Poverty merupakan suatu keadaan, sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan di berbagai keadaan hidup. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, serta yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Proverty dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah kemiskinan. Sepanjang tahun 2006 lalu, kemiskinan masih menjadi problematika utama yang dihadapi oleh bangsa kita. Tingkat kemiskinan tahun 2006 mencapai angka 39,5 persen, lebih tinggi daripada angka kemiskinan tahun 2005 yang mencapai 35,1 persen.
Saat pidato awal tahun yang berlangsung di Istana Merdeka Jakarta, Rabu (31/01/07) malam Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan, ?Masalah kemiskinan merupakan masalah yang mengalir dari masa lalu yang menjadi tantangan bersama masa kini?. SBY menegaskan, ?Permasalahan kemiskinan bukanlah permasalahan statistik atau angka, melainkan persoalan nyata mengenai sulitnya kondisi kehidupan rakyat?.
SBY pun menambahkan agar program pengentasan kemiskinan dapat berhasil lebih efektif harus dipastikan program dan kegiatannya benar-benar tepat serta mendapatkan pendanaan yang memadai. “Itulah sebabnya, tahun demi tahun besaran anggaran program pengentasan kemiskinan terus ditingkatkan secara signifikan. Tahun 2004 anggaran untuk program kemiskinan berjumlah Rp 18 triliun, tahun 2005 meningkat Rp 23 triliun, tahun 2006 melonjak hampir dua kali lipat menjadi Rp 42 triliun, dan tahun 2007 ini adalah Rp 51 triliun,” katanya.
Kalau kita mau merenungkan kembali perjalanan bangsa ini, maka sesungguhnya penyebab utama kemiskinan ini adalah akibat jauhnya kita dari tuntunan ajaran Allah SWT. Tidak boleh kefakiran dibiarkan merajalela di mana-mana, karena kefakiran itu sesungguhnya hanya akan menyebabkan dekatnya orang dengan kekufuran (al-hadits).
Tahun 2007 yang telah datang menyapa kita, harus dijadikan sebagai momentum pengembangan ekonomi syariah. Penulis mencatat beberapa sektor ekonomi syariah yang perlu untuk digarap secara lebih serius di tahun 2007 mendatang.
Pertama, zakat, infaq dan shadaqah (ZIS). Paradigma kita tentang ZIS harus kita arahkan kepada pemahaman bahwa ia adalah sebagai sumber investasi yang dapat menggerakkan perekonomian kelompok masyarakat miskin. Jika orang-orang miskin ini terberdayakan, maka dengan sendirinya perekonomian negara secara keseluruhan pun akan bergerak dan berkembang (perhatikan QS. At-Taubah: 60).
Rasulullah SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT telah mewajibkan atas hartawan Muslim suatu kewajiban zakat yang dapat menanggulangi kemiskinan. Tidaklah mungkin terjadi seorang fakir menderita kelaparan atau kekurangan pakaian, kecuali oleh sebab kebakhilan yang ada pada hartawan Muslim…” (HR Imam Al-Asbahani).
Yang kedua adalah wakaf. Kalau kita melihat sejarah kejayaan Khilafah Turki Usmani yang telah menguasai dunia selama 600 tahun, maka salah satu sumber utama penyebab kuatnya perekonomian mereka adalah karena wakaf tunai. Coba bayangkan, jika 20 persen saja umat Islam mau berwakaf 100 ribu rupiah setiap bulannya, subhanallah. Bila bangsa Indonesia mampu menggali potensi wakaf tunai ini secara maksimal maka tidak perlu lagi berutang. Tahun ini, saatnya pemerintah serius memikirkan penggalian potensi wakaf ini. Lahir dan tumbuhnya badan wakaf Indonesia (BWI) merupakan suatu keniscayaan sekaligus sebagai suatu kebutuhan.
Ketiga, perbankan syariah. Ada banyak pekerjaan rumah yang menanti di tahun 2007 ini, antara lain penuntasan pembahasan RUU Perbankan Syariah. Kemudian, peningkatan kualitas SDM perbankan syariah secara terus menerus, sehingga produktivitas dan profesionalisme mereka mampu menjadikan perbankan syariah nasional lebih kompetitif dan memiliki daya saing yang tinggi.
Keempat, sukuk atau obligasi syariah. Sukuk adalah instrumen yang mampu mendorong pada peningkatan arus investasi ke tanah air. Dengan potensi sumberdaya alam yang luar biasa, penulis yakin bahwa Indonesia tidak akan kesulitan untuk mendapat dana investasi jika pemerintah menerbitkan sukuk. Bahkan boleh jadi akan terjadi kelebihan permintaan (over subscribe). Penulis berharap agar pembahasan RUU Surat Berharga Syariah Negara dapat diselesaikan pada tahun 2007 sehingga instrumen sukuk negara ini dapat segera diluncurkan.
Kelima, lembaga keuangan mikro syariah (LKMS). Muhammad Yunus dengan Grameen Bank-nya pun telah menunjukkan bahwa pembiayaan mikro telah mengubah nasib banyak kaum papa di Bangladesh. Jepang juga telah membuktikan bahwa kuatnya perekonomian mereka salah satunya adalah dikarenakan kuatnya industri kecil dan menengah mereka, dimana kontribusi UKM-nya mencapai 50 persen dari total kekuatan perindustrian Jepang.
Keenam, sektor keuangan lainnya, seperti pasar modal syariah, asuransi syariah, pergadaian syariah dan lain-lainnya.
Mereka pun harus mendapat perhatian kita bersama. Penulis berkeyakinan bahwa mengembangkan ekonomi syariah merupakan satu-satunya jawaban untuk mengeluarkan bangsa ini dari keterpurukan ekonomi. Karena itulah, penulis setuju dengan ajakan salah satu ulama kita, DR. Didin Hafidudin yang mengajak seluruh komponen bangsa ini untuk bersama-sama menjadikan tahun 2007 sebagai tahun ekonomi syariah. Sekaranglah momentum yang tepat untuk menjadikan ekonomi syariah sebagai way of life kehidupan perekonomian bangsa dan negara. Wallahua?lam.#
Aries Setyo Priyono
Head of Regional III Rumah Zakat Indonesia