Oleh: Ust. Kardita Kintabuana
Assalamualaikum Wr Wb
Ustaz, keluarga saya masih suka ikut semacam peringatan bulan Syura dengan membuat makanan berupa ingkung atau ayam utuh dan segala kelengkapannya. Masakan tersebut dibawa di masjid dan kemudian didoain di sana. Apakah hukumnya? Terus apakah makanan tersebut halal dimakan? Hatur nuhun.
Ririn, Kebumen
Jawaban:
Wa alaikum salam wr.wb.
Sobat Ririn yang dirahmati Allah SWT, bulan Syuro atau Muharram adalah salah satu bulan yang mulia di sisi Allah SWT karena beberapa hal:
Pertama: Bulan ini dinamakan Allah dengan “Syahrullah“, yaitu bulan Allah. Penisbatan sesuatu kepada Allah mengandung makna yang mulia, seperti “Baitullah“ (rumah Allah), “Saifullah” (pedang Allah), “Jundullah” (tentara Allah) dan lain-lainnya. Dan ini juga menunjukkan bahwa bulan tersebut mempunyai keutamaan khusus yang tidak dimilili oleh bulan-bulan yang lain.
Kedua: Bulan ini termasuk salah satu dari empat bulan yang dijadikan Allah sebagi bulan haram, sebagaimana firman Allah SWT: “Sesungguhnya bilangan bulan di sisi Allah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah diwaktu Dia menciptakan langit dan bumi, diantaranya terdapat empat bulan haram.” (QS. At Taubah: 36). Dalam hadis Abu Hurairah ra, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya zaman itu berputar sebagaimana bentuknya semula di waktu Allah menciptakan langit dan bumi. Setahun itu ada dua belas bulan, diantaranya terdapat empat bulan yang dihormati: 3 bulan berturut-turut; Dzulqo’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab Mudhar, yang terdapat diantara bulan Jumada Tsaniah dan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Ketiga: Bulan ini dijadikan awal bulan dari Tahun Hijriyah, sebagaimana yang telah disepakati oleh para sahabat pada masa khalifah Umar bin Khattab ra. Tahun Hijriyah ini dijadikan momentum atas peristiwa hijrah nabi Muhammad SAW.
Namun demikian masih banyak umat Islam yang belum tahu cara memperlakukannya, bahkan masih salah dalam memahaminya. Sehingga banyak ritual-ritual ibadah yang dilakukan dalam rangka menghormati dan memuliakan bulan ini. Padahal segala bentuk ritual ibadah dalam agama Islam harus berdasarkan ketentuan yang datang dari Allah SWT dan Rasul-Nya, yang kemudian diamalkan oleh para Sahabat. Tidaklah seorang hamba diperintahkan untuk melakukan suatu amalan ibadah kecuali ada tuntunan dan contoh Nabi Muhammad SAW. Rasulullah SAW pernah bersabda: “Barangsiapa beramal suatu amalan (ibadah) yang tidak kami perintahkan maka ia akan tertolak” (HR. Muslim).
Demikian pula mengada-adakan sesuatu ibadah dalam agama maka hukumnya tertolak sesuai sabda Nabi SAW: “Barangsiapa mengada-adakan dalam urusan kami (agama) ini sesuatu yang tidak ada di dalamnya maka ia akan tertolak” (HR. Bukhari dan Muslim).
Para ulama telah membuat suatu kaidah: “Al-Aslu fil ibaadah tauqiif” “Asal sejatinya hukum dalam ibadah adalah harus ada ketentuannya (dari syariat)”. Pengertiannya adalah sejatinya dalam melakukan ritual ibadah dalam agama Islam harus ada ketentuannya (dalilnya). Setiap orang tidak boleh berkreatifitas dalam ritual ibadah dan membuat hal-hal baru yang tidak pernah dicontohkan dan diamalkan oleh salaf sholeh.
Adapun melakukan suatu amalan yang tidak dikaitkan dengan suatu bentuk ritual ibadah tertentu, akan tetapi misalnya hanya merupakan bentuk kegembiraan dan rasa kesyukuran kita atas nikmat dan karunia yang Allah SWT berikan maka hal itu boleh-boleh saja dilakukan, sebagaimana Allah SWT berfirman: “Mereka bergirang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang beriman” (QS. Ali Imran: 171).
Oleh karena itu Sobat Ririn yang baik, selama acara tersebut (membuat makanan berupa ingkung atau ayam utuh dan segala kelengkapannya) lalu berdoa di rumah Allah sebagai bentuk rasa syukur kita atas nikmat dan karunia Allah SWT dengan syarat tidak dikaitkan dengan suatu bentuk ritual ibadah tertentu yang tidak ada contohnya dalam agama, maka hal itu boleh saja dikerjakan. Memakan makanan yang disediakan dalam konteks seperti itu halal hukumnya. Akan tetapi kalau dikaitkan dengan bentuk ritual ibadah tertentu maka seyogyanya tidak perlu kita lakukan.
Mudah-mudahan penjelasan yang sederhana ini bisa bermanfaat.
Wallahu a’lam bishawwab.