YOGYAKARTA. Fachrul Amien Lutfi Ramadhani, adalah salah seorang siswa SD Juara Yogyakarta dengan kebutuhan khusus. Dia adalah pengidap penyakit jantung bawaan yang membuat fisiknya menjadi sangat lemah. Selain itu, ia juga memiliki gangguan bicara. Tidak pernah sedikit pun terdengar satu kata yang jelas dan sempurna keluar dari mulutnya, hanya gumam tidak jelas atau bibir yang bergerak tanpa suara. Ia pun tidak dapat memahami instruksi yang diberikan padanya, walau sudah diucapkan dengan intonasi yang lambat dan sejelas mungkin. Begitu pun ketika dipanggil dari belakang, tidak pernah ada respon darinya sebelum akhirnya si pemanggil mencolek atau menepuk bahunya.
Kecurigaan pun muncul, dari 11 jenis gangguan pendengaran, 10 jenis muncul pada diri Fachrul berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh guru di sekolah maupun pengamatan orang tua di rumah. Untuk menjawab kecurigaan ini, Fachrul akhirnya diperiksakan ke dokter spesialis THT dan spesialis Jantung. Rekomendasi dari dokter menyarankan agar ia menjalani Tes BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) dan tes ASSR (Auditory Steady State Response) untuk mengetahui apakah terdapatgangguan pada pendengarannya.
Hasil yang di dapat cukup mengejutkan para guru dan orang tua Fachrul. Pada telinga kanan tidak ada respon sama sekali bahkan sampai gelombang 100 db (desibel). Pada telinga kiri terdeteksi respon pada gelombang 80db atau setara dengan suara orang berteriak kencang (sebagai perbandingan, obrolan biasa manusia kira kira kekuatannya 30 db.
Dengan hasil itu didapat kesimpulan telinga kanan mengalami Profound Hearing Loss (gangguan pendengaran berat sekali) dan telinga kiri mengalami Severe Hearing Loss (gangguan pendengaran berat).
Pada derajat gangguan ini, Fachrul hanya bisa mendengar suara yang keras sekali (petir, ledakan, orang yang berteriak dengan sangat keras dll). Tanpa alat bantu dengar, praktis Fachrul tidak dapat melakukan percakapan yang normal dengan orang lain. Hal ini menjadi jawaban mengapa fachrul tidak dapat memahami instruksi dari guru atau tidak merespon ketika dipanggil dari belakang.
Hasil pemeriksaan tersebut diikuti dengan rekomendasi dari dokter untuk menggunakan alat bantu dengar dan terapi wicara untuk Fachrul. Dan hal ini menjadi tantangan selanjutnya bagi Fachrul yang ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga dan ayahnya bekerja sebagai tukang becak dan cleaning service lepas. Alat bantu dengar yang termurah saat ini harganya Rp. 8.000.000,-. Angka itu merupakan angka yang imajinatif bagi keluarga Fachrul. Sedangkan untuk mengejar ketertinggalan dalam perkembangan bahasa Fachrul, alat bantu dengar sangat diperlukan dalam proses terapi wicara.
Saat ini Fachrul masih menggunakan alat bantu dengar untuk kepentingan terapi wicaranya. Pengadaan alat bantu dengar ini pun dibantu pembiayaannya oleh salag seorang donatur yang peduli kepada Fachrul. Sesegera mungkin harus segera disediakan alat bantu dengar yang standar dan fit dengan kondisi telinga Fachrul agar lebih nyaman dan optimal penggunaannya untuk membantunya mendengar.***
Newsroom/Yulifia Kurnia Putri
Yogyakarta