ADAB BERTETANGGA DALAM ISLAM

oleh | Mar 25, 2022 | Inspirasi

Tetangga merupakan kumpulan orang atau masyarakat yang tempat tinggal dan kehidupannya berdekatan dengan rumah atau dengan tempat tinggal kita. Sehingga oleh karena adanya kedekatan tersebut, maka seringkali tetangga menjadi orang yang paling pertama membantu kita saat membutuhkan pertolongan. Bahkan tidak jarang kedekatan antara tetangga sangat dekat seperti saudara sendiri karena saling membantu, menolong, menjaga kebersamaan, baik ketika kondisi suka maupun duka. Jarak rumah yang saling berdekatan menimbulkan interaksi yang intens dalam jangka waktu yang cukup lama, sehingga bisa menumbuhkan rasa kebersamaan.

Itulah sebabnya Islam sangat memperhatikan hal-hal yang terkait dengan kehidupan bertetangga, di antaranya mencakup adab, etika, hak, dan kewajiban antara seorang muslim dengan tetangganya. Dan di antara dalil yang paling fundamental terkait dengan kehidupan bertetangga adalah firman Allah SWT yang memerintahkan setiap muslim untuk berbuat baik kepada tetangganya; “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. An-Nisa : 36).

Orang yang beriman kepada Allah SWT dan kehidupan akhirat, maka wajib baginya untuk memuliakan tetangganya. Bahkan Nabi SAW membahasakannya dengan “fal yukrim jarahu” (maka hendaklah ia memuliakan tetangganya), sebagai gambaran betapa pentingnya berbuat baik kepada tetangga, hingga sampai pada tingkat keharusan memuliakan mereka.

Dalam riwayat lainnya juga disebutkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Malaikat Jibril senantiasa mewasiatkanku untuk (senantiasa) berbuat baik terhadap tetangga, sehingga aku mengira tetangga juga akan mendapatkan harta waris.” (Muttafaqun Alaih). Demikian pentingnya memuliakan dan berbuat terhadap tetangga, hingga malaikat Jibril berpesan dan berwasiat kepada Nabi SAW agar memuliakan mereka, hingga Nabi SAW sendiri mengira (karena keharusan berbuat baik tersebut), hingga seakan tetangga juga akan mendapatkan warisan bila beliau meninggal dunia.

Oleh karena itulah, Rasulullah SAW juga memberikan nasehat kepada para sahabatnya dan kepada kita sebagai umatnya, perihal hak-hak dan adab-adab yang harus dipenuhi dalam hidup bertetangga, di antaranya adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Imam Al-Baihaqi, ‘bahwa seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, Wahai Rasulullah apakah hak tetangga atas tetangganya? Beliau bersabda Hak tetangga terhadap tetangga lainnya adalah (1) bila sakit kamu mengunjunginya. (2) Bila wafat kamu mengantarkan jenazahnya. (3) Bila membutuhkan (uang atau barang) kamu meminjamkannya. (4) Bila mengalami kesulitan maka janganlah dibeberkan aib-aibnya. (5) Bila memperoleh kebaikan maka kita turut bersuka cita dan mengucapkan selamat kepadanya. (6) Dan bila menghadapi musibah engkau datang untuk menyampaikan rasa duka. (7) Jangan sengaja meninggikan bangunan rumahmu melebihi bangunan rumahnya, lalu menutup jalan udaranya. (8) Dan janganlah kamu mengganggunya dengan bau masakan, kecuali kamu memberikan sebagiannya kepadanya.” (HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman)

Maka, terkait dengan hukum memasak masakan yang aroma masakannya tercium hingga ke tetangganya, hendaknya diperhatikan sebagai berikut:

  1. Hendaknya seorang muslim berusaha untuk tidak mengganggu tetangganya dengan “menyengaja” menyebarkan aroma makanan dan juga asap masakan yang dimasaknya. Dalam artian ia harus berusaha untuk tidak “menyebarkan” aroma masakan yang dimasaknya ke tetangga kanan dan kirinya sebisa mungkin.
  2. Bahwa jika ia tidak menyengaja menyebarkan aroma masakannya, padahal ia sudah berusaha untuk tidak menyebarkannya, maka hukumnya tidak mengapa dan ia tidak berdosa oleh karenanya.
  3. Sedangkan jika seseorang memasak makanan yang menimbulkan asap masakan yang tebal dan aroma yang kuat hingga hal tersebut mengganggu tetangga kanan kirinya, lalu ia tidak peduli dengan tetangganya yang terganggu tersebut, maka perbuatan seperti inilah yang dilarang dalam konteks hadits di atas.
  4. Maka jika seorang muslim memasak yang menimbulkan aroma yang kuat dan atau membuat asap yang tebal, maka hendaknya ia melebihkan dalam memasak masakan tersebut dan membaginya kepada tetangga kanan dan kirinya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas, “…Dan janganlah kamu mengganggunya dengan bau masakan, kecuali kamu memberikan sebagiannya kepadanya…” (HR. Baihaqi). Dan juga sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Abu Dzar RA dia berkata; “Kekasihku Rasulullah SAW pernah berpesan kepadaku, ‘Apabila kamu memasak masakan berkuah, perbanyaklah kuahya, lalu lihatlah jumlah keluarga tetanggamu dan berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan baik.’” (HR. Muslim).

Semoga kita semua termasuk ke dalam golongan orang-orang yang mampu mengamalkannya dengan baik dan mendapatkan ridha Allah SWT.

Wallahu a’lam.

Oleh: Ustaz Rikza Maulan (Dewan Pengawas Syariah Rumah Zakat)

 

Perasaan kamu tentang artikel ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0