[:ID]HUKUM MELIHAT PENYEMBELIHAN QURBAN[:en]THE LAW OF WACTHING QURBANI SLAUGHTER[:ar]HUKUM MELIHAT PENYEMBELIHAN QURBAN[:]

oleh | Aug 6, 2014 | Konsultasi Islami

[:ID]1Tips-Bisnis-Hewan-Kurban3Assalamualaikum Wr Wb

Ustadz, saya mau tanya, bukannya kalau kurban itu syariatnya harus melihat hewan yang di kurbankan? Lalu bagaimana juga hukumnya kurban atas nama orang lain?
Anti, Jakarta

Jawaban:
Sobat Anti yang baik, menyaksikan penyembelihan hewan kurban bagi yang melaksanakannya adalah sunnah bukan merupakan kewajiban sebagaimana pendapat para ulama (Lihat Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuha, Wahbah Zuhaili: 3/625) . Syaikh DR. Muhammad Al-Najdi dalam fatwanya menjelaskan, “Menyaksikan kurban adalah sunnah, dan saya tidak mengetahui seorang ulama pun mengatakan hal itu wajib.

Sedangkan hadits mengenai perintah Rasulullah SAW kepada Fatimah untuk menyaksikan penyembelihan sebagai mana berikut: “Wahai Fatimah, bangkit dan saksikanlah penyembelihan kurbanmu, karena sesungguhnya Allah mengampunimu setiap dosa yang dilakukan dari awal tetesan darah kurban, dan katakanlah:” Sesungguhnya shalatku, ibadah (kurban) ku, hidupku dan matiku lillahi rabbil ‘alamiin, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan oleh karena itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang yang paling awal berserah diri” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Al-Ashbahani) merupakan hadits lemah (dhaif) sebagaimana dinyatakan Syaikh Al-Bani dalam bukunya Dhaif Al-Targhib wa al-Tarhib dan Silsilah Al-Ahadits al-Dhaifah.

Oleh karena itu sobat Anti boleh hukumnya seseorang tidak menyaksikan penyembelihan kurbannya misalnya dikarenakan dia menitipkan kepada orang lain atau lembaga sosial untuk disembelih di daerah lain karena masyarakatnya sangat memerlukan.

Sedangkan berkurban atas nama orang lain merupakan permasalahan yang diperselisihkan oleh para ulama. Kalangan Syafi’iyah berpendapat bahwa tidak boleh berkurban atas nama orang lain kecuali atas izinnya dan tidak boleh berkurban untuk orang yang sudah meninggal jika dia tidak mewasiatkannya sesuai dengan firman Allah SWT: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS. An-Najm:39), namun apabila dia mewasiatkannya maka diperbolehkan.

Kalangan Malikiyah berpendapat bahwa makruh melakukannya atas nama yang meninggal apabila sebelum meninggalnya dia tidak menetapkannya, namun kalau dia menetapkannya selain karena nazar maka sunnah bagi ahli waris untuk melaksanakannya. Sedangkan kalangan Hanafiyah dan Hambaliyah berpendapat bahwa boleh menyembelih kurban atas nama yang meninggal seperti juga atas nama orang yang masih hidup (Lihat Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuha, Wahbah Zuhaili: 3/634-635).

Sobat yang dirahmati Allah SWT semoga penjelasan yang singkat tadi bermanfaat.

Wallahu a’lam bi ash shawwab.

KLIK GAMBAR DI BAWAH UNTUK DONASI SUPERQURBAN

 

 

 

 

KLIK GAMBAR DI BAWAH UNTUK DONASI DESAKU BERQURBAN

[:en]1Tips-Bisnis-Hewan-Kurban3Assalamualaikum Wr Wb

Ustadz, I’d like to ask you regarding to watch qurbani slaughter. Is it essential for us to watch it directly? So how about entrusting it to others?

