Puasa menjadi sia-sia ketika kita hanya bisa menahan lapar
dan haus. Allah Swt juga memerintahkan kita untuk menahan amarah atau emosi.
Artinya, orang yang berpuasa diminta untuk menghindari pertengkaran.
Dalam bukunya yang berjudul Terapi Puasa karya Dr. Abdul Jawwad Ash-Shawi menjelaskan, ketika
seseorang yang sedang puasa emosi dan marah, maka adrenalin akan meningkat
tajam. Bahkan, jumlahnya 20 kali lipat lebih banyak dari saat tidak berpuasa.
Jika marah dan pertengkaran terjadi pada masa penyerapan,
maka proses pencernaan makanan akan terganggu. “Karena adrenalin ini
bekerja mengendurkan otot pelembut di sistem pencernaan,” katanya.
Adrenalin juga memperkecil kontraksi kantong empedu,
menyempitkan pembuluh darah koroner, meningkatkan tekanan darah arterial,
hingga menambah volume darah yang mengalir ke jantung. Proses penyerapan
makanan akan terhambat jika seseorang yang sedang puasa marah.
Jika marah saat siang atau sore hari, di masa
pascapenyerapan, maka sisa cadangan glikogen yang tersimpan akan terurai.
Protein tubuh akan dikonversi jadi asam amino dan lebih banyak asam amino yang
teroksidasi.
Baca Juga: Kisah Nabi Khidir, Benarkah Maih Hidup?
Percepatan proses ini menyebabkan kita lebih cepat lelah
karena cadangan glukosa terus menipis menjelang berbuka. Jika melebihi batas,
glukosa-glukosa di dalam tubuh bisa jadi terbuang melalui urin dan keringat.
Karena marah akan membuat kita jadi lebih berkeringat.
Sehingga tubuh akan kehilangan energi yang seharusnya dihemat. Maka tidak heran
jika Rasulullah Saw menyarankan kita untuk menghindari amarah, emosi, hingga
pertengkaran.
Diriwayatkan Abu Hurairah ra., Rasulullah Saw bersabda, “Jika salah seorang kalian berpuasa,
maka hendaklah ia tidak berkata atau berbuat jorok, berteriak-teriak, membuat
gaduh. Kemudian jika ada seorang yang memaki-maki atau menantang berkelahi,
maka hendaklah ia mengatakan ‘saya sedang puasa.'” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Sumber:
republika.co.id