IIN FADILLAH, SEBUAH CATATAN PERJALANAN DIKSAR RELAWAN RZIIN FADILLAH, A JOURNEY NOTE FROM RZ VOULTEER B.O.T

oleh | Jan 7, 2016 | News

RZ LDKO CilegonBANDUNG. Keseruan Diksar Relawan RZ masih terkenang hingga sekarang. Suasana Diksar pas sekali dengan keseruan yang tergambar dalam lirik lagu “Jejaknya” dari Izzatul Islam, perjuangan yang tergambar dalam lirik lagu “Hadapilah” milik Shoutul Harakah, nuansa kekeluargaan dalam serba kekurangan di camp masing-masing terasa menggambarkan lirik Rumah Kitanya God Bless.

Bagi saya, saat-saat itu sangat bersejarah, benar-benar memuaskan sesuatu yang saya cari saat terserang ‘demam’ bosan. ‘Need Something New’ yang melanda saat ‘demam’ bosan itu benar-benar dijawab disaat Diksar. Bagi saya mungkin Diksar ini baru 1 jawaban dari ‘Need Something New’ saya yang bisa saja tiba-tiba menghantui kembali. Maka, Diksar ini akan jadi salah satu sejarah dalam hidup saya.

Saat Diksar, mental kami benar-benar diuji, bukan dengan kekerasan verbal yang umumnya diterima anak-anak kampus oleh para seniornya dalam kegiatan sejenis. Tapi mental yang diuji adalah tentang apakah kami mampu ‘memikul’ beban terberat pada jasmani dan ruhani demi kebahagiaan umat. Haus tidak henti-henti, kantuk yang hilang datang, keringat yang terus mengucur, lapar yang kami kenyangkan dengan sugesti ‘tuk bertahan, semuanya insya Allah demi kebahagiaan umat.

Sebagai relawan, tentu kami dilatih untuk bekerjasama, saling bersinergi, serentak memberi semangat, namun dalam kesibukan penuh keringat itu, kami tidak lupa menjaga ‘nyawa hakiki’ kami sebagi muslimin, yakni syari’at Islam. Tidak terbersit sedikit pun untuk tampil sebagai laki-laki tangguh nan mempesona di depan para peserta wanita dengan menggadaikan hijab/pembatas antara kami, karena kami tidak ingin energi yang terpakai-tidak kami perlihatkan pada Kekasih Sejati, Penguasa Alam Semesta, Allah SWT.

Tidur di tengah alam, yang memperlihatkan indahnya langit berbintang, melaksanakan simulasi menyelamatkan nyawa orang, bertafakkur alam dalam tahajjud yang dingin, ketiduran di tengah tausyiah, berjalan memikul beban berat, mendaki dengan merangkak, semuanya berat, tapi karena sejak awal kami sudah memilih jalan sebagai relawan, semua itu kami hadapi. Ikhlas sudah pasti, padahal makan tidak sempurna seperti saat di rumah, tapi entah datang darimana energi kami sehingga berhasil melalui itu semua.

Menurut saya itulah bukti bahwa Allah merestui jalan yang kami pilih. “Padahal 3 hari berat itu hanya untuk mendapatkan sebuah slayer orange dan status relawan muda.” Sempat terbisik kalimat tersebut di benak saya. Tapi saya memenangkan jalan yang saya pilih dengan kalimat “Insya Allah, ini untuk kebahagiaan Umat. ”Semoga tekad tuk mengabdi pada Ilahi, mulai, terus dan semakin membaja di hati. Semoga kami istiqomah di jalan relawan, di jalan pejuang peradaban.***

Newsroom/Surianto
Bandung

RZ LDKO CilegonBANDUNG.The excitements of Basic Organizational Training (BOT) RZ Volunteers still linger in mind till today. BOT Atmosphere fitted with excitement which is reflected in the ”Jejaknya” song lyrics from Izzatul Islam, a struggle which is reflected in the lyrics of “Hadapilah” belongs Shoutul Harakah, in deprivation condition in camp depicting “Rumah kita” lyrics from God Bless.

For me, that moment is very historic, it’s really satisfied me when I tried to find something new to chase away my boredom, and my boredom was away when I participate in BOT. For me BOT will become a cure when the boredom haunts me again someday. So, BOT this will be my life history..

On BOT, our mental were really tested, not by common verbal violence from senior to junior in campus on similar activities. The mental test is about whether we are able to ‘carry’ the heaviest burden on the physical and spiritual for ummah happiness. No ending thirsty, no sleepy, the sweet keep pouring, hunger we hold with the suggestion “to survive, Insya allah everything, for the sake of ummah happiness people.

As a volunteer, of course we are trained to work together, synergize, simultaneously encouraging, but in the bustle of it, we did not forget to keep our ‘life essentials’ as a Muslims, the Islamic Shariah. There was not a slight hint to act as tough and charming men in front of the male participants by mortgaging our hijab/ boundary between us, because we do not want to use our energy for others, we want to use our energy only for the True Beloved, the Ruler of the Universe, Allah SWT.

Sleeping in the middle of nature, showing the beauty of the starry sky, carrying out simulation to save lives, Pondering the nature in cold tahajjud, fell asleep in the middle of Tausyiah, walking with aheavy burden, climbing on all fours, everything fell so hard, but because from the beginning we have chosen the way as volunteers, we have to face it. Ikhlas is certain, the meal was not as perfect as when at home, but somehow where did the energy come from so that we successfully through it all.

I think that is proof that God bless our chosen path. “We should through 3 hard days only to get an orange slayer and young volunteer’s status” briefly that was implied on my mind. But finally change it and chose my path with this phrase “Insyaallah, this is for Ummah happiness” “Hopefully, the determination to devote ALLAH, gradually imprinted in our hearts. Hopefully we can consistent become volunteers, at the civilization warriors way. ***

Newsroom/Surianto
Bandung

Perasaan kamu tentang artikel ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0