Seperti yang dilansir dari laman muslim.or.id, kebiasaan
qurban bergilir ini marak di masyarakat kita. Yaitu misalnya satu keluarga
terdiri dari suami, istri dan dua anak. Maka tahun ini yang berqurban suami,
tahun depan istri, tahun setelahnya anak pertama, tahun setelahnya lagi anak
kedua, dan seterusnya. Ini menjadi hal yang unik, karena kami belum mendapatkan hal
seperti ini di kitab-kitab fikih.
Dan Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam selalu berqurban setiap tahun. Namun tidak dinukil riwayat
bahwasanya beliau mempergilirkan qurban, kepada istri-istrinya dan
anak-anaknya. Bahkan beliau menganggap qurban beliau sudah mencukupi seluruh
keluarganya.
Dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu,
beliau berkata, “Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berqurban dengan dua
domba gemuk yang bertanduk salah satunya untuk diri beliau dan keluarganya dan
yang lain untuk orang-orang yang tidak berqurban dari umatnya” (H.R. Ibnu Majah
no.3122, dihasankan oleh Al Albani dalam Irwaul Ghalil [4/353]).
Baca Juga: Kurban Dulu atau Bayar Utang Dulu Ya?
Demikian juga para sahabat Nabi, yang berqurban di antara
mereka adalah para kepala keluarga, dan mereka juga tidak mempergilirkan qurban
pada anak dan istri mereka.
Dari Abu Ayyub Al Anshari radhiallahu’anhu, ia berkata, “Dahulu
di masa Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, seorang lelaki berqurban dengan satu
kambing yang disembelih untuk dirinya dan keluarganya. Mereka makan dan
sembelihan tersebut dan memberi makan orang lain. Kemudian setelah itu
orang-orang mulai berbangga-bangga (dengan banyaknya hewan qurban) sebagaimana
engkau lihat” (H.R. Tirmidzi no.1505, Ibnu Majah no. 3147, dishahihkan Al Albani
dalam Shahih Ibnu Majah).
Syaikh Ibnu Al Utsaimin ditanya, “Apakah setiap anggota
keluarga dituntut untuk berqurban atas diri mereka masing-masing?”
Beliau menjawab:
“Tidak. Yang sesuai sunah, kepala rumah tanggalah yang berqurban.
Bukan setiap anggota keluarga. Dalilnya, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berqurban dengan satu kambing untuk
dirinya dan keluarganya. Dan Abu Ayyub Al Anshari berkata, “Dahulu di masa Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam, seorang
lelaki berqurban dengan satu kambing yang disembelih untuk dirinya dan
keluarganya.” Andaikan disyariatkan setiap anggota keluarga untuk berkurban
atas dirinya masing-masing tentu sudah ada dalilnya dari sunnah Nabi. Dan kita
ketahui bersama, bahwa para istri Rasulullah
Shallallahu’alaihi Wasallam tidak ada yang berqurban, karena sudah
mecukupkan diri dengan qurban Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam“.
Beliau juga mengatakan:
“Jika ada orang yang berkata: mungkin itu karena Nabi
Shallallahu’alaihi Wasallam sangat miskin? Maka kita jawab: memang kemungkinan
tersebut ada, namun tidak bisa kita pastikan. Bahkan terdapat banyak atsar yang
menunjukkan bahwa para istri-istri Nabi Shallallahu’alaihi
Wasallam adalah orang-orang kaya“ (Durus Syaikh Muhammad bin Shalih Al
Utsaimin, 8/5)
Baca Juga: Bolehkah Daging Kurban Diolah Jadi Daging Kalengan?
Dan perlu diperhatikan bahwa ibadah qurban ini wajib ikhlas
hanya untuk meraih wajah Allah Ta’ala. Hendaknya jauhkan perasaan ingin
dilihat, ingin dikenal pernah berqurban, ingin nampak namanya atau semisalnya
yang merupakan riya dan bisa menghanguskan pahala amalan.
Kesimpulannya, yang lebih mendekati sunnah Nabi dan para
sahabat, yang berqurban cukuplah suami saja sebagai kepala keluarga. Tidak
perlu dipergilirkan kepada anggota keluarga yang lain. Dan tidak ada keutamaan
khusus dengan mempergilirkan demikian. Namun jika anggota keluarga yang lain
berqurban atas nama dirinya, itu pun boleh saja dan sah. Wallohu’alam bishawab.