Anti, Jakarta

The answer:

Anti, watching it directly is not an obligatory but a sunnah as many Ulama agree (read at Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuha, Wahbah Zuhaili: 3/625). Syaikh DR. Muhammad Al-Najd said, “Watching qurbani slaughter is a sunnah, and I’ve never known an Ulama that said it as an obligatory”.

The hadith that explains the issue is weak as Syaikh Al-Bani claims in his book Dhaif Al-Targhib wa al-Tarhib dan Silsilah Al-Ahadits al-Dhaifah.

Therefore, it is right for us not to watch it directly because of several reasons such as entrusting it to others or institutions.

Wallahu a’lam bi ash shawwab.

[:ar]1Tips-Bisnis-Hewan-Kurban3Assalamualaikum Wr Wb

Ustadz, saya mau tanya, bukannya kalau kurban itu syariatnya harus melihat hewan yang di kurbankan? Lalu bagaimana juga hukumnya kurban atas nama orang lain?
Anti, Jakarta

Jawaban:
Sobat Anti yang baik, menyaksikan penyembelihan hewan kurban bagi yang melaksanakannya adalah sunnah bukan merupakan kewajiban sebagaimana pendapat para ulama (Lihat Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuha, Wahbah Zuhaili: 3/625) . Syaikh DR. Muhammad Al-Najdi dalam fatwanya menjelaskan, “Menyaksikan kurban adalah sunnah, dan saya tidak mengetahui seorang ulama pun mengatakan hal itu wajib.

Sedangkan hadits mengenai perintah Rasulullah SAW kepada Fatimah untuk menyaksikan penyembelihan sebagai mana berikut: “Wahai Fatimah, bangkit dan saksikanlah penyembelihan kurbanmu, karena sesungguhnya Allah mengampunimu setiap dosa yang dilakukan dari awal tetesan darah kurban, dan katakanlah:” Sesungguhnya shalatku, ibadah (kurban) ku, hidupku dan matiku lillahi rabbil ‘alamiin, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan oleh karena itu aku diperintahkan, dan aku termasuk orang yang paling awal berserah diri” (HR. Al-Hakim, Al-Baihaqi, dan Al-Ashbahani) merupakan hadits lemah (dhaif) sebagaimana dinyatakan Syaikh Al-Bani dalam bukunya Dhaif Al-Targhib wa al-Tarhib dan Silsilah Al-Ahadits al-Dhaifah.

Oleh karena itu sobat Anti boleh hukumnya seseorang tidak menyaksikan penyembelihan kurbannya misalnya dikarenakan dia menitipkan kepada orang lain atau lembaga sosial untuk disembelih di daerah lain karena masyarakatnya sangat memerlukan.

Sedangkan berkurban atas nama orang lain merupakan permasalahan yang diperselisihkan oleh para ulama. Kalangan Syafi’iyah berpendapat bahwa tidak boleh berkurban atas nama orang lain kecuali atas izinnya dan tidak boleh berkurban untuk orang yang sudah meninggal jika dia tidak mewasiatkannya sesuai dengan firman Allah SWT: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya” (QS. An-Najm:39), namun apabila dia mewasiatkannya maka diperbolehkan.

Kalangan Malikiyah berpendapat bahwa makruh melakukannya atas nama yang meninggal apabila sebelum meninggalnya dia tidak menetapkannya, namun kalau dia menetapkannya selain karena nazar maka sunnah bagi ahli waris untuk melaksanakannya. Sedangkan kalangan Hanafiyah dan Hambaliyah berpendapat bahwa boleh menyembelih kurban atas nama yang meninggal seperti juga atas nama orang yang masih hidup (Lihat Al-Fiqh al-Islami wa Adillatuha, Wahbah Zuhaili: 3/634-635).

Sobat yang dirahmati Allah SWT semoga penjelasan yang singkat tadi bermanfaat.

Wallahu a’lam bi ash shawwab.
[:]

Perasaan kamu tentang artikel ini ?
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0
+1
0