[:ID]JAKARTA. (11/04) Didirikan di tengah krisis politik dan ekonomi pada tahun 1998, Lembaga pengelola Zakat, Rumah Zakat telah mengubah dirinya sebagai organisasi non-pemerintah yang fokus membantu orang miskin.
Zakat adalah istilah Islam yang menunjukkan kewajiban bagi Muslim untuk memberikan sedekah kepada orang miskin. Rumah Zakat memulai kegiatannya dengan mengumpulkan sumbangan secara informal untuk membantu anak-anak yatim di sekitar Bandung, Jawa Barat, di mana markas besarnya saat ini berada. Organisasi ini mulai meresmikan diri pada tahun 2005 di bawah pimpinan eksekutif pertama, Virda Ekaputra, yang sekarang menjadi direktur utama Bandarudara Internasional Jawa Barat. Organisasi mulai mempekerjakan karyawan ful time di bawah masa jabatan Virda. Sekarang mempekerjakan lebih dari 400 karyawan full time dan ribuan sukarelawan yang tersedia di cabang di 18 provinsi.
“Pada saat itu, kami mulai menerapkan model perusahaan kepada tim kami dalam menjalankan organisasi. Karyawan yang datang terlambat ke kantor akan dipotong gajinya sebagai hukuman, misalnya,” kata Chief Marketing offcer Rumah Zakat, Irfan Nugraha, saat melakukan kunjungan ke Jakarta Globe minggu lalu.
Dari mengelola hanya Rp 800 juta ($ 56.000) dalam formasi awal, Rumah Zakat sekarang mengelola dana Rp 200 miliar, yang didistribusikan untuk mengembangkan masyarakat melalui beberapa program, mulai dari kesehatan, pendidikan, ekonomi hingga infrastruktur. Sekitar 60 persen dari dana tersebut berasal langsung dari zakat, sementara 35 persen dihasilkan dari sumbangan non-wajib lainnya, yang disebut infaq dan shadaqah.
5 persen dari total pendapatan Rumah Zakat juga berasala dari CSR perusahaan seperti Bank Mandiri, yang merasa lebih nyaman dengan manajemen amal profesional yang ditawarkan oleh organisasi.
Berfokus pada Pemberdayaan Desa
Ketika Rumah Zakat didirikan pada 1998, sekitar 49,5 juta orang hidup dalam kemiskinan. Namun, program ekonomi dan pemerintah yang sedang berkembang membantu meningkatkan mata pencaharian jutaan orang.
Hari ini, 26,5 juta orang, atau 10 persen dari populasi negara hidup di bawah garis kemiskinan, menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Rumah Zakat telah membantu lebih dari 1,2 juta orang sejak awal pendiriannya. Karena enam dari 10 orang miskin tinggal di luar wilayah metropolitan, Rumah Zakat memfokuskan upaya mereka di desa-desa. Di bawah program yang disebut Desa Berdaya, Rumah Zakat sejauh ini telah membantu 1.056 desa di 21 provinsi, sebagian besar di Jawa.
“Kami membantu orang-orang di desa-desa ini untuk mendapat penghasilan secara berkelanjutan dari penjualan produk pertanian dan bahan makanan. Dan juga dengan membentuk koperasi,” kata Irfan.
Rumah Zakat berharap dapat membantu sebanyak 1.234 desa tahun ini dan menetapkan target 5.323 desa yang diberdayakan pada tahun 2023. Rumah Zakat menyebarkan para ahli untuk membantu penerima manfaat dalam mempertahankan bisnis mereka. Ketika sebuah desa dapat mempertahankan dirinya sendiri, maka ia dianggap sebagai desa yang mandiri dan Rumah Zakat mendukung itu.
“Saat ini, kami hanya memiliki lebih dari 20 desa yang sudah dianggap mandiri,” kata Irfan.
Rumah Zakat mengklaim itu membantu 10.794 orang melalui program ekonomi tahun lalu dan hampir dua pertiga dari penerima manfaat terangkat dari kemiskinan.
Potensi Besar
Muslim wajib membayar zakat, yang menyumbang 2,5 persen dari pendapatan, dan dibayarkan baik bulanan atau tahunan. Sistem ini dikenal sebagai zakat mal. Sementara Zakat Fitrah dibayar oleh Muslim yang mampu setahun sekali selama Idul Fitri dengan dengan nilai 2,7 kilogram makanan pokok, seperti beras atau gandum.
