Muazin adalah orang yang terpilih dari suatu masjid untuk mengumandangkan
azan. Sementara itu, Bilal bin Rabah adalah orang pertama yang ditunjuk oleh
Rasulullah Saw untuk menjadi muazin. Ada sunah-sunah yang dianjurkan untuk
dikerjakan oleh seorang muazin. Berikut sunah-sunahnya yang telah redaksi
lansir dari kitab Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq!
1. Mengharap ridha Allah, dan bukan karena
upah
Niat menjadi muazin seharusnya karena untuk mengharap ridha
kepada Allah Swt, bukan semata-mata karena upah yang diberikan oleh pihak
masjid.
“Pesan Nabi Saw. yang
terakhir adalah, ‘Hendaklah memilih muazin yang tidak mengambil upah atas
azannya.’” (H.R. Tirmidzi).
Hadits ini hasan dan banyak dipegang oleh para ulama. Menurut
kebanyakan ulama, makruh hukumnya apabila seorang muazin mengambil upah dari azan
yang ia kumandangkan. Seharusnya seorang muazin hanya mengharapkan ridha Allah
Swt. semata.
2. Suci dari hadats kecil atau besar
Sunah muazin selanjutnya adalah suci dari hadats kecil
maupun besar. Hal itu berdasar pada hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu
Dawud, Nasa’I, dan Ibnu Majah berikut ini, “Sesungguhnya,
tidak ada halangan bagiku untuk menjawab salamnya. Hanya saja, aku tidak suka
menyebut nama Allah kecuali dalam keadaan suci.” Hadits tersebut disahihkan
oleh Ibnu Khuzaimah.
Baca Juga: Ingin Berhaji? Yuk Ketahui Syarat Wajibnya!
Dari hadits tersebut, dapat disimpulkan bahwa Rasulullah
Saw. tidak suka jika ada orang yang menyebut nama Allah (misalnya saat azan) dalam
keadaan tidak suci. Meskipun azannya tetap diperbolehkan, akan tetapi menurut
Mazhab Syafi’I hukumnya menjadi makruh. Sementara menurut pendapat Imam Ahmad
dan Mazhab Hanafi hukumnya tidak makruh. Namun, memang lebih baik seorang
muazin dalam keadaan suci dan berwudhu terlebih dahulu.
3. Berdiri menghadap kiblat
Ijma’ para ulama mengatakan bahwa sunah menjadi muazin
adalah berdiri menghadap kiblat, hal itu agar azan bisa dilantunkan lebih
lantang. Selain itu, disunahkan juga untuk menghadap kiblat saat
mengumandangkan azan seperti halnya yang dicontohkan para muazin di zaman
Rasulullah Saw.
4. Kepala, leher dan dadanya ditolehkan ke
kanan ketika mengucapkan, “Hayya ‘alash-shalah (2x)”. lalu ditolehkan ke kiri
ketika mengucapkan “Hayya ‘alal falah (2x)”
Abu Juhaifah ra. berkata, “Bilal mengumandangkan azan dan
aku menirukan mulutnya ke sana dan kemari, ke kanan dank e kiri, ‘Hayya
alash-shalah, hayya ‘alal-falah.’” (H.R. Ahmad, Bukhari, dan Muslim).
5. Memasukkan dua jari ke dalam lubang telinga
Sunah yang ini seperti yang dilakukan oleh Bilal saat azan. Bilal
mengatakan, “Aku masukkan satu jariku ke
dalam telinga, lalu aku azan.” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Hibban). Sementara
itu, menurut para ulama memasukkan dua jari ke masing-masing telinga adalah
sunah.
Baca Juga: Menyiapkan Dana Pendidikan Anak
6. Melantangkan suara, meskipun sendirian di
tanah terbuka
Abdullah bin
Abdurrahman bin Abu Sha’sha’ah meriwayatkan dari ayahnya bahwa Abu Said
Al-Khudri ra. berkata, “Aku melihatmu suka kambing dan daerah pedalaman. Jika kamu
sedang berada di lingkungan kambingmu atau di daerah pedalaman, maka
lantangkanlah suaramu ketika mengumandangkan azan. Sebab, siapa pun yang
mendengar suara muazin, baik dari kalangan jin, manusia, maupun benda mati, ia
akan menjadi saksi pembela bagi muazin di hari kiamat kelak.” Abu Sa’id berkata,
“Aku pernah mendengarnya dari Rasulullah Saw.” (H.R. Ahmad, Bukhari, Nasa’I,
dan Ibnu Majah).
7. Melambatkan azan dan berhenti sejenak di
setiap dua kalimat, dan mempercepat iqamat
8. Tidak berbicara saat iqamat
Soal berbicara saat azan, sebagian ulama
menganggapnya makruh. Sementara menurut Hasan, Atha’, dan Qatadah menganggapnya
sebagai rukhsah atau keringanan. Abu Dawud
mengatakan, “Aku bertanya kepada Ahmad, ‘Bagaimana
dengan berbicara di sela-sela mengumandangkan azan?” Ahmad menjawab, ‘Boleh,’
Lalu ada orang lain yang bertanya, ‘Bagaimana jika saat iqamat?” Ahmad
menjawab, “Tidak, karena disunahkan mempercepat iqamat.”