Seperti yang dilansir dari buku Fiqih Sunnah jilid 2 karya Sayyid Sabiq, dalam Bahasa Arab, asal kata wakaf adalah waqafa-yaqifu-waqfan yang maknanya adalah habisa-yahbasu-habsan. Sehingga wakaf secara Bahasa Arab bermakna al-habsu (menahan).
Sementara secara istilah syariah, wakaf berarti menahan harta asal (pokok) dan menyedekahkan hasilnya di jalan Allah Swt. atau bisa juga dengan kata lain diartikan sebagai menahan sebuah harta dan membelanjakan manfaatnya di jalan Allah Swt.
Wakaf sendiri terbagi menjadi dua jenis, yakni:
1. Wakaf ahli atau wakaf dzurry
Wakaf ini dikhususkan hanya diberikan kepada cucu, kerabat, dan seterusnya yang fakir.
2. Wakaf khairy
Wakaf yang sejak awal sudah diberikan kepada pintu-pintu kebaikan.
Baca Juga: Tata Cara Ziarah Kubur
Wakaf adalah sedekah jariah yang dianjurkan untuk dikerjakan oleh Rasulullah Saw. Mengingat tujuan wakaf yakni sebagai salah satu cara untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt. Selain itu, wakaf pun merupakan bentuk perbuatan baik terhadap orang-orang fakir serta mereka yang membutuhkan.
Dasar syariat mengerjakan wakaf ada dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i berikut ini:
Abu Hurairah r.a. meriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Jika seorang manusia meninggal dunia, maka amalannya terputus kecuali tiga hal: sedekah jariah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang selalu mendoakannya.”
Dari hadits di atas, dapat diketahui bahwa wakaf merupakan bentuk sedekah jariah yang amalannya akan terus mengalir meskipun misalnya yang melakukan wakaf tersebut telah meninggal dunia.
“Sesungguhnya, amal dan kebaikan yang disertakan kepada seorang mukmin setelah dia mati antara lain adalah ilmu yang diajarkan dan disebarkannya, amal saleh yang ditinggalkannya,
mushaf yang diwariskannya, masjid yang dibangunnya, rumah yang didirikannya untuk ibnu sabil, sungai yang dialirkannya, sedekah yang dikeluarkan dari hartanya pada saat dia masih hidup dan sehat. Semua itu disertakan kepada orang tersebut setelah dia mati.” (H.R. Ibnu Majah).
Baca Juga: Anjuran Membela Diri Ketika Berhadapan dengan Orang Jahat
Syarat Sahnya Wakaf
Berwakaf dikatakan sah apabila telah dilaksanakan dua hal ini, yakni:
1. Ada perbuatan yang menunjukkan bahwa seseorang telah mewakafkan sesuatu.
Misalnya: membangun masjid dan mengizinkan orang lain untuk mendirikan salat di dalamnya.
2. Ada perkataan atau pernyataan bahwa telah mewakafkan.
Misalnya: “Aku mewakafkannya”, “Aku mengabadikannya”, “Aku menahannya”, “Aku menyedekahannya dengan niat wakaf”. Atau misal mengucapkan hendak wakaf setelah kematiannya. Misalnya: “Rumahku kuwakafkan untuk dijadikan sekolah apabila aku telah mati.”
Baca Juga: Beginilah Kondisi Orang yang Meninggalkan Salat Tahajud
Konsekuensi Wakaf
Apabila orang telah berwakaf, maka harta tersebut tidak boleh dijual, dihibahkan, dan dilakukan apa saja yang bertentangan dengan predikatnya sebagai harta yang diwakafkan. Jika misalnya orang yang mewakafkan itu meninggal dunia, maka harta tersebut tidak boleh diwariskan.
Hal tersebut berdasar pada hadits Nabi saw. dalam wakaf yang dilakukan oleh Umar bin Khaththab r.a., “Tanah tersebut tidak boleh dijual, dihibahkan, dan diwariskan.”