Oleh : Ustadz Ahmad Sarwat, Lc.
Tidak semua kuis itu haram dan juga tidak semua undian itu haram. Yang haram hanya apabila ada unsur judinya dimana syarat-syarat sebuah perjudian terjadi.
Sedangkan kuis dan undian yang tidak terpenuhi syarat judi didalamnya, tidak haram. Bahkan Rasulullah SAW seringkali mengundi para istrinyauntuk ikut dalam peperangan. Padahal dengan undian itu, nasib mereka seperti sedang diperjudikan. Akan tetapi karena syarat terjadinya perjudian tidak tercukupi, undian itu bukan judi.
Di antara syarat terjadinya perjudian adalah :
1. Yang diperjudikan adalah sesuatu yang bersifat harta atau bernilai harta. Baik berupa uang atau pun benda-benda lain. Sedangkan bila yang diundi tidak ada kaitannya dengan masalah harta dan keuangan, maka bukan termasuk perjudian.
2. para peserta undian itu harus menyetorkan sejumlah harta. Baik bersifat langsung atau tidak langsung.
Yang dimaksud dengan menyetorkan harta secara langsung seperti umumnya orang main judi, dimana masing-masing mengeluarkan uang taruhan diletakan diatas meja. Siapa yang keluar sebagai pemenang dalam permainan, maka dia berhak atas uang yang terkumpul dar para peserta judi.
Sedangkan menyetorkan uang secara tidak langsung adalah masing-masing peserta tidak perlu mengeluarkan uangnya terlebih dahulu. Tapi siapa yang kalah dalam suatu permainan, akan dihukum untuk mengeluarkan uang buat pemain lainnya. Missal yang paling sederhana ialah latihan main badminton yang tidak pakai duit, tetapi siapa yang kalah harus mentraktir yang menang.
Uang yang digunakan untuk mentraktir itu sebenarnya adalah uang pasangan/taruhan, tetapi tidak dikeluarkan atau diperlihatkan terlebih dahulu. Tetapi keduanya tetap sama saja, sama-sama judi yang diharamkan.
Tetapi kalau peserta tidak harus mengeluarkan uang, baik diawal atau diakhir, maka tidak termasuk judi. Misalnya seorang ayah menantang anaknya, kalau anaknya bisa menghafal juz?amma, akan membelikan sepeda. Lalu anaknya berhasil menghapal, maka ayahnya mengeluarkan uang untuk membeli sepeda. Praktek ini meski agak mirip dengan judi, tapi bukan judi. Sebab yang mengeluarkan uang taruhan bukan kedua belah pihak, melainkan satu pihak saja. Yang ini hukumnya boleh.
Seandainya si anak tidak berhasil menghapal, dia kalah dengan cara tidak mendapat apa-apa. Tetapi tidak ada kewajiban baginya untuk mengeluarkan harta tertentu. Seandainya didalam kesepakatan antara ayah dan anak itu ada ketentuan bahwa kalau berhasil si anak dibelikan sepeda, tetapi kalau tidak berhasil si anak harus membayar uang tertentu, maka praktek ini adalah judi.
Sedikit analis tentang Qurban berhadiah haji dan umroh, maka hukumnya sah dan boleh karena hadiah itu bukan diambil dari para peserta Qurban yang telah menyetorkan sejumlah uang, tetapi dari sumber yang lain yaitu donatur atau kita sebut sponsor. Yang mengeluarkan uang bukan kedua belah pihak tapi satu pihak saja. Jadi dalam hal ini tidak ada yang dirugikan dan diuntungkan.***
)* Diambil dari www.eramuslim.com