Seperti yang dilansir dari buku Fiqih Sunnah karya Sayyid
Sabiq, seorang istri yang berharta atau masuk kategori kaya, maka ia wajib
mengeluarkan zakatnya. Dan zakatnya pun ternyata boleh diberikan kepada suami
sendiri atau kerabat dekat jika memang mereka termasuk orang yang berhak
menerima zakat.
Diperbolehkannya seorang istri memberikan zakatnya kepada
suami sendiri dan kerabat dekat karena istri tidak memiliki kewajiban menafkahi
mereka. Maka, pahala yang akan diterima oleh istri yang berzakat kepada
suaminya atau pada kerabat dekat lebih besar dibandingkan memberikan zakatnya
tersebut kepada orang lain yang jauh.
Abu Sa’id Al-Khudri ra. menuturkan bahwa Zainab, istri Ibnu
Mas’ud, bertanya, “Wahai Nabi Allah, hari
ini engkau menyuruh kami berzakat dan kebetulan aku punya perhiasan. Ketika hendak
berzakat, Ibnu Mas’ud merasa dirinya dan anaknya lebih berhak menerima zakat
yang akan kuberikan.” Nabi Saw bersabda, “Ibnu Mas’ud benar. Suami dan anakmu
lebih berhak menerima zakatmu.” (H.R. Bukhari).
Pendapat diperbolehkannya berzakat kepada suami ini datang dari
Asy-Syafi’I, Ibnul Mundzir, Abu Yusuf, Ahl Azh-Zhahir, dan salah satu riwayat
Ahmad. Sedangkan menurut pendapat Abu Hanifah dan lainnya, istri dilarang
memberikan zakatnya kepada suami. Mereka yang melarang berpendapat bahwa hadits
yang dimaksud itu Zainab hanya ingin memberikan sedekah biasa, bukanlah zakat
wajib.
Baca Juga: Ternyata, Rajin Sedekah Bisa Mengundang Rezeki
Bila mengambil pendapat para ulama yang membolehkan berzakat
kepada suami, maka sang suami yang mendapat zakat dilarang menggunakan zakatnya
untuk menafkahi istri. Namun, apabila zakat itu dipergunakan untuk keperluan
selain nafkah maka diperbolehkan memberikan zakat kepada suami.
Dan untuk kerabat dekat seperti saudara laki-laki, saudara
perempuan, paman dari ayah, paman dari ibu, bibi dari ayah, atau bibi dari ibu,
boleh diberikan zakat oleh istri selama memang mereka termasuk golongan yang
berhak menerima zakat.
“Bersedekah kepada
orang miskin hanya sebatas sedekah, sedangkan kepada kerabat menjadi dua:
menjaga hubungan baik (silaturahmi) dan sedekah.” (H.R. Ahmad, Nasa’I, dan
Tirmidzi). Tirmidzi menyatakan hadits ini hasan.