HUKUM MENUNAIKAN WAKAF TUNAI

oleh | May 27, 2010 | Konsultasi Islami

Oleh Kardita Kintabuwana, Lc, MA
Dewan Syariah Rumah Zakat

Sobat zakat yang budiman,  kata “wakaf “ berasal dari bahasa Arab “al-waqf” yang mempunyai arti menahan, atau berhenti, atau diam di tempat, atau tetap berdiri. Adapun pengertiannya secara syar’I maka kalangan ahli fiqih berbeda pendapat.

Menurut Syeikh Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah nya, pendapat yang kuat adalah dari Imam Syafi’I  yaitu menahan harta pewakaf untuk bisa dimanfaatkan di segala bidang kemaslahatan dengan tetap melanggengkan harta tersebut sebagai taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT.

Kepemilikan berpindah kepada Allah SWT, maka harta wakaf itu bukan milik pewakaf, pengelola, dan juga bukan milik penerima wakaf.  Sehingga harta wakaf tidak dapat dijual, dihibahkan, diwariskan atau apapun yang dapat menghilangkan kewakafannya.

Dr. Khalid Al-Musyaiqih juga menguatkan pendapat dari Imam Syafi’I karena lebih menyeluruh dan lengkap. Hal ini sesuai dengan hadits dari Ibnu Umar: “Bersedekahlah dengan pokoknya, tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan tetapi hasilnya dibelanjakan” (HR. Bukhari).

 

Di Indonesia sendiri, pelaksanaan wakaf telah diatur oleh UU No. 41/2004 tentang wakaf. Menurut UU tersebut, definisi wakaf adalah perbuatan hukum pewakaf untuk memisahkan dan/atau menyerahan sebagian harta miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah.

Sehingga berdasarkan atas ikrar atau lafal wakaf dan ketika harta sedang diwakafkan maka harta tersebut tidak dapat dipindahkan kepemilikan, dijaminkan, ditukar atau dialihkan haknya.

Sobat zakat yang dirahmati Allah SWT, pada awalnya, pemahaman tentang objek wakaf hanya pada tataran benda atau barang yang tidak bergerak, seperti tanah atau bangunan.

Namun, pada saat ini sudah berkembang model wakaf pada barang yang bergerak atau yang dapat dipindahkan. Model wakaf yang terakhir ini ada sebagian kelompok menamainya dengan wakaf tunai (cash waqf).

Sesungguhnya penggunaan istilah wakaf tunai kurang begitu tepat karena kalau diambil mafhum mukhalafahnya (pengertian implisit) mengandung arti ada wakaf yang tidak tunai. Sementara, setiap wakaf itu dilaksanakan secara tunai. Tidak ada wakaf yang dilaksanakan secara tidak tunai, seperti diutang atau ditangguhkan.

Dengan demikian, istilah yang cocok untuk model wakaf ini adalah wakaf uang (waqf al-nuqud). Maksud dari wakaf uang adalah objek dari benda yang diwakafkan berbentuk uang. Jadi, sesuai dengan konsep wakaf uang, setiap orang dapat mewakafkan uangnya untuk kemaslahatan umat Islam.

Jenis wakaf ini merupakan inovasi dalam keuangan publik Islam (Islamic Society Finance) karena jarang ditemukan dalam khazanah fiqih klasik. Wakaf uang membuka peluang yang unik bagi penciptaan investasi di bidang keagamaan, pendidikan, dan pelayanan sosial, karena lebih fleksibel pengelolaannya.

Pendapatan yang diperoleh dari pengelolaan wakaf uang tersebut dapat dibelanjakan untuk berbagai tujuan yang berbeda seperti pemeliharaan harta wakaf itu sendiri.

Diantara mereka yang membolehkan atas wakaf uang yaitu:

* Imam Zuhri: Mewakafkan dinar hukumnya boleh dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha, kemudian keuntungannya disalurkan kepada penerima wakaf (mauquf alaihi).

* Sebagian Al-Hanafiyah (ulama madzhab Hanafi) membolehkan wakaf uang dinar dan dirham  atas dasar istihsan bi al-urf (dipandang baik menurut kebiasaan) berdasarkan atsar dari Abdullah bin Mas’ud ra: “Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah pun buruk”.

* Imam Nawawi: “Dan para sahabat kita berbeda pendapat tentang berwakaf dengan dana dirham dan dinar. Orang yang membolehkan mempersewakan dirham dan dinar membolehkan berwakaf dengannya dan yang tidak membolehkan mempersewakannya tidak mewakafkannya”.

* Pendapat Al-Syafi’iyyah (ulama madzhab Syafi’i): Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam Al-Syafi’I tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang).

Berdasarkan beberapa dalil dan pendapat para ulama maka MUI melalui komisi fatwa mengeluarkan fatwa tentang wakaf uang yang intinya berisi sebagai berikut:

  •    Wakaf uang adalah wakaf yang dilakukan oleh seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
  • Termasuk dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga (seperti saham, obligasi/sukuk).
  • Wakaf uang hukumnya boleh.
  • Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’i.
  • Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan/atau diwariskan.

Berdasarkan uraian di atas, maka kita dapat menilai bahwa wakaf adalah suatu bentuk philantrophy yang mirip dengan jenis philantrophy lainnya dalam Islam baik itu zakat, infak, shadaqah, maupun hibah yang sangat dianjurkan dan memberikan kemashlahatan yang besar bagi masyarakat dan umat.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

 

Perasaan kamu tentang artikel ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0