Setelah menikah, seorang istri harus taat kepada suaminya. Tanggung
jawab orangtua pun pindah ke tangan suaminya. Sehingga salah satu kewajiban seorang
istri adalah meminta izin kepada suaminya terkait banyak hal, salah satunya
adalah keluar rumah.
Mengapa seorang istri harus meminta izin kepada suaminya
ketika keluar rumah? Jawabannya tentu
karena adab. Adab meminta izin kepada suami ini sangat penting. Hal itu agar
istri terhindar dari fitnah yang dikhawatirkan akan membuat rumah tangga
terusik. Selain itu juga untuk menghindari prasangka buruk suami, tetangga, atau
keluarga besar.
Sejatinya, dalam berumah tangga itu perlu dibangun
keterbukaan dan komunikasi yang baik antar suami dan istri. Sikap inilah yang diharapkan
bisa melahirkan ketenangan dan keharmonisan.
Baca Juga: Bolehkah Seorang Istri Memberikan Zakat Kepada Suami dan Kerabat Dekat?
Lantas, bagaimana jika seorang istri pergi ke luar rumah
tanpa izin suaminya? Apalagi misalnya jika ia pergi berhari-hari hingga melupakan
kewajibannya sebagai istri?
Di dalam Islam, sikap seorang istri yang demikian disebut
sebagai nusyuz. Seperti yang dilansir
dari kitab Fiqih Sunah karya Sayyid Sabiq, nusyuz
sendiri merupakan sikap membangkang dan tidak patuh kepada suami, atau menolak
diajak berhubungan badan, atau keluar rumah tanpa seizin suaminya.
Seorang istri yang melakukan nusyuz, maka harus dinasihati oleh suaminya. Jika misalnya sang
istri masih tidak mau berubah, maka ada hal-hal lainnya yang bisa dilakukan
suami agar istrinya bisa menyadari kesalahannya dan mau memperbaiki diri. Cara menangani
istri yang nusyuz ini diterangkan Allah Swt. dalam surah An-nisa’ ayat 34
berikut ini:
Allah Swt. berfirman, “Wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuz-nya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah
mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka
menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.”
Baca Juga: Ingin Jadi Istri Salehah? Yuk Ketahui Kriterianya!
Dari ayat di atas, seorang suami berkewajiban menasihati
istrinya terlebih dahulu apabila diketahui secara pasti bahwa istrinya
melakukan nusyuz. Nasihat yang
disampaikan suami tentunya mengingatkan dengan hukum Allah Swt., memberikan
istri peringatan atas kewajibannya untuk taat kepada suami dan hak-haknya yang
lain, serta mengingatkan istri akan dosa yang akan diterimanya apabila
membangkang/nusyuz kepada suami. Suami
pun menyampaikan bahwa apabila istri melakukan nusyuz kembali, maka konsekuensinya istri akan kehilangan
hak-haknya seperti nafkah dan pakaian.
Jika seorang istri setelah dinasihati mengakui kesalahannya,
berubah, dan kembali menaati suami, maka suami berkewajiban untuk menerima
maafnya. Selain itu, suami pun tidak menyusahkan istri misalnya dengan
syarat-syarat yang sulit dipenuhi istri sebagai bentuk hukuman.
Namun, apabila setelah dinasihati misalnya istri kembali
mengulangi nusyuz dan tidak
sadar-sadar dengan kesalahannya, maka seorang suami berhak menghentikan
nafkahnya. Selain itu, suami pun berhak untuk melakukan hajr (memisahkan) istri dari
tempat tidurnya (tidak tidur bersama/pisah ranjang, namun masih satu rumah) dan
tidak berbicara dengan istri/mendiamkan istri maksimal hingga tiga hari.
Terkait mendiamkan istri maksimal tiga hari ini ada
dalilnya. Yakni dari hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, dan Abu
Dawud. Abu Hurairah ra. menuturkan bahwa Nabi Saw. bersabda, “Seorang muslim tidak dibenarkan melakukan
hajr (menghindari bicara) terhadap saudaranya lebih dari tiga hari.”
Baca Juga: Bolehkah Istri Bersedekah dengan Harta Suami?
Kemudian apabila sang istri masih saja melakukan nusyuz padahal sudah dinasihati,
dihentikan nafkahnya, hingga pisah ranjang dan didiamkan/tidak diajak berbicara
maksimal tiga hari, maka tahap selanjutnya suami diperbolehkan untuk memukul
istrinya.
Sayyid Sabiq dalam kitab Fiqih Sunahnya mengatakan, bahwa
ketika memukul istri yang nusyuz,
seorang suami harus menghindari bagian wajah dan bagian tubuh yang rawan. Pukulannya
pun bukan untuk merusak tubuh dan membuat istri terluka. Namun, pukulannya
bertujuan untuk mendidik.
Abu Dawud meriwayatkan dari Hakim bin Mu;awiyah Al-Qusyairi,
bahwa ayahnya bertanya, “Wahai
Rasulullah, apa hak istri yang wajib ditunaikan suami?” Rasulullah Saw.
menjawab, “Memberinya makan jika engkau makan, memberinya pakaian jika engkau
berpakaian, tidak boleh memukul wajah dan menjelek-jelekkannya, dan jangan
melakukan hajr (memisahkan) terhadapnya kecuali di dalam rumah.”
Dari pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
seorang istri yang keluar rumah tanpa izin dari suami itu dilarang. Sebaiknya sebelum
keluar rumah istri izin dulu sebagai bentuk ketaatan dan adab terhadap suami.