Ghibah atau
membicarakan keburukan orang lain merupakan salah satu perbuatan yang tercela
dan dibenci Allah Swt. Ghibah pun
dikenal juga sebagai gosip, rumpi, atau menggunjing. Sering kali kegiatan tidak
berfaedah ini terjadi saat berkumpul bersama teman dan menjadi topik
perbincangan yang seru. Tak hanya di dunia nyata, ghibah pun kini bisa terjadi di dunia maya. Meski misalnya sedang
sendirian, ia bisa saja ber-ghibah
membicarakan keburukan orang lain dalam media sosial.
Secara Umum Ghibah Itu Dilarang Oleh Islam
Sudah pasti, kegiatan ghibah
ini sangat dilarang dalam ajaran Islam. Bahkan, orang yang ber-ghibah diibaratkan seperti sedang
memakan daging saudaranya yang sudah meninggal. Allah Azza wa Jalla berfirman dalam surah Al-Hujurat ayat 12 berikut ini:
“Wahai orang-orang
yang beriman, jauhilah banyak prasangka! Sesungguhnya sebagian prasangka itu
dosa. Janganlah mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara
kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik. Bertakwalah
kepada Allah! Sesungguhnya Allah Maha Penerima Tobat lagi Maha Penyayang.”
Baca Juga: Haramnya Ghibah dan Perintah Menjaga Lisan
Ghibah Menurut Rasulullah saw.
Rasulullah saw. pun menjelaskan perihal ghibah. Bagaimana penjelasan Rasulullah saw. perihal ghibah? Berikut hadisnya yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim.
Dari Abu Hurairah, ia
berkata, Rasulullah saw. pernah bertanya, “Tahukah kamu, apa itu ghibah?” Para
sahabat menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Kemudian Rasulullah saw.
bersabda, “Ghibah adalah kamu membicarakan saudaramu mengenai sesuatu yang
tidak ia sukai.” Seseorang bertanya, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah menurut
engkau apabila orang yang saya bicarakan itu memang sesuai dengan yang saya
ucapkan?” Rasulullah saw. berkata, “Apabila benar apa yang kamu bicarakan itu
tentang dirinya, maka berarti kamu telah mengghibah-nya (menggunjingnya). Namun
apabila yang kamu bicarakan itu tidak ada padanya, maka berarti kamu telah
menfitnahnya (menuduh tanpa bukti).”
Ghibah yang Diperbolehkan
Meskipun ghibah sangat
dilarang dan harus kita jauhi, ternyata ada
ghibah yang diperbolehkan untuk dilakukan. Tentu ini bukanlah sembarang ghibah dan tidak untuk tujuan keburukan.
Lalu, ghibah yang seperti apakah itu?
Berikut penjelasannya!
1. Ghibah
untuk Mengadukan Kezaliman yang Dialami
Apabila ada seseorang dizalimi, maka ia diperbolehkan
mengadukan kezaliman yang dialaminya kepada pihak yang bisa membantunya keluar
dari kezaliman. Misalnya, ia mengadukan kezaliman yang menimpanya kepada
polisi, pengacara, penguasa, hakim, dan pihak yang berwenang lainnya.
Hal ini pun pernah terjadi di zaman Rasulullah saw. Saat itu
ada seorang wanita bernama HIndun yang mengadukan perilaku suaminya yang
bernama Abu Sufyan kepada Rasulullah saw. Saat itu Hindun menceritakan
kezaliman suaminya yang pelit dalam memberikan nafkah kepadanya dan
anak-anaknya hingga akhirnya Hindun pun mengambil sebagian harta suaminya tanpa
sepengetahuan suaminya.
Baca Juga: Adab Bercanda dalam Islam
Menganggapi persoalan tersebut, maka Rasul saw. pun
bersabda, “Ambillah hartanya untukmu
sekadar untuk mencukupi kebutuhanmu dan anak-anak secara ma’ruf.” (H.R.
Mutaffaq ‘alaih).
2. Ghibah
untuk Meminta Tolong dari Kemungkaran
Ber-ghibah pun
diperbolehkan untuk tujuan meminta tolong dari kemungkaran yang terjadi. Selain
itu, ghibah pun diperbolehkan agar
ada orang yang mau mengingatkan pelaku kemungkaran tersebut sehingga bisa
kembali ke jalan yang benar dan tidak mengulangi kemaksiatan yang serupa.
Misalnya, seseorang menceritakan keburukan tetangganya yang
suka mencuri kepada Pak RW untuk ditindaklanjuti atau diingatkan agar tidak
melakukan kemaksiatan serupa.
3. Ghibah
untuk Meminta Fatwa atau Penjelasan
Ghibah pun
diperbolehkan untuk meminta fatwa atau penjelasan kepada orang yang berkompeten
menyelesaikan suatu masalah. Misalnya, seseorang meminta fatwa atau penjelasan
perihal permasalahnnya kepada ustaz atau ustazah.
Baca Juga: Adab Meminang dalam Islam
Meski begitu, dianjurkan untuk tidak menyebutkan identitas
pelaku secara gamblang apabila tujuan meminta fatwa atau penjelasan telah
tercapai. Kecuali jika memang harus membuka identitas pelaku, maka sebenarnya diperbolehkan
selama memang tujuannya untuk mencari solusi.
4. Ghibah
untuk Mengingatkan
Dibolehkannya ghibah
untuk mengingatkan sesama umat Islam agar tidak terjatuh pada kemaksiatan
serupa. Misalnya, menceritakan sosok perusak atau pelaku kemaksiatan sebagai
bentuk pelajaran berharga.
Meski begitu, sangat dilarang apabila bertujuan untuk
mencemarkan nama baik atau menjatuhkan seseorang untuk diolok-olok atau dihina.
Lebih baik tidak mengungkap identitas secara detail untuk menghindari hal-hal
yang tidak diinginkan.
5. Ghibah
untuk Membicarakan Kemaksiatan yang Terang-Terang Dilakukan
Ghibah ini
dibolehkan apabila pelaku kemaksiatannya melakukan secara terang-terangan perbuatan
dosanya di muka umum. Ghibah ini
dilakukan sebagai bentuk kehati-hatian. Misalnya, ada seseorang yang suka
meminum-minuman keras di jalanan dan mengganggu orang-orang disekitarnya. Maka,
kita perlu menceritakan kelakukan orang tersebut kepada orang lain agar
berhati-hati.
Baca Juga: Adab Berutang
6. Ghibah
untuk Memperkenalkan Seseorang
Dan yang terakhir adalah
ghibah untuk memperkenalkan seseorang apabila misal dengan namanya saja
tidak cukup dikenal. Misalnya, memperkenalkan seseorang dengan ciri khasnya
yang lain. Contohnya, “Itu Rudi yang tunanetra” dan lain sebagainya. Namun, ghibah ini tidak boleh dilakukan apabila
tujuannya untuk menghina atau jadi bahan tertawaan.
Itulah ghibah-ghibah
yang diperbolehkan dalam agama Islam. Selain enam ghibah itu dilarang dilakukan, apalagi jika hanya untuk bahan
obrolan semata tanpa ada tujuan yang jelas.
Sahabat, sudah berinfak hari ini? Jangan lupa berinfak melalui infak.id ya! Yuk unduh JUGA aplikasi Rumah Zakat App untuk kemudahan
berzakat, bersedekah, atau berinfak. Sahabat bisa mengunduh melalui Playstore
dengan mengikuti tautan ini atau melalui Appstore di tautan ini.