Tayamum adalah pengganti wudu dan mandi sebagai keringanan (rukhsah) bagi mereka yang tidak bisa
menggunakan air karena sebab-sebab tertentu. Tayamum sendiri bisa menggunakan
debu atau pasir. Orang-orang yang sedang berahadats kecil atau besar baik
sedang mukim atau sedang dalam perjalanan diperbolehkan bersuci dengan cara
tayamum apabila memenuhi sebab-sebab yang telah redaksi lansir dari buku Fiqih
Sunnah karya Sayyid Sabiq berikut ini:
1. Apabila tidak menemukan air atau jika ada
air tapi tidak cukup untuk bersuci
“Kami
pernah bersama Rasul dalam satu perjalanan. Kami salat dan Rasul menjadi imam. Ada
seorang laki-laki yang tidak ikut salat. Beliau bertanya, ‘Mengapa kamu tidak
ikut salat?’ Dia menjawab, ‘Saya sedang junub dan tidak air.’ Rasul bersabda, ‘Bertayamumlah.
Itu sudah cukup.’” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Baca Juga: Bolehkah Berhaji Berulang Kali?
Sebab ini berlaku apabila ia telah
berikhtiar maksimal mencari air, akan tetapi belum menemukan air. Jika pun ada
air lokasinya sangat jauh dan sulit ditempuh.
2. Apabila sedang terluka atau sakit
Sebab ini berlaku jika luka dan sakitnya
akan bertambah parah atau tidak sembuh-sembuh apabila terkena air.
Jabir
ra. menceritakan, “Kami pernah bepergian. Di tengah perjalanan, seorang dari
kami terkena batu sehingga merobek kepalanya. Setelah itu, saat ia tidur, ia
mimpi basah. Ia bertanya kepada rekan-rekannya, ‘Apakah saya boleh tayamum?’
Mereka menjawab, ‘Tidak boleh, karena kamu bisa mendapatkan air.’ Ia pun mandi
dan meninggal dunia. Sesampainya di Madinah, kami beritahukan hal itu kepada
Nabi Saw. Beliau bersabda, ‘Mereka telah membunuhnya, Allah akan membunuh
mereka (bukan doa, tapi peringatan keras dari Rasulullah agar perbuatan
tersebut tidak diulangi lagi). Mengapa mereka tidak bertanya kalau tidak
mengerti? Obat ketidaktahuan adalah bertanya. Sebetulnya ia cukup bertayamum,
lalu mengusap lukanya dengan air. Atau, luka itu diperban dengan kain. Kain perbannya
itulah yang diusap. Kemudian membasuh seluruh tubuhnya.” (H.R. Abu Daud,
Ibnu Majah, Daruquthni). Hadits ini disahihkan oleh Ibnu Sakan.
Baca Juga: Keistimewaan Air Zamzam dan Etika Meminumnya
3. Jika air sangat dingin dan mendatangkan
mudharat, sementara itu dia tidak mampu menghangatkannya, atau tidak mampu
pergi ke pemandian air hangat
Amru
bin Ash ra. menceritakan, “Ketika dikirim bersama pasukan dalam perang
Dzatus-Salasih, di malam yang sangat dingin, saya mengalami mimpi basah. Saya katakan
kepada teman-teman, jika mandi akan membahayakan kesehatan saya. Karena itu,
saya tayamum lalu kami salat Subuh dengan saya menjadi imam. Ketika kami tiba
di Madinah, teman-teman menceritakannya kepada Rasul. Beliau bersabda, ‘Amru,
kamu menjadi imam salat dalam keadaan junub?” Saya menjawab, ‘Aku ingat firman
Allah, ‘Janganlah kalian membunuh diri kalian. Sesungguhnya Allah Maha
Penyayang kepada kalian.’ (An-Nisa’: 29). Lalu saya tayamum dan salat.’
Mendengar jawabanku itu, Rasul tertawa dan tidak berkata apa pun.’” (H.R. Ahmad,
Abu Daud, Hakim, Daruquthni, dan Ibnu Hibban).
Hadits
tersebut menyatakan restu dari Rasul dan restu dari Rasul bisa menjadi sandaran
hukum. Karena Rasul tidak akan merestui sesuatu yang batil.