveness but is still immersed in vice is like a sick person ask for medicine to the doctor and drank it, but he let the snake bit himself.”
While still in the last ten of Ramadan, let us increase the quality of our worship by fasting, nights prayer, Reviewing Qur’an, do sadaqah, iktikaf, and certainly do multiply Istigfar, with expectations we met with lailatur Qadr night.
If we fail to achieve God’s forgiveness, the prophet said, “It was very offended and low someone who came to the month of Ramadan later pardoned passed before him (his sins).” (Tirmidhi).
Always be then filed a request on every night of Ramadan,
“Allahumma innaka ‘afuwwun karim tuhibbul ‘afwa fa’fu anni’.” Amin.