Menunaikan ibadah haji ada dalam rukun Islam yang ke-5. Seperti yang dilansir dari kitab Fiqih Sunnah karya Sayyid Sabiq, definisi haji sendiri adalah pergi menuju Kota Mekah untuk mengerjakan ibadah thawaf, sa’i, wuquf di Arafah dan seluruh manasik lainnya, dalam rangka menjalankan perintah Allah dan mencapai keridhaan-Nya.
Haji merupakan salah satu kewajiban agama yang diketahui secara pasti. Dan kewajiban berhaji ini dikhususkan bagi mereka yang sanggup. Sehingga, apabila ada seorang muslim yang mengingkari dan menolak rukun Islam yang ke-5 ini, maka menurut Sayyid Sabiq dalam Fiqih Sunnah-nya, ia dianggap telah menjadi kafir atau dianggap telah keluar dari agama Islam. Sementara kewajiban berhaji dijelaskan dalam ayat berikut ini:
Baca Juga: Apa Itu Sujud Syukur?
“Sesungguhnya, rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah), yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Padanya terdapat tanda-tanda yang nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim. Siapa memasukinya (Baitullah itu) menjadi amanlah dia. Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup melakukan perjalanan ke Baitullah. Siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya,
Allah Mahakaya dari semesta alam.” (Q.S. Ali ‘Imran: 96-97).
Mayoritas ulama menyampaikan bahwa haji pertama kali diwajibkan pada tahun 6 Hijriah, mengingat saat itu turun firman Allah Swt yang berbunyi, “Dan sempurnakanlah haji dan umrah karena Allah.” (Q.S. Al-Baqarah: 196). Namun, ada pula pendapat lainnya yang muncul seperti dari Ibnul Qayyim yang menyatakan bahwa kewajiban menunaikan ibadah haji mulai turun di tahun 9 atau 10 Hijriah.
Terkait haji sebagai amalan yang utama, hal tersebut ada dalam sebuah hadits yang dituturkan oleh Abu Hurairah, “Rasulullah Saw pernah ditanya, ‘Apakah amalan yang paling utama? ‘Beliau menjawab, ‘Beriman kepada Allah.’ Beliau ditanya lagi, ‘Selanjutnya apa?’ Rasulullah menjawab, ‘Berjihad di jalan Allah.’ Beliau ditanya lagi,
‘Selanjutnya apa?’ Rasulullah menjawab, ‘Haji yang mabrur.’” (H.R. Bukhari dan Muslim).
Baca Juga: Tata Cara Menyembelih Hewan Kurban
Menurut Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunah, definisi haji mabrur dalam hadits di atas yakni haji yang dilaksanakan tanpa disertai dosa. Sementara menurut Hasan Al-Bashri, seseorang dikatakan hajinya mabrur apabila ia telah kembali menyandang sikap zuhud terhadap dunia dan lebih senang pada akhirat. Sementara itu, dalam riwayat yang marfu’ dan sanadnya hasan, haji yang mabrur juga berarti memberi makan (gemar bersedekah) dan bertutur kata yang
santun.