Oleh: Iwan Kartiwan, LC
Anas bin Malik ra meriwayatkan; pada waktu dhuha, Rasulullah SAW memanggil putrinya, Fatimah. Lalu beliau membisikan sesuatu pada telinganya, bisikan itu membuat Fatimah menangis hingga meneteskan air mata. Setelah itu beliau memanggilnya kembali agar mendekat lalu beliaupun membisikan sesuatu di telinganya, kali ini bisikan itu membuat Fatimah tersenyum.
Sahabat yang budiman, itulah detik-detik terakhir menjelang wafatnya Rasulullah SAW, sang putri tercinta dapat merasakan penderitaan yang amat berat pada diri ayahnya hingga ia berkata, “Alangkah menderitanya engkau wahai ayah! Lalu beliau bersaba, “Setelah ini tidak akan ada lagi penderitaan bagi ayahmu.“
Seperti halnya peristiwa yang memilukan itu dirasakan oleh istri tercinta Aisyah ra sambil mendekap tubuh beliau yang mulia, Aisyah bercerita, “Salah satu nikmat Allah bagiku adalah bahwa Rasulullah SAW wafat di rumahku, di hari giliranku, sehingga pada hari itu beliau ada dalam pelukanku.
Beberapa hari kemudian Aisyah ra menanyakan peristiwa yang dialami oleh Fatimah, saat Rasulullah membisikan sesuatu padanya. Fatimah menjawab, ketika beliau membisikan bisikan pertama, bahwa beliau akan meninggal dunia, dan itulah yang membuatku menangis, adapun bisikan yang kedua, beliau mengatakan bahwa aku dan keluarga beliau yang pertama akan menyusul beliau, maka akupun tersenyum.
Fatimah tersenyum karena akan bertemu ayahanda Rasulullah SAW, manusia pilihan di tempat yang mulia yakni surga yang penuh kenikmatan, yang keindahannya tak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga dan tergambar oleh lintasan pikiran manusia. Inilah motivasi terbesar dan cita-cita tertinggi seorang mukmin dalam mengarungi kehidupan ini.
Rasulullah SAW bersabda; “Sesunggunya surga itu ada seratus derajat/tingkatan Allah sediakan bagi orang-orang yang bersungguh-sungguh di jalanNya, jarak antara satu tingkat dengan tingkatan lainnya sejauh jarak langit dan bumi, apabila kalian memohon surga maka mohonlah surga firdaus karena ia adalah surga yang tengah-tengah dan yang tertinggi.“ (HR. Bukhari)
Ibnu Al Jauzy menyatakan, bahwa semangat dan cita-cita seorang mukmin hendaklah selalu terpaut dengan akhirat (surga), maka seluruh gerak dan aktivitas dunianya harus selalu terkait dengan akhirat. Jika mendengar suara yang menggelegar maka ingatlah dahsyatnya suara tiupan sangkakala hari kiamat, dan jika merasakan kenikmatan dunia maka ingatlah kenikmatan surga yang tiada tara.
Tujuh sifat pewaris surga Firdaus; 1. Mendirikan shalat dengan khusyu. 2. Menghindari perkara yang tidak berguna. 3. Menunaikan zakat. 4. Memelihara kemaluan. 5. Menjaga amanat. 6. Memenuhi janji. 7. Memelihara shalat sepanjang hayat. QS Al mukminun (23: 1-10)
Sahabat yang budiman, hidup adalah perjuangan dan perlombaan, berjuang untuk dapat melewati semua tantangan dan ujian, berlomba untuk mendapat yang terbaik, karena kesempatan maupun waktu pun terbatas dan tidak semua menjadi pemenang. Perjuangan kita adalah agar bisa tersenyum dan bahagia ketika bekerja, berjuang untuk meraih kebaikan dan surga, serta merasa pilu dan bersedih ketika perbuatan dan aktivitas kehidupan kita menggelincirkan kita pada keburukan dan api neraka, Na’udzu billahi min dzalik.
Allahumma Inna nasalukal jannah wamaa qarraba ilaiha min qaulin auw amal, wanau’zubika minannaar wamaa qarraba ilaihi min qaulin auw amal
“Ya Allah aku memohon surga, dan apa-apa yang mendekatkanku padanya baik perkataan ataupun perbuatan. Aku berlindung dari siksa neraka, dan dari yang mendekatkanku padanya baik perkataan atau perbuatan.”