Pemerintah mendukung kegiatan amal ini dan menawarkan dorongan bagi warga Muslim untuk memenuhi kewajiban mereka. Zakat atau donasi wajib keagaamaan lainnya juga termasuk pengurang pajak. Irfan mengatakan bahwa potensi pengumpulan zakat lebih dari Rp 217 triliun per tahun, mengutip estimasi dari Departemen Agama.
“Tapi pengumpul zakat seperti Rumah Zakat, Baznas dan LAZIS-NU saat ini hanya dapat mengumpulkan Rp 10 triliun, secara kolektif setiap tahun,” kata Irfan, merujuk masing-masing kepada Badan Zakat Nasional dan lembaga zakat Nahdlatul Ulama, organisasi Islam terbesar di Indonesia.
“Peluang itu masih ada,” tambahnya.
Sumber : Jakartaglobe[:en]JAKARTA. (11/04) Established amid the country’s political and economic crisis in 1998, local Islamic-tax collector Rumah Zakat has transformed itself as a non-governmental organization focused on helping the poor.
Zakat is an Islamic term denoting the obligation for wealthy Muslims to give charity to the poor. Rumah Zakat started its activity by informally collecting donations to help orphans around Bandung, West Java, where its headquarters are currently located. The organization began to formalize itself in 2005 its under first chief executive, Virda Ekaputra, who is now president director of Bandarudara Internasional Jawa Barat. The organization began hiring full-time employees under Virda’s tenure. It now employs more than 400 full-time employees and thousands of volunteers who are available at branches in 18 provinces.
“At that time, we began applying corporate models to our team in running the organization. Employees who came late to the office would have their salaries reduced as punishment, for instance,” Rumah Zakat chief marketing officer Irfan Nugraha said during a media visit at the Jakarta Globe’s offices last week.
From managing only Rp 800 million ($56,000) in its early formation, Rumah Zakat now manages a Rp 200 billion fund, which is distributed for developing communities through several programs, ranging from health, education, economy to infrastructure. About 60 percent of the fund comes directly from zakat, while 35 percent is generated from other non-obligatory donations, called infaq and sadaqah in Arabic.
Rumah Zakat also sources around 5 percent of its total income from corporate social responsibility (CSR) of companies like Bank Mandiri, who feel more comfortable with professional charity management offered by the organization.
Focusing on Empowering Villages
When Rumah Zakat was founded in 1998, around 49.5 million people were living in poverty. However, a growing economy and government programs helped improve the livelihoods of millions.
Today, 26.5 million people, or 10 percent of the country’s population, live under the poverty line, according to the Central Statistics Agency (BPS). Rumah Zakat has helped more than 1.2 million people since its inception. As six in 10 impoverished people live outside of major metropolitan areas, the charity focuses its efforts in villages. Under a program called Desa Berdaya, or “empowered village,” Rumah Zakat has so far helped 1,056 villages in 21 provinces, mostly in Java.
“We help people in these villages to sustainably make income from selling agriculture and grocery products. And also by forming a cooperative,” Irfan said.
Rumah Zakat expects to help as many as 1,234 villages this year and sets a target of 5,323 empowered villages by 2023. Rumah Zakat deploys experts to assist beneficiaries in sustaining their businesses. When a village can sustain itself, then it is deemed as an independent village and Rumah Zakat slows down its support for it.
“By now, we only have more than 20 villages that are already deemed independent,” Irfan said.
Rumah Zakat claimed it helped 10,794 people through its economic programs last year and almost two thirds of the beneficiaries were lifted out of poverty.
Big Potential
Muslims are obliged to pay zakat, which accounts for 2.5 percent of income, and is paid either monthly or annually. This system is known as zakat mal. Zakat al-fitr, on the other hand, is paid by wealthy Muslims once a year during the Eid Al-Fitr with any 2.7-kilogram of staple food, such as rice or wheat.
The government supports Islamic charity activities in the country and offers encouragement for Muslim citizens to fulfill their obligations. Zakat or other religiously-obliged donations to registered charities are tax deductible. Irfan said that the potential for zakat collection is more than Rp 217 trillion a year, citing an estimation from the Ministry of Religious Affairs.
“But zakat collectors like Rumah Zakat, Baznas and LAZIS-NU currently can only raise Rp 10 trillion, collectively every year,” Irfan said, referring respectively to National Zakat Agency and the zakat agency of Nahdlatul Ulama, the country’s largest Islamic organization.
“The room is still there,” he added.
Source : Jakartaglobe.id[